Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terungkap di Sidang: Pondasi Tol MBZ Tak Sesuai Basic Design, Borepile Dikurangi dari 9 jadi 8

Sebagai konsultan pada tahap perencanaan, Toni menyebut jumlah borepile yang mencapai sembilan untuk setiap pondasi hanyalah referensi.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Terungkap di Sidang: Pondasi Tol MBZ Tak Sesuai Basic Design, Borepile Dikurangi dari 9 jadi 8
Istimewa
Tol MBZ 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pondasi Jalan tol Jakarta-Cikampek II Elevated atau lebih dikenal Jalan Layang Mohammed Bin Zayed alias Tol MBZ disebut tidak sesuai dengan dasar desain atau basic design.

Hal demikian sempat disinggung oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan kasus korupsi pembangunan Tol MBZ di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2024).

Persidangan kali ini digelar dengan agenda pemeriksaan saksi mahkota sekaligus terdakwa.

Dalam perkara ini diketahui terdapat empat terdakwa: eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono; Ketua Panitia Lelang pada JJC, Yudhi Mahyudin; Tenaga Ahli Jembatan pada PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budanto Sihite; dan Sofiah Balfas selaku eks Direktur PT Bukaka Teknik Utama.

Jaksa di persidangan mencoba mengkonfirmasi kepada terdakwa Toni Sihite sebagai konsultan pada tahap perencanaan soal jumlah borepile yang tak sesuai dengan basic design.

Borepile sendiri merupakan salah satu elemen dari pondasi, berbentuk silinder yang ditanam di dalam tanah.

Baca juga: Korupsi Tol MBZ, Saksi Mahkota Akui Ketebalan Jalan Tak Sesuai Perencanaan

BERITA REKOMENDASI

Dari berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacakan jaksa di persidangan, terungkap bahwa jumlah borepile dikurangi dari dari sembilan menjadi delapan untuk masing-masing pondasi.

"Kemudian terkait dengan adanya jumlah pondasi yang di dalam basic design menyebutkan sembilan borepile di dalam itu. Seharusnya sembilan, saksi merencanakan sembilan, seluruhnya dikurangi satu, berpengaruh tidak terhadap kekuatan?" kata jaksa penuntut umum pada Jampidsus Kejaksaan Agung di persidangan.

Sebagai konsultan pada tahap perencanaan, Toni menyebut jumlah borepile yang mencapai sembilan untuk setiap pondasi hanyalah referensi.

"Dokumen yang kami terima di dalam instruksi kepada penawar itu gambar basic design itu adalah referensi. Spesifikasi umum itu adalah referensi, spesifikasi khusus itu referensi," ujar Toni.

Baca juga: Pimpinan Komisi III DPR Geram Kapolda Sumbar Malah Sibuk Cari Orang yang Viralkan Kasus Afif Maulana

Sedangkan saat mendesain Tol MBZ ini, Toni mengaku harus menghitung ulang sesuai kondisi lapangan.

Termasuk di antaranya, melakukan analisa terkait kondisi tanah yang di atasnya akan dibangun jalan layang MBZ.

"Jadi, gambar basic design itu tidak kami pakai, Yang Mulia. Karena kami tidak tahu apa dasar mereka membuat, misalkan jumlah fondasi sembilan. Karena basic design itu tidak ada hitungannya, Yang Mulia," kata Toni.

Dari analisa-analisa kondisi di lapangan itu kemudian disimpulkan untuk menggunakan delapan borepile di setiap pondasi.

Jumlah pondasi sendiri dalam proyek ini mencapai 700 tiang yang membentang dari Cikunir hingga Karawang.

"Ada pengurangan jumlah pondasi setelah kami hitung dan mendapatkan data tanah di tempat yang bersangkutan, Yang Mulia. Jadi ini kan ada 700 tiang pak dari mulai kilometer Cikunir sampai Karawang," katanya.

Kongkalikong Menangkan Waskita dan Untungkan Bukaka

Dalam perkara dugaan korupsi Tol MBZ ini terdapat empat terdakwa: eks Direktur Utama PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono; Ketua Panitia Lelang pada JJC, Yudhi Mahyudin; Tenaga Ahli Jembatan pada PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budanto Sihite; dan Sofiah Balfas selaku eks Direktur PT Bukaka Teknik Utama.

Sidang lanjutan kasus korupsi Tol MBZ di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Sidang lanjutan kasus korupsi Tol MBZ di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/6/2024). (Tribunnews.com/ Ashri Fadilla)

Jaksa penuntut umum telah mendakwa para terdakwa atas perbuatan mereka yang berkongkalikong terkait pemenangan KSO Waskita Acset dalam Lelang Jasa Konstruksi Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000.

Kemudian terdakwa Djoko Dwijono yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Jasa Marga, mengarahkan pemenang lelang pekerjaan Steel Box Girder pada perusahaan tertentu yaitu, PT Bukaka Teknik Utama.

"Dengan cara mencantumkan kriteria Struktur Jembatan Girder Komposit Bukaka pada dokumen Spesifikasi Khusus yang kemudian dokumen tersebut ditetapkan Djoko Dwijono sebagai Dokumen Lelang Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 –  STA.47+000," kata jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.

Baca juga: Ternyata Pegawai KAI yang Bunuh Istri di Jaktim Pernah KDRT ke Mantan Istri hingga Berujung Cerai

Akibat perbuatan para terdakwa, jaksa mengungkapkan bahwa negara merugikan negara hingga Rp 510.085.261.485,41.

Selain itu, perbuatan para terdakwa juga dianggap menguntungkan KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka-Krakatau Steel.

"Menguntungkan KSO Waskita Acset sejumlah Rp 367.335.518.789,41 dan KSO Bukaka Krakatau Steel sebesar Rp 142.749.742.696,00" kata jaksa.

Mereka kemudian dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas