Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Andy Nababan Ungkap 3 Kejanggalan di Kasus Timah, Apakah Kerugian Lingkungan Tindak Pidana Korupsi?

Kasus ini heboh karena pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin mengenai kerugian negara dari kasus ini yang mencapai angka fantastis Rp 300 triliun.

Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Andy Nababan Ungkap 3 Kejanggalan di Kasus Timah, Apakah Kerugian Lingkungan Tindak Pidana Korupsi?
Ist
Kejaksaan Agung mengungkap kerugian keuangan negara terkait kasus dugaan korupsi di PT Timah menyentuh angka Rp300 triliun. Kuasa hukum Aon, Andy Nababan (kanan) mempertanyakan dasar perhitungannya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terkait tata niaga timah di PT Timah Tbk dan perusahaan-perusahaan rekanannya belakangan menyita perhatian publik.

Hingga saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 21 tersangka dalam skandal korupsi timah yang melibatkan dugaan korupsi dalam perdagangan timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022.

Di antara yang membuat kasus ini heboh adalah pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin mengenai kerugian negara dari kasus ini yang mencapai angka fantastis Rp 300 triliun.

Padahal hitungan kerugian sebelumnya yang "hanya" di angka Rp 271 triliun saja sudah membuat masyarakat mengernyitkan dahi.

Angka yang mencengangkan ini adalah hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama beberapa ahli.

Kejagung, dalam kolaborasinya dengan Bambang Heru, ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menjelaskan bahwa perhitungan kerugian tersebut mencakup beberapa aspek seperti kerusakan lingkungan, efek ekonomi, hingga upaya pemulihan.

Sang ahli berpendapat bahwa nilai kerugian ini tidak hanya dihitung dari kerugian finansial langsung tetapi juga dari dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan yang tidak sesuai aturan.

Berita Rekomendasi

Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif, juga memberikan komentar terkait hal ini.

Menurutnya, kerugian negara dalam korupsi pertambangan seharusnya tidak hanya fokus pada keuangan saja tetapi juga pada perekonomian negara secara keseluruhan.

Para ahli melakukan penghitungan kerugian berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) 7/2014, yang menghasilkan kesimpulan bahwa ada kerugian keuangan negara sebesar Rp 300 triliun.

Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Agustina Arumsari, akhir Mei lalu, membeberkan, dari kerugian negara sebesar Rp 300 triliun, sebanyak Rp 271 triliun merupakan kerugian kerusakan lingkungan. Rp 271 triliun dikategorikan sebagai kerugian negara karena menyebabkan penurunan nilai aset lingkungan.

Andy Nababan, pengacara Thamron alias Aon, pun angkat bicara soal pernyataan-pernyataan di atas. Andy bahkan mengaku ada yang janggal dalam kasus ini. "Setidaknya ada tiga hal yang mengganjal," ujarnya, Jumat (28/6/2024).

Apakah kerugian PT Timah sebagai anak perusahaan BUMN merupakan kerugian negara?

Menurut Andi, PT Timah sebagai anak perusahaan BUMN memiliki status hukum yang terpisah dari kekayaan negara. Hal ini diperkuat oleh peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa modal anak perusahaan BUMN merupakan kekayaan mandiri dan terpisah dari BUMN induknya.

Oleh karena itu, kerugian yang dialami oleh PT Timah tidak dapat secara langsung dikategorikan sebagai kerugian negara.

"Berdasarkan sejumlah peraturan perundang-undangan, kerugian PT Timah sebagai anak perusahaan BUMN tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara," katanya.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017, Pasal 2 (a) angka (2), PT Timah Tbk yang statusnya sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1976 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Negara Tambang Timah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Pasal 1 angka (1) mendefinisikan Badan Usaha Milik Negara sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Pasal 1 angka (2) menyatakan bahwa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 persen sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dengan tujuan utama mengejar keuntungan.

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor 2 Tahun 2012, Pasal 1 ayat (2), menyebutkan bahwa pembentukan anak perusahaan BUMN didasarkan pada kekayaan BUMN yang telah dipisahkan. Pasal 4 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 juga menyatakan bahwa modal BUMN merupakan kekayaan negara yang telah dipisahkan, sehingga anak perusahaan tersebut bukan lagi kekayaan negara.

"Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, kerugian PT Timah tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara. Perusahaan anak BUMN, seperti PT Timah, adalah entitas hukum yang terpisah dan mandiri, dan keuangan mereka tidak dapat langsung dihubungkan dengan keuangan negara," katanya.

Apakah Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bisa diterapkan pada PT Timah selaku anak perusahaan BUMN?

