Terbukti Korupsi Pesawat, Eks Dirut Garuda Indonesia Divonis 5 Tahun Penjara
Dalam putusannya, hakim juga menghukum Emirsyah Satar untuk membayar denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar divonis lima tahun penjara atas kasus korupsi pengadaan Pesawat Bombardier CRJ-1 000 dan Sub-100 seater Turboprop ATR72-600 tahun 2011.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).
Dalam putusannya, hakim juga menghukum Emirsyah Satar untuk membayar denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," ujar Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh.
Selain itu, Emirsyah juga dalam perkara ini divonis untuk membayar uang pengganti USD 86.367.019.
Jika uang pengganti tidak dibayar, maka harta bendanya akan dilelang untuk menutupi kerugian negara.
"Dengan ketentuan terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun," ujar Hakim.
Baca juga: Hakim Sebut Korupsi Proyek Tol MBZ Buat Pengguna Jalan Tidak Nyaman
Hukuman demikian dijatuhkan Majelis Hakim karena menilai Emirsyah terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dalam putusannya, Majelis Hakim memiliki sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan.
Emirysah sebagai eks direktur umum perusahaan negara, diberatkan karena tidak melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.
"Keadaan yang memberatkan, Terdakwa sebagai salah satu dirut BUMN tidak berupaya mewujudkan pelaksanaan amanat Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme," kata Hakim.
Baca juga: Barang Sitaan KPK setelah Geledah Besar-besaran di Kota Semarang, dari Dokumen hingga Uang Euro
Kemudian untuk hal yang meringankan hukuman, Majelis Hakim memiliki dua pertimbangan. Di antaranya, Majelis Hakim menilai bahwa Emirsyah bersikap sopan dalam persidangan.
Kemudian dia juga sedang menjalani hukuman pada perkara lain, sehingga dijadikan pertimbangan meringankan.