Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kaget PN Surabaya Bebaskan Ronald Tannur, Mahfud Duga Putusan Bebas Terjadi karena 3 Hal, Apa Saja?

Mahfud memandang secara akal sehat masyarakat bisa meyakini dengan jelas peristiwa penganiayaan yang dilakukan Ronald kepada Dini telah terjadi.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kaget PN Surabaya Bebaskan Ronald Tannur, Mahfud Duga Putusan Bebas Terjadi karena 3 Hal, Apa Saja?
Tangkapan Layar: Kanal Youtube Youtube Mahfud MD Official
Mantan Menko Polhukam sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD bicara soal bebasnya Ronald Tannur. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menko Polhukam sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD mengaku kaget ketika mendengar Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan membebaskan Gregorius Ronald Tannur dalam sidang putusan pada Rabu (24/7/2024) pekan lalu.

Ia mengaku kaget karena pada saat kasus dugaan penganiayaan berujung kematian kekasih Ronald, Dini Sera Afrianti, mencuat ke publik respons dari PKB di mana orang tua Ronald bernaung dan menjadi legislator DPR RI serta pihak kepolisian dan kejaksaan meyakinkan bahwa Ronald bersalah.

Terlebih, menurutnya saat itu proses pembuktian dalam kasus tersebut tidak sulit mengingat bukti-bukti baik berupa video hingga hasil autopsi terungkap ke publik.

"Kok tiba-tiba ini, 8 bulan kemudian tahu-tahu bebas. Kita semua kaget," kata Mahfud di kanal Youtube Mahfud MD Official, Selasa (30/7/2024).

Baca juga: Sahroni Ngaku Malu Tahu Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur: Putusannya Tidak Berdasar

Ia menduga putusan tersebut bisa terjadi karena tiga hal.

Pertama, kata dia, karena hakimnya tidak profesional.

Berita Rekomendasi

Hal tersebut terindikasi dari bagaimana bukti-bukti penganiayaan yang belakangan mengakibatkan Dini tewas telah ditunjukkan di pengadilan.

Mahfud memandang secara akal sehat masyarakat bisa meyakini dengan jelas peristiwa penganiayaan yang dilakukan Ronald kepada Dini tersebut telah terjadi.

Akan tetapi, kata dia, hakim memiliki penafsiran berbeda dengan akal sehat masyarakat terkait penyebab kematian Dini.

"Dugaan orang hakimnya tidak profesional. Bisa ya, bisa tidak. Ini bagian dari ironi penegakan hukum kita. Bisa saja memang hakimnya nggak benar. Semua orang tahu, public common sense kan sudah jelas bahwa itu ada penyiksaan, ada luka, ada autopsi dan sebagainya yang kemudian ditunjukkan di pengadilan," kata dia.

"Tetapi itu ditafsirkan oleh hakim itu tidak menyebabkan kematian, bukan itu yang menyebabkan kematian meskipun peristiwanya benar. Ya kan. Misalnya ada bahwa pendarahan itu tidak selalu menjadi penyebab kematian. Tetapi peristiwa kenapa pendarahan itu terjadi kan sudah ada," sambung dia.


Kemungkinan kedua, kata Mahfud, putusan itu disebabkan konstruksi dakwaan jaksa penuntut umum kurang cermat.

Baca juga: PN Surabaya Tegaskan Tidak Punya Wewenang Periksa Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur

Namun ia meyakini jaksa penuntut umum membuat konstruksi dakwaan dengan benar.

"Saya sendiri percaya jaksanya benar. Tapi saya kan buka kemungkinan. Satu, yang paling mungkin kesalahan itu ada di hakim, tapi kita tidak boleh juga menyalahkan hakim. Mungkin juga jaksa," kata dia.

Kemungkinan ketiga, putusan tersebut disebabkan dari penanganan perkara di tingkat kepolisian.

Menurutnya, hal itu mungkin terjadi apabila polisi tidak betul-betul dapat meyakinkan jaksa pada saat pelimpahan berkas perkara.

"Ada juga (kemungkinan) di tingkat polisi, bisa saja. Ketika menyampaikan pada jaksa, mungkin tidak betul-betul meyakinkan tetapi disusun seakan meyakinkan. Itu bisa saja," kata dia.

