Hadapi Tantangan Bidang Hukum, Pakar Sebut UU Polri Harus Direvisi
Menurutnya, selain terkait perkembangan permasalahan hukum, peran dan fungsi Polri dalam hal intelijen dan penyadapan juga harus diperkuat.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNEWS.COM - Guru Besar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad, mengatakan revisi Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 22 tentang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri) adalah sebuah keharusan.
Hal ini mengingat UU Polri sudah berusia 20 tahun.
"Sudah banyak perkembangan hukum, putusan MK, dinamika masyarakat, tantangan hukum, perkembangan informasi dan teknologi yang kemudian itu mendorong perlunya perubahan UU Polri,” kata dia.
Hal itu disampaikan Suparji saat menjadi narasumber dalam diskusi ‘RUU Perubahan UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia’ di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Rabu, 24 Juli 2024.
Saat ini permasalahan hukum berkembang pesat, mulai dari peretasan, penipuan dan perjudian online, serta kasus-kasus hukum lainnya.
Sehingga, menurut Suparji, UU Polri harus direvisi untuk menjawab tantangan dan perkembangan masalah-masalah hukum tersebut.
“Tidak bisa tidak, sehingga perlu sebuah keniscayaan, Polri yang mampu bekerja secara profesional, prosedural dan memiliki landasan hukum yang kuat. Itulah kemudian yang saya maknai sebagai sebuah keniscayaan,” ujarnya.
Menurutnya, selain terkait perkembangan permasalahan hukum, peran dan fungsi Polri dalam hal intelijen dan penyadapan juga harus diperkuat.
Penguatan tersebut dimaksudkan sebagai penegasan tugas dan wewenang Polri dalam hal intelijen adalah untuk keamanan negara dalam negeri, bahan penegakan hukum, deteksi dan peringatan dini untuk pencegahan, penangkalan serta penanggulangan ancaman dalam negeri.
“Sementara terkait penyadapan, harus sesuai dengan UU lain yang terkait, yakni UU KPK dan UU Kejaksaan,” katanya.
Baca juga: Dugaan Penyiksaan oleh Oknum Polisi Saat Terpidana Kasus Vina Diperiksa, LPSK: Info yang Kami Terima
Namun demikian, Suparji mengakui bahwa di sisi yang lain, muncul sejumlah kekhawatiran akan adanya gesekan dengan lembaga lain, terutama dengan TNI dalam hal keamanan negara atau nasional.
“Soal makna keamanan nasional, yang pada dasarnya sebetulnya yang dituju dalam konteks revisi UU ini adalah keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk ancaman dari luar negeri, bahwa ancaman dari luar negeri tidak sebatas pertahanan negara, tetapi juga kemudian berbicara soal keamanan dan ketertiban masyarakat,” ungkapnya.
Suparji menyampaikan, justru dengan adanya revisi UU Polri tersebut, akan terbangun sebuah sistem dan pola yang terintegrasi antara keamanan dan pertahanan negara.
“RUU TNI dan RUU Polri harapannya mampu mencegah ego sektoral itu. Bagaimana TNI-Polri membangun sebuah kolaborasi yang baik dalam konteks menjaga keamanan, ketertiban dan pertahanan negara,” ujarnya.
Baca juga: Soal Revisi UU TNI Boleh Berbisnis, Mahfud MD: Setiap Perubahan Timbulkan Akibat Baru
Ke depan, Suparji mengatakan, ancaman-ancaman terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara akan semakin masif dan dinamis.
Sehingga, menurut Suparji, sangat disayangkan jika masih ada ego sektoral dalam konteks keamanan dan pertahanan.
“Harapan saya, UU TNI yang juga sedang direvisi, dan UU Polri, mampu membangun irisan, mampu membangun sebuah perpaduan yang memang RUU Keamanan Nasional sebetulnya juga satu jawaban itu, tetapi kalau memang itu belum ada tanda-tanda konkret, maka momentum perubahan kedua UU ini dapat menjadi pintu masuk untuk membangun kolaborasi,” katanya.