Airlangga Hartarto Mundur Jadi Ketum Golkar, Desakan Serupa Sudah Terjadi sejak Tahun Lalu
Desakan Airlangga untuk mundur sebenarnya sudah bergulir sejak tahun lalu. Saat itu, dia didesak mundur karena dipanggil Kejagung dan dukung Prabowo.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Airlangga Hartarto resmi menyatakan mundur sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Dia mengungkapkan keputusan pengunduran dirinya ini demi fokus mengawal transisi pemerintahan dari era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Presiden Terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto.
"Setelah mempertimbangkan dan untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan tejradi dalam waktu dekat," kata Airlangga dalam video dikutip dari Kompas.com, Minggu (11/8/2024).
Pada kesempatan tersebut, Airlangga juga menjelaskan bahwa dirinya telah resmi menaytakan mundur sebagai orang nomor satