Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pacu Nilai Tambah Ekonomi, Kemenperin Inisiasi Pembentukan Kelembagaan Baru Soal Kakao dan Kelapa

Kementerian Perindustrian menginisiasi kelembagaan baru yang menaungi soal kakao dan kelapa untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri.

Penulis: Fransisca Andeska
Editor: Vincentius Haru Pamungkas
zoom-in Pacu Nilai Tambah Ekonomi, Kemenperin Inisiasi Pembentukan Kelembagaan Baru Soal Kakao dan Kelapa
Ist
Ilustrasi kakao 

TRIBUNNEWS.COM - Guna menjamin ketersediaan bahan baku industri, menjaga kelangsungan industri dan daya saing, serta meningkatkan nilai tambah ekonomi atau economic value added (EVA) kakao dan kelapa, Kementerian Perindustrian menginisiasi kelembagaan baru yang menaungi soal kakao dan kelapa untuk menjamin hal itu. 

Terkait dengan hal tersebut, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) telah melaksanakan rapat terbatas (ratas) mengenai Badan Pengelola Dana Kakao dan Kelapa di Jakarta, Rabu (10/7/2024). 

Adapun, ratas tersebut tersebut memutuskan bahwa pengelolaan kakao dan kelapa akan dilimpahkan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan membentuk dua kedeputian baru, yaitu Deputi Kakao dan Deputi Kelapa. 

Menteri Perindustrian (Menperin) RI Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, penghimpunan dana akan tetap dilakukan melalui skema pungutan ekspor yang dikelola langsung oleh BPDPKS. 

Baca juga: Kemenperin Inisiasi Pembentukan Kelembagaan Kakao dan Kelapa

“BPDPKS sudah mempunyai dana besar yang bisa dipakai untuk sektor kakao dan kelapa, sehingga bisa berjalan segera,” ungkap Menperin Agus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/7/2024). 

Untuk diketahui, Indonesia pernah menduduki peringkat ke-3 sebagai negara penghasil biji kakao hingga tahun 2025 dan saat ini menurun pada peringkat ke-7. Dari sisi industri pada 2023 lalu, Indonesia menjadi salah satu produsen dan pengekspor ke-4 produk olahan kakao di dunia. 

Sayangnya selama periode 2015-2023 terjadi penurunan produksi kakao Indonesia sebesar 8,3 persen per tahun dan terjadi peningkatan impor dari 239.377 ton menjadi 276.683 ton. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan industri pengolahan kakao yang belum dibarengi dengan ketersedian bahan baku dan menyebabkan 9 dari 20 perusahaan berhenti beroperasi. Akibatnya industri pengolahan kakao saat ini harus mengimpor 62 persen bahan baku biji kakao. 

Baca juga: Ketua Umum DPP Apkasindo Ungkap Pentingnya Kelembagaan dan Kemitraan Kelapa Sawit

BERITA TERKAIT

Sementara itu, hilirisasi kelapa masih terbatas karena pemanfaatan bahan baku kelapa belum optimal dan saat ini masih ada kelapa bulat yang diekspor. Hal ini mengakibatkan utilisasi industri pengolahan kelapa masih sekitar 55 persen. 

Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan global, sehingga masih terdapat ruang peningkatan hilirisasi kelapa yang sangat besar. 

Maka dari itu, hadirnya kelembagaan yang menaungi kakao dan kelapa ini akan memberikan dampak positif pada petani, seperti peningkatan produktivitas melalui intensifikasi dan peremajaan lahan, peningkatan hasil olahan dan jaminan kepastian penyerapan panen. 

Selain itu, kelembagaan ini juga bermanfaat bagi industri berupa peningkatan nilai tambah dan ekspor, serta diversifikasi pada produk turunan bernilai tambah tinggi. (***Andeska***)

Baca juga: Realisasikan Ekspor 11,6 Miliar Dolar AS, Kemenperin Terus Genjot Industri TPT

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas