Diduga Korban Kriminalisasi, TPDI Bela SYK Korban Mafia Tambang di Sulteng
Merasa dikriminalisasi, korban mafia tambang berinisial SYK, di Sulawesi Tengah (Sulteng) akan menuntut balik terduga pelaku berinisial FSK.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merasa dikriminalisasi, korban mafia tambang berinisial SYK, di Sulawesi Tengah (Sulteng) akan menuntut balik terduga pelaku berinisial FSK.
Demikian pandangan para advokat yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yakni Petrus Selestinus SH, Erick S Paat SH, Paulet Jemmy Stenly Mokolensang SH dan Ricky Daniel Moningka SH dalam rilisnya, Rabu (24/7/2024).
Mereka adalah kuasa hukum SYK.
SYK adalah tersangka berdasarkan Laporan Polisi No LP/B/355/XII/2021/SPKT/Polda Sulteng tertanggal 1 Desember 2021. SYK diduga melakukan penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP.
"Hubungan hukum antara SYK dan FSK adalah hubungan kerja sama jual-beli saham CV SM yang salah satu objeknya adalah pengurusan izin pinjam pakai kawasan hutan di Desa Lalampu, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulteng. Namun mengapa FSK melaporkan SYK ke Polda Sulteng dan laporannya itu diproses secara tidak profesional bahkan menimbulkan persoalan hukum baru?" tanya Petrus.
Berdasarkan laporan di atas, kata Petrus, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulteng, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No SP.Sidik/457/XII/2023/Ditreskrimum tanggal 4 Desember 2023 juncto Surat Penetapan Tersangka No S.Tap/ 22/III/2024/Ditreskrimum tanggal 24 Maret 2024, menetapkan status tersangka kepada SYK bahkan melakukan penahanan.
Satu Objek Dua Perkara
Sementara itu, kata Petrus, berdasarkan Laporan Polisi No LP/B/107/V/2023/SPKT/Polda Sulteng tanggal 22 Mei 2023 dari FSK, Direktorat Reserse Krininal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulteng berdasarkan Sprindik No SP.Sidik /9/I/RES.I.9./2024/Ditreskrimsus tanggal 17 Januari 2024 juncto Surat Ketetapan Tersangka No S.Tap/12/RES/I.9./2024/Ditreskrimsus tanggal 19 Maret 2024, telah menetapkan status tersangka dan menahan kembali SYK yang sebelumnya sudah ditangguhkan.
"Padahal hubungan hukum antara SYK dan FSK bersifat perdata yang dilakukan secara sah karena terpenuhi syarat formil maupun materiil suatu perjanjian, yang hingga saat ini tidak pernah dibatalkan, bahkan kedua belah pihak sudah saling memenuhi prestasi dan tegen prestasi (secara timbal balik), di samping ada kekurangan dalam pelaksanaan yang kemudian menimbulkan persoalan hukum berupa wanprestasi," jelasnya.
Akibat wanprestasi itu, kata Petrus, saat ini SYK menggugat FSK di Pengadilan Negeri (PN) Makasar, Sulawesi Selatan.
"Perselisihan SYK dengan FSK mengenai prestasi dan tegen prestasi yang belum terpenuhi bahkan sudah masuk kategori wanprestasi atau cedera janji melahirkan gugatan di PN Makasar No.162/ Pdt.G/2023/PN.Mks dan telah diputus pada 9 Januari 2024," papar Petrus.
Penyalahgunaan Wewenang
Dengan demikian, ungkap Petrus, sesuai perjanjian kerja sama jual-beli saham dimaksud maka tindakan FSK melaporkan SYK ke Polda Sulteng adalah bagian dari kriminalisasi untuk menekan pihak SYK memenuhi kewajiban dalam perjanjian kerja sama dimaksud.
"Ini jelas kesewenang-wenangan, melampaui wewenang dan mencampuradukkan wewenang oleh Polda Sulteng dengan segala akibat hukumnya," cetusnya.
Buktinya, jelas Petrus, selain Laporan Polisi No LP/B/355/XII/2021/ SPKT/Polda Sulteng dari FSK terhadap SYK yang telah ditetapkan sebagai tersangka pada 4 Maret 2024, ternyata SYK juga dilaporkan lagi untuk perkara yang sama oleh pelapor yang sama di Polda yang sama pula, yaitu Polda Sulteng, dengan Laporan Polisi No LP/B/107/V/2023/SPKT/Polda Sulteng tanggal 22 Mei 2023, yang penanganannya dialihkan ke Ditreskrimsus Polda Sulteng dan tetap diproses, di mana waktu penetapan tersangkanya pun hampir bersamaan hanya beda waktu 5 hari yaitu 19 Maret 2024 dan 24 Maret 2024.
Baca juga: Laporan Terhadap Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti Dilimpahkan ke Itwasum Polri, Ini Kata TPDI
"Anehnya, untuk kasus yang sama, para pihak yang sama, objek laporan yang sama dari sumber masalah yang sama di Polda yang satu dan sama pula, tetapi dibuat dua laporan berbeda oleh pelapor FSK terhadap SYK. Ini jelas sebagai penyalahgunaan wewenang dan melanggar etika profesi. Untuk itu klien kami mau menuntut balik FSK," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.