Menurut Andy, meskipun kasus korupsi PT Timah menimbulkan kerugian besar bagi negara, penerapan Tipikor tidak dapat diterapkan langsung pada PT Timah.

Hal ini disebabkan oleh status hukum PT Timah yang merupakan badan hukum terpisah dari kekayaan negara, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat secara langsung diterapkan pada kasus ini.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa tindak pidana korupsi terjadi jika ada perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Namun, Pasal 1 ayat (2) dari Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor 2 Tahun 2012 menjelaskan bahwa anak perusahaan BUMN bukanlah bagian dari kekayaan negara.

"Dalam kasus PT Timah, meskipun tindak pidana korupsi bisa dikenakan kepada individu-individu dalam PT Timah jika ada pelanggaran hukum, status PT Timah sebagai anak perusahaan BUMN bukanlah dasar untuk menerapkan Tipikor secara langsung," ujarnya.

Lebih lanjut, Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 menyatakan bahwa modal BUMN merupakan kekayaan negara yang telah dipisahkan. Oleh karena itu, modal anak perusahaan BUMN juga merupakan kekayaan yang dipisahkan dari negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 mengatur bahwa kekayaan negara dalam BUMN dapat dijadikan penyertaan modal untuk mendirikan anak perusahaan, sehingga aktiva anak perusahaan menjadi kekayaan mandiri dari anak perusahaan tersebut.

"Dengan demikian, PT Timah, sebagai anak perusahaan BUMN, tidak dapat dikenai Tindak Pidana Korupsi secara langsung karena kerugian yang terjadi pada PT Timah bukanlah kerugian negara."

Terkait dengan kerugian lingkungan, apakah merupakan tindak pidana korupsi?

Kerugian lingkungan, menurut Andi, tidak dapat langsung dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Kerugian lingkungan lebih tepat diatur dan dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Kasus kerugian lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan PT Timah tidak dapat dilihat hanya dalam konteks peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.

"Tindakan yang menyebabkan kerugian lingkungan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tetapi tidak dapat dijadikan satu-satunya alat hukum untuk mengukur kasus ini."

Sebab, sambungnya, tidak relevan jika melihat dari dasar hukum PT Timah sebagai Anak Perusahaan BUMN yang selama ini sudah digoreng dengan Publikasi yang sangat mengebohkan publik dengan besaran angka tuntutan oleh Kejagung terhadap PT Timah.

Namun, sambung Andy, di balik angka yang fantastis ini, ada pertanyaan besar yang perlu dijawab:

"Apakah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan pengawasan dan penegakan hukum yang cukup terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT Timah dan perusahaan-perusahaan rekanannya?" katanya.

"Berdasarkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada, jelas bahwa Kementerian Lingkungan Hidup memiliki peran kunci dalam menangani isu ini."

Andy mengatakan, menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup memiliki tanggung jawab besar dalam melindungi lingkungan dari kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia, termasuk kegiatan pertambangan.

Ia menyebut sejumlah aturan:

  • Pasal 87 ayat (1) menyatakan bahwa penanggung jawab usaha yang melakukan perbuatan melawan hukum berupa pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
  • Pasal 94 hingga Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 mengatur tentang penegakan hukum lingkungan, termasuk kewajiban pemerintah untuk melakukan pengawasan, pemberian sanksi administratif, hingga tindakan penegakan hukum pidana terhadap pelaku perusakan lingkungan, Memberikan mandat kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas yang berdampak pada lingkungan.
  • Pasal 95 menyatakan bahwa Menteri Lingkungan Hidup bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan nasional dan mengkoordinasikan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta memastikan bahwa segala aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Kementerian Lingkungan Hidup harus membuka hasil investigasi terhadap tindakan yang telah diambil oleh oleh para ahli dan Kejagung dengan pemaparan Perhitungan kerugian negara yang menjelaskan dasar hukum dan metodenya secara detail kepada publik," katanya.

"Transparansi ini penting untuk membangun kepercayaan masyarakat dan memastikan bahwa penegakan hukum berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku."

Menurutnya, dengan penuturan fakta terhadap kerangka hukum yang berlaku, sudah seharusnya publik diedukasi agar dapat melihat kasus ini dengan perspektif yang lebih komprehensif dan berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada, bukan hanya dengan publikasi angka fantastis yang membelalakkan mata.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
asd
Video Player is loading.
Current Time 0:00
Duration 0:00
Loaded: 0%
Stream Type LIVE
Remaining Time 0:00
Â
1x
    • Chapters
    • descriptions off, selected
    • subtitles off, selected
      © 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
      Atas