Sidang Kasus TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh, Saksi Dicecar soal Pembelian Rumah Rp 5 Miliar
Hakim mendalami soal pembelian rumah yang dilakukan Hakim Agung nonaktif, Gazalba Saleh dalam persidangan Senin (29/7/2024).
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mendalami soal pembelian rumah yang dilakukan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dalam persidangan Senin (29/7/2024).
Persidangan ini digelar atas kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret Gazalba Saleh sebagai terdakwa.
Pendalaman dilakukan dengan menggali keterangan dari saksi Heny Batara Maya sebagai pemilik rumah mewah di daerah Tanjung Barat, Jakarta Selatan.
Menurut keterangan Heny, rumah miliknya dibeli Gazalba pada Bulan Ramadhan tahun 2020. Saat itu Gazalba pertama kali survei rumah bersama istrinya.
"Pernahkan terdakwa Gazalba Saleh datang ke rumah ibu?" taya Hakim Ketua Fahzal Hendri kepada saksi Heny.
"Iya datang ke rumah saya bersama seorang ibu, saya tidak tahu namanya. Berdua datang pada saat bulan puasa," jawab Heny.
"Tahun 2020?"
"2020."
Pada pertemuan pertama, Heny menawarkan rumah dengan tanah seluas 850 meter persegi itu seharga Rp 6,8 miliar.
"Melihatlah rumah, survei, tanya berapa. Saya buka 6,8 pada saat itu," ujar Heny.
Masih pada Bulan Ramadhan 2020, Gazalba menelpon Heny dan mengajukan penawaran.
Saat itu, Gazalba menawar harga rumah tersebut menjadi Rp 5,8 miliar. Harga itu pun kemudian disepakati oleh Heny.
"Ada telpon masih dalam bulan puasa. Ditawar 5,8," kata Heny.
"Bagaimana jawab ibu?" tanya Hakim Fahzal.
"Jadi saya sudah bicara dengan orang tua saya di Makassar. Ya sudah kalau begitu enggak apa-apa. Nanti prosesnya dilanjut saja. 5,8 deal kayaknya," ujar Heny.
Pembayaran untuk rumah tersebut dilakukan melalui transfer ke rekening tante Heny yang bernama Norma, sebab namanya yang tertulis di dalam sertifikat sebelum dibeli Gazalba.
"Pak Gazalba ini selalu memberikan, membayar itu bukan ke rekening saya atau ibu saya. Tapi ke rekening Ibu Norma."
Baca juga: Terungkap, Hakim Agung Gazalba Saleh Pakai KTP Sendiri Tukar Dolar Singapura Senilai Rp 5 Miliar
Begitu dilunasi, kunci rumah langsung diserahkan kepada Gazalba.
Namun menurut kesaksian Heny, rumah yang sudah dibeli itu tak pernah ditinggali Gazalba maupun orang lain. Katanya, hanya ada orang yang rutin membersihkan rumah tersebut.
"Kepada siapa ibu memberikan kuncinya?" tanya Hakim.
"Langsung ke Pak Gazalba," jawab Heny.
"Setelah itu langsung ditempati atau tidak? Ibu kan tinggal di dekat situ juga," kata Hakim Fahzal.
"Menurut pengamatan saya, itu tidak pernah ditempati. Jadi begini Yang Mulia, yang membersihkan semak belukar itu kerja sama saya. Jadi sata tahulah karena biasa mantau."
Adapun dalam kasus ini, Gazalba Saleh dijerat terkait penerimaan gratifikasi 18.000 dolar Singapura dari pihak berperkara, Jawahirul Fuad.
Jawahirul Fuad sendiri diketahui menggunakan jasa bantuan hukum Ahmad Riyad sebagai pengacara.
Selain itu, Gazalba Saleh juga didakwa menerima SGD 1.128.000, USD 181.100, dan Rp 9.429.600.000.
Jika ditotalkan, maka nilai penerimaan gratifikasi dan TPPU yang dilakukan Gazalba Saleh senilai Rp 25.914.133.305 (Dua puluh lima miliar lebih).
Penerimaan uang tersebut terkait dengan pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung.
"Bahwa terdakwa sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung RI, dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar Amerika serta Rp 9.429.600.000,00," kata jaksa KPK dalam dakwaannya.
Akibat perbuatannya, dia dijerat dakwaan primair: Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Hakim Agung itu juga diduga menyamarkan hasil tindak pidana korupsinya, sehingga turut dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam dakwaan TPPU, Gazalba Saleh dijerat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.