KPK Diminta Usut Proyek Jalur KA Besitang–Langsa Diduga Rugikan Negara Rp1,1 Triliun
Dedy mencontohkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) yang sebelumnya telah berhasil mengusut kasus korupsi di BPK yang menyeret anggota BPK, Achsanul Qosasi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang–Langsa (Sumatera Utara-Aceh) yang diduga merugikan negara Rp1,1 triliun, di mana saat ini dalam proses pengadilan.
Dalam proyek ini diduga ada oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut menerima aliran uang 1,5 persen dari nilai kontrak Rp10.250.000.000.
Aliran uang untuk BPK bersumber dari proyek konstruksi BSL-18 yang dikerjakan oleh PT Agung-Tuwe.
Menurut jaksa, uang untuk BPK merupakan commitment fee 10 persen yang diberikan PT Agung-Tuwe kepada Halim Hartono selaku Pejabat Pembuat Komitemen (PPK) jalur KA Besitang–Langsa.
Koordinator Masyarakat Peduli dan Anti Korupsi (MPAK), Dedy Hariyadi Sahrul, meminta KPK untuk turun untuk menindaklanjuti kasus ini.
Apalagi kasus ini juga menyeret oknum petinggi BPK yang diduga berasal dari partai politik tertentu.
"Kami sebagai komunitas Masyarakat Peduli dan Anti Korupsi mendesak KPK agar mau turun tangan menindaklanjuti kasus ini, apalagi di sini ada oknum BPK yang diduga juga dari partai penguasa," kata Dedy kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/7/2024).
Baca juga: Terungkap 8 Perusahaan Titipan Eks Dirjen Perkeretaapian di Kasus Korupsi Jalur KA Besitang-Langsa
Menurut Dedy, KPK harus berani meski pun di situ ada pejabat tinggi negara.
Apalagi ketika menyangkut BPK yang merupakan lembaga sangat strategis karena bertugas mengawasi serta memeriksa keuangan.
"Kalau menyangkut kasus oknum BPK diabaikan bagaimana penegakan hukum yang berkeadilan bisa dilakukan. BPK itu adalah sumber awal karena di sana ada tugas pemeriksaan keuangan. Maka jangan sampai BPK ini masuk angin sehingga hasil pemeriksaannya bisa dimanipulasi," katanya.
Dedy mencontohkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) yang sebelumnya telah berhasil mengusut kasus korupsi di BPK yang menyeret anggota BPK, Achsanul Qosasi.
"Ini tentu ujian juga bagi KPK. Apakah mereka berani mengusut kasus ini. Kalau melihat record saya optimis KPK akan mampu mengusut ini meski pun bahkan menyeret petinggi BPK. Kejagung saja kan bisa tuh, masa KPK tidak bisa," ujarnya.
Baca juga: Tutupi Muka, Anggota DPR Ujang Iskandar Dikabarkan Operasi Wajah di Vietnam Sebelum Ditangkap
Sebelumnya dalam surat dakwaan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2024) terungkap bahwa dalam proyek ini, oknum BPK menerima commitment fee 10 persen yang diberikan PT Agung-Tuwe kepada Halim Hartono selaku PPK jalur KA Besitang–Langsa.
“Pemberian uang dari Sulmiyadi (PT Agung-Tuwe, JO selaku pelaksana BSL-18) kepada Halim Hartono melalui Andri Fitria sebagai bentuk komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak untuk Halim Hartono,” kata jaksa.
“Sebesar 1,5 persen untuk pokja (kelompok kerja), dan sebesar 1,5 persen untuk BPK dengan total sebesar Rp10.250.000.000,” ucap dia.
Dalam perkara ini, Halim Hartono menjadi terdakwa bersama eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik; eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Amanna Gappa; Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan; Beneficial Owner dari PT. Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana, Freddy Gondowardojo.
Perkara ini juga menjerat eks PPK, Akhmad Afif Setiawan; eks Kasi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Rieki Meidi Yuwana.
Tak hanya tujuh terdakwa, eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Hendy Siswanto; dan eks Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono juga disebut terlibat dalam perkara ini.
Berdasarkan surat dakwaan, jaksa mengungkapkan bahwa telah dilakukan review desain pembangunan jalur KA antara Sigli–Bireun dan Kutablang–Lhokseumawe–Langsa–Besitang dalam tahap perencanaan.
Padahal, belum dilaksanakan kegiatan prastudi kelayakan (preliminitary feasibility study), studi kelayakan (feasibility study) dan belum ada penetapan trase dari Kemenhub.
Jaksa menyebut, eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara memerintahkan Pokja mengerjakan review desain untuk dikerjakan Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan.
Baca juga: Kata Kepala BP2MI usai Diperiksa Bareskrim soal Sosok T Pengendali Judi Online di Indonesia
Arista Gunawan, kata jaksa, meminjam PT Budhi Cakra Konsultan untuk mengikuti tender kegiatan Review Desain Pembangunan Jalur KA Besitang–Langsa dengan memberikan fee 5 persen.
“Hendy Siswanto dan Abdul Kamal tetap melakukan pembayaran 100 persen kepada PT Budhi Cakra Konsultan walaupun Arista Gunawan tidak menyelesaikan pekerjaan,” papar jaksa.