KPK: Max Ruland Boseke Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 Miliar Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi
Korupsi pengadaan truk angkut di Basarnas, Max Ruland Boseke pakai uang Rp 2,5 miliar untuk membeli ikan hias serta kebutuhan pribadi lainnya.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4 WD dan rescue carrier vehicle dan/atau pengadaan barang jasa lainnya di lingkungan Basarnas tahun 2012–2018.
Tiga tersangka dijerat dalam perkara itu, yakni Max Ruland Boseke, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Sestama Basarnas periode 2009–2015; Anjar Sulistiyono, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas periode 2013–2014; dan William Widarta, Direktur CV Delima Mandiri.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/6/2024), menyebut Max Ruland Boseke menggunakan uang sebesar Rp2,5 miliar dari William untuk membeli ikan hias serta kebutuhan pribadi lainnya.
"Saudara MRB (Max Ruland Boseke) menggunakan uang dari Saudara WW (William Widarta) sebesar Rp2,5 miliar tersebut untuk membeli ikan hias dan belanja kebutuhan pribadi lainnya," kata Asep.
Duit itu diterima Max Ruland Boseke dari William beserta slip tarik tunainya pada bulan Juni 2014.
Perkara ini berawal ketika Basarnas mengajukan usulan Rencana Kerja Anggaran dan Kementerian berdasarkan Rencana Strategis Badan SAR Nasional Tahun 2010–2014 pada November 2013.
Salah satu usulannya adalah terkait pengadaan truk angkut personel 4 WD sebesar Rp47,6 miliar dan rescue carrier vehicle sebesar Rp48,7 miliar.
Setelah DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Basarnas ditetapkan pada Januari 2014, Max selaku KPA diduga memberikan daftar calon pemenang lelang kepada Anjar dan Tim Pokja Pengadaan Basarnas.
Diduga, sebelum lelang dilakukan, sudah ada pemenang yang akan dikondisikan.
"Termasuk pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD dan Rescue Carrier Vehicle yang akan dimenangkan oleh PT TAP (Trikarya Abadi Prima), yaitu perusahaan yang dikuasai dan dikendalikan oleh Saudara WLW," kata Asep.
Kemudian, Anjar pun menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk pengadaan kendaraan tersebut menggunakan data harga dan spesifikasi yang disusun oleh anak buah William.
Menurut Asep, HPS mestinya disusun berdasarkan data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya pengadaan.
"Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Pasal 66 Ayat (7)," ujar Asep.
Pada Februari 2014, lelang kemudian dilakukan dan diikuti oleh William dengan menggunakan nama perusahaan PT TAP dan perusahaan pendamping PT Omega Raya Mandiri (ORM) dan PT Gapura Intan Mandiri (GIM).
Sebulan kemudian, PT TAP pun diumumkan sebagai pemenang lelang, yang dinilai ada kejanggalan.
"Pada Maret 2014, Tim Pokja Basarnas mengumumkan PT TAP menjadi pemenang dalam pengadaan truk angkut personel 4 WD dan rescue carrier vehicle, yang diketahui telah terdapat persekongkolan dalam pengadaan tersebut dan terdapat kesamaan IP Address peserta, surat dukungan, serta dokumen teknis penawaran dari PT TAP dan perusahaan pendampingnya, yaitu PT ORM dan PT GIM," jelas Asep.
Baca juga: KPK Tambah Masa Pencegahan ke Luar Negeri Max Ruland Boseke dan 2 Tersangka Korupsi Truk Angkut
Pada Mei 2014, PT TAP pun menerima pembayaran uang muka pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD sebesar Rp8,5 miliar dan untuk pengadaan rescue carrier vehicle sebesar Rp8,7 miliar.
Kemudian, pada Juni 2014, Max disebut menerima uang sebesar Rp2,5 miliar dalam bentuk ATM atas nama William dan slip tarik tunai yang telah ditandatangani oleh William.
Uang Rp2,5 miliar itu kemudian digunakan Max untuk pembelian ikan hias dan belanja kebutuhan pribadinya.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp20,4 miliar (Rp20.444.580.000) dalam kegiatan pengadaan truk angkut personel 4 WD dan rescue carrier vehicle tahun 2014 pada Badan SAR Nasional.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.