Melihat Pesantren Darusy Syahadah yang Pernah Terafiliasi dengan JI, Kini Terbuka untuk Perbaikan
Ustaz Qasdi mengakui Ponpes Darusy Syahadah sejak lama berafiliasi dengan kelompok Jamaah Islamiyah.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Pesantren Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, Jawa Tengah selama ini dikenal sebagai pesantren yang terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah (JI).
Namun kini sejak Jamaah Islamiyah dibubarkan, pesantren kini terbuka untuk perbaikan.
Ustaz Qasdi Ridwanulloh, Direktur Pontren Darusy Syahadah secara khusus melalui Tribun menyatakan pesantrennya terbuka untuk perbaikan dan siap berdialog dengan siapa saja.
Ustaz Qasdi mengakui Ponpes Darusy Syahadah sejak lama berafiliasi dengan kelompok Jamaah Islamiyah.
Baca juga: Singapura dan Malaysia Soroti 16 Pentolan Jemaaah Islamiyah di Indonesia Deklarasi Bubarkan Diri
Tapi secara prinsip, pesantren ini bertujuan mendidik anak-anak santrinya fokus pada ulumul syarii, perbaikan iman, dan perbaikan ibadah.
Begitupun saat Tribun berkunjung ke Ponpes Darusy Syahadah beberapa waktu lalu.
Ustaz Qasdi Ridwanulloh dan sejumlah guru menerima kedatangan Tribun dengan baik.
Pantauan Tribun, bendera besar merah putih terlihat terpasang di pucuk tiang cukup besar di depan kantor Pesantren Darusy Syahadah, Simo, Boyolali, Jawa Tengah.
Remang senja dan angin yang tenang serta hawa dingin membuat bendera negara itu tak bergerak, seperti membeku di kampung bernama Kedung Lengkong itu.
Di seberang kantor, papan nama besar pesantren terlihat berwarna keemasan, tegak di depan deretan gedung tempat para santri biasa belajar.
Di belakang bangunan itu berdiri kokoh masjid Darusy Syahadah. Berkubah besar, masjid itu belum seratus persen rampung pembangunannya.
Beranjak ke ruang tamu kantor pesantren, empat bendera terpasang di sebelah pintu masuk.
Baca juga: Singapura Sarankan Warganya Hati-hati Bepergian ke Malaysia Buntut Serangan Jamaah Islamiyah
Ada bendera merah putih, bendera lambang Kemenag, bendera yayasan, bendera pesantren.
Foto Presiden Joko Widodo dan Wapres Maruf Amin mengapit lambang garuda di dinding ruangan sebelah kanan pintu masuk.
Alumni Tewas Bersama Noordin Mohd Top
Pesantren Darusy Syahadah mencuat namanya di tahun 2009, ketika alumni Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki yang mengajar di pesantren ini tewas bersama Noordin Mohd Top.
Dia adalah Gempur Budi Angkoro alias Urwah.
Noordin dan Urwah tewas saat rumah singgahnya di Mojosongo digempur aparat Densus 88 Antiteror.
Keduanya melawan menggunakan senjata api dan peledak. Baku tembak berlangsung berjam-jam, sebelum rumah yang ditempati terbakar dan ambruk.
Noordin Mohd Top saat itu buronan paling dicari karena diduga merekrut dan menjadi guru spiritual para pengebom bunuh diri di berbagai lokasi di Indonesia.
Noordin Mohd Top tercatat warga Malaysia, murid Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir semasa di sekolah agama Luqmanul Hakim Johor Bahru, Malaysia.
Awal Berdirinya Ponpes
Pesantren Darusy Syahadah didirikan Ustaz Mustaqim Safar, alumni dan mantan guru Ponpes Al Mukmin Ngruki, kini jadi Ketua Yayasan Yasmin Surakarta yang menaungi pesantren itu.
Awalnya hanya pesantren kecil dengan murid terbatas, di lokasi berbukit dan tanah merah yang tandus.
Aktivitas pendidikan tingkat diniyah di pesantren ini dimulai Januari 1994.
Ini setahun setelah Abdullah Sungkar mendirikan Al Jamaah Al Islamiyah di Malaysia, dan organisasi ini mengembangkan jaringan lamanya di Indonesia.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya Juli 1994, unit Takhassus atau pendidikan level Kulliyyatul Mu’allimin pun dibuka.
Sabarno alias Amali, alumni angkatan kedua Ponpes Darusy Syahadah menceritakan kondisi awal pesantren yang gersang, bertanah merah, dan hanya memiliki dua bangunan kecil untuk santri.
Sumber air di kawasan berbukit-bukit itu juga terbatas, dan bahkan kemudian mengering.
Ia tak menampik pengaruh gerakan JI kuat ditanamkan di pesantren ini.
Secara pribadi pun Sabarno mengakui dekat dengan almarhum Gempur Budi Angkoro alias Urwah.
Bahkan mereka masih berkerabat dari jalur ayah mereka.
Kondisi Ponpes Kini
Sekarang, setelah 30 tahun didirikan dan sudah meluluskan ribuan alumni, Sabarno melihat ada banyak perubahan di dalam pesantren.
Sepuluh tahun terakhir, Sabarno bahkan mengaku tidak pernah datang ke almamaternya ini, karena berstatus DPO alias buron Densus 88 Antiteror.
Standar operasi Jamaah Islamiyah, dalam posisi seperti itu setiap anggota tidak boleh lagi bergiat atau berinteraksi dengan organisasi sayap dan almamaternya.
Perubahan signifikan Ponpes Darusy Syahadah adalah pada akhirnya bersedia kooperatif dengan aparat keamanan dan pemerintah.
Hampir setahun lalu, tepatnya 27 September 2023, Ustad Mustaqim Safar memfasilitasi kehadiran tim Cegah Densus 88 Antiteror dan Kemenag Boyolali.
Kegiatan ini juga dihadiri tokoh penting organisasi JI, Ustad Siswanto, yang pernah ditangkap aparat hukum terkait aktivitas organisasi ini.
Mereka menggelar dauroh atau pertemuan akbar ‘Sosialisasi Kebangsaan’. Sekira 250 guru, pengurus pondok, dan santri mengikuti acara ini.
Tiga isu disampaikan oleh tim Densus 88 Antiteror yang diwakili AKBP Goentoro Wisnu, mengenai efek intoleransi, terorisme, dan radikalisme.
Pertemuan terbuka ini menandai babak penting perubahan-perubahan di pesantren afiliasi JI, yang hampir setahun kemudian JI mencapai titik akhir : membubarkan diri.
Ustaz Qasdi Ridwanulloh, Direktur Pontren Darusy Syahadah secara khusus melalui Tribun menyatakan pesantrennya terbuka untuk perbaikan dan siap berdialog dengan siapa saja.
Ustaz Qasdi mengakui Ponpes Darusy Syahadah sejak lama berafiliasi dengan kelompok Jamaah Islamiyah.
Tapi secara prinsip, pesantren ini bertujuan mendidik anak-anak santrinya fokus pada ulumul syarii, perbaikan iman, dan perbaikan ibadah.
Setelah ada keputusan JI bubar 30 Juni 2024, Ustaz Qasdi meyakinkan lembaganya terbuka untuk perbaikan supaya pendidikannya bermanfaat untuk kebaikan santri, umat, bangsa dan negara.
"Apabila ada stigma negatif, kami berharap agar mengutamakan klarifikasi, tabayun. Kita siap dialog," tegas Ustaz Qasdi yang alumni LIPIA Jakarta ini.
Pelaksana Tugas Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI, Prof Dr Waryono Abdul Ghofur pun menyambangi Pondok Pesantren Darusy Syahadah.
Kunjungan dilakukan setelah Waryono bertemu para tokoh-tokoh eks Jamaah Islamiyah di sebuah lokasi di pinggiran Kota Solo, Kamis (18/7/2024) siang.
Ini merupakan kunjungan pertama seorang pejabat tinggi Kementerian Agama RI ke pesantren yang dulu berafilisi dengan Jamaah Islamiyah.
Sebelum berangkat ke Simo, Prof Dr Waryono mengatakan, senang bisa bertemu para tokoh eks JI.
Ia mendengar secara langsung pemikiran-pemikiran para tokoh, dan memahami titik akhirnya.
"Diskusi tadi memastikan betul-betul ini (JI) membubarkan diri, bukan gimmick," kata guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini sraya menyebutkan pertemuan berikutnya akan segera dilakukan.
Mengenai langkah strategis ke depan, Waryono membenarkan Kemenag RI akan membantu proses evaluasi dan pembenahan kurikulum di pondok pesantren yang dulu berafiliasi dengan JI.
"Jika Madrasah itu kurikulumnya memang sentralistik, pesantren ada kurikulum standar, tapi sesuai cirinya mandiri, ada juga kurikulum lokal," jelas Waryono.
"Kurikulum lokal silakan dibahas, tapi yang penting bagi kami isinya mengenai Islam sebagai rahmatul lil alamin, yang relevan dan kontekstual dengan kebutuhan negara," katanya.
Mengenai perizinan pondok pesantren yang dulu dianggap afiliasi JI, Kemenag RI akan segera mengkajinya.
"Ini bagian dari komitmen kita, semua akan mengikuti regulasi negara," tegas Waryono.
Tentang keraguan sejumlah pihak tentang ikrar bubarnya JI, Waryono memahami dan menganggap wajar ada yang ragu.
"Sejarah panjang JI, relasi JI dengan negara, kan tak semudah seperti membalikkan tangan dari realita sejarah," ujarnya.
Waryono menggarisbawahi dan meminta publik turut mendengar, sekarang ini sudah tidak ada JI sebagai organisasi.
Adanya adalah para mantan JI yang berkomitmen, tak hanya kepada negara, tapi ke Allah SWT.
Menurut Waryono, semua tanpa paksaan, dan diputuskan berdasar kajian dan ilmu.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)