Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Tujuan Terkait

Kepala BKKBN: Tidak Ada Kewajiban Melahirkan Satu Anak Perempuan

BKKBN menjelaskan satu pasangan diharapkan punya anak perempuan hanya untuk rata-rata saja, alasan agar menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Erik S
zoom-in Kepala BKKBN: Tidak Ada Kewajiban Melahirkan Satu Anak Perempuan
Tribunnews/Aisyah
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dokter Hasto Wardoyo membantah terkait kewajiban satu pasangan harus punya satu anak perempuan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dokter Hasto Wardoyo membantah terkait kewajiban satu pasangan harus punya satu anak perempuan.

Hasto menjelaskan satu pasangan diharapkan punya anak perempuan hanya untuk rata-rata saja, alasan agar menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk di masa depan.

Hal ini berkaca pada daerah tertentu seperti Bali, DKI, DI Yogyakarta yang rata-rata perempuan hanya memiliki dua.

Baca juga: Satu Keluarga Satu Anak Perempuan, Ide Brilian Agar Indonesia Tidak Punah

 TFR atau rata-rata perempuan melahirkan anak di masa reproduksinya sudah di bawah 2,1.

"Sebetulnya rata-rata perempuan punya dua anak itu penting," ujar dr.Hasto dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Senin (8/7/2024).

Ia menegaskan kata rata-rata satu anak perempuan, bukan mewajibkan.

Berita Rekomendasi

 “Kalau depan rumah punya anak perempuannya dua, belakang rumah nggak punya anak perempuan no problem. Jangan dipelintir ya, tapi rata-rata,” tegas dia. 

“Di kampung ada perempuan 10. Mestinya besok pada generasi berikutnya minimal juga ada perempuan 10. Tapi rata-rata kan ini. Karena tugas kita menjaga agar pertumbuhan penduduk seimbang,” jelasnya.

Ia juga ungkap ancaman minus growth di beberapa kota dengan TFR di bawah 2,1. 

Misalnya, Yogya rata-rata melahirkannya sudah di bawah 2, atau sudah 1,9. 

Baca juga: Trauma, Anak Perempuan Dinikahi Pengasuh Ponpes Tanpa Ayahnya sebagai Wali Kini Takut Ketemu Orang

"Hati-hati juga daerah-daerah tertentu seperti DKI, Bali, DIY bisa mengalami minus growth,” tegas dokter Hasto.

Kondisi ini bukan tanpa sebab, dilandasi karena rata-rata pendidikan di DI Yogyakarta tinggi, kemudian rata-rata nikah perempuan di DI Yogyakarta sudah di atas 22 tahun.

 Namun ia juga terus mengingatkan agar perempuan juga tidak terlalu tua saat melahirkan.

“Perempuan itu usia suburnya setelah umur 35 sudah decline, turun. Telur perempuan kalau sudah 38 tahun itu sudah tinggal 10 persen, ya hati-hati,” tambahnya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas