Kepala BKKBN: Aborsi Diizinkan untuk Kasus Perkosaan dan Darurat Medis
Aturan mengenai aborsi bukanlah hal baru. Sebelumnya, aborsi diatur dalam PP No. 61/2014 dan Undang-Undang No. 1/2023.
Penulis: M Alivio Mubarak Junior
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Alivio Mubarak Junior
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo merespons Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 yang mengatur aborsi bagi korban pemerkosaan.
Peraturan ini merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 yang memperbolehkan aborsi dalam dua kondisi yaitu indikasi kedaruratan medis dan korban tindak pidana pemerkosaan.
Pasal 116 dari peraturan tersebut merinci bahwa indikasi kedaruratan medis mencakup ancaman terhadap nyawa ibu hamil dan kondisi janin dengan cacat bawaan yang tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
Hasto menjelaskan bahwa aturan aborsi hanya berlaku dalam keadaan darurat, termasuk bagi wanita yang hamil akibat pemerkosaan, yang sering kali mengalami dampak psikologis berat.
Baca juga: Jokowi Teken PP No 28 Tahun 2024, Perbolehkan Aborsi dengan Syarat
"Ini darurat sudah diperkosa, dia stres, hamil lagi. Takut stres. Nah dikaji hal ini kalau diperkosa terus stres, kalau tidak diaborsi, dia bisa skizofrenia, bisa depresi, bisa bunuh diri. Sehingga mengancam jiwa," kata Hasto di kawasan Halim, Jakarta Timur, Jumat (9/8/2024).
Aborsi tidak bisa dilakukan sembarangan, dan ada batas usia kandungan yang diizinkan, yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Hasto juga mengingatkan bahwa aturan mengenai aborsi bukanlah hal baru.
Sebelumnya, aborsi diatur dalam PP No. 61/2014 dan Undang-Undang No. 1/2023, dengan batas usia kandungan yang diperbolehkan adalah 14 minggu.
Selain kasus pemerkosaan, aborsi juga diizinkan dalam kasus kesehatan ibu yang terancam atau janin yang tidak sempurna, yang dikenal dengan istilah abortus medicinalis.