Akan tetapi, Mahfud menilai penjelasan hakim masih meragukan terkait penyebab kematian Dini.

Menurutnya, rangkaian peristiwa sebelum Dini tewas juga seharusnya menjadi pertimbangan hakim.

"Tapi penjelasan hakim yang dimuat di media juga masih meragukan. Kalau dikatakan bahwa pendarahan tidak selalu menyebabkan kematian, kan bukan itu soalnya. Bahwa penganiayaan yang sangat luar biasa terjadi kan tidak hilang dari kesimpulan bahwa pendarahan itu tidak selalu menyebabkam kematian. Kan itu mencurigakan juga," kata dia.

"Hakim kenapa itu menjadi alasan untuk membebaskan? Apalagi kalau dakwaannya berlapis. Kan mestinya ada. Tapi oke, kita lihat perkembangannya," sambung dia.

Baca juga: Beda Harta Hakim yang Memvonis Bebas Ronald Tannur dan Hakim Eman yang Menangkan Pegi

Untuk itu menurutnya masih terdapat tiga pintu yang dapat ditempuh untuk memperjuangan keadilan bagi almarhum Dini dan keluarganya.

Pertama, kata dia, kasasi oleh kejaksaan.

Kedua, pemeriksaan Badan Pengawas Hakim di Mahkamah Agung.

Ketiga, penyelidikan Komisi Yudisial.

Dari ketiga pintu yang disebutkannya, Mahfud cenderung percaya kasasi dapat memberikan keadilan bagi keluarga korban.

Anak anggota DPR dari PKB Edward Tannur, Gregorius Ronald (31) Tannur divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya setelah dianggap tidak terbukti melakukan pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afriyanti (29) pada 3 Oktober 2023 lalu.
Anak anggota DPR dari PKB Edward Tannur, Gregorius Ronald (31) Tannur divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya setelah dianggap tidak terbukti melakukan pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afriyanti (29) pada 3 Oktober 2023 lalu. (Tribun Jatim/Toni Hermawan)

Hal tersebut, kata dia, mengingat sudah terdapat yurisprudensi di mana kasasi yang diajukan kejaksaan dimenangkan.

"Karena dulu pernah kasasi, jaksa berhasil dan luar biasa. Ketika anda tahu kasus Indosurya? Bebas murni katanya. Wah kita nggak terima, harus diperiksa lagi," kata dia.

"Dituntut lagi dari kasus lain yang terkait itu, biar tidak nebis in idem. Tapi sebelum itu kita harus kasasi. Begitu kasasi kan kena, kalau tidak salah 17 tahun. Artinya bisa yang bebas itu dihukum di tingkat MA," sambung dia.

Menurutnya kasus tersebut harus diungkap ke publik dan tidak bisa diabaikan.

Terlebih, putusan tersebut memicu opini di masyarakat yang menilai Ronald bisa bebas karena mendapat keistimewaan sebagai anak anggota DPR yang belakangan telah dinonaktifkan baik di partai maupun di DPR oleh PKB.

"Kalau hanya karena anak (anggota) DPR begitu, lalu diberi keistimewaan seperti itu, itu kan tidak boleh. Anak presiden pun tidak boleh. Apalagi anak anggota DPR saja," kata dia.

Diberitakan sebelumnya Majelis hakim di PN Surabaya dalam amar putusannya menyatakan, Gregorius Ronald Tannur dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini.

Ronald juga dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis dibuktikan dengan upaya Ronald membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Untuk itu, Ronald dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.

Majelis hakim kemudian membebaskan Ronald dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas dalam sidang pada Rabu (24/7/2024).

Vonis tersebut pun menuai kecaman baik dari masyarakat maupun anggota DPR.

Komisi III DPR pun baru-baru ini telah menggelar rapat bersama keluarga korban untuk mendengar kesaksian dari keluarga korban.

Namun pihak Kejari Surabaya menyatakan akan mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut.

Namun demikian, upaya itu masih menunggu salinan putusan dari PN Surabaya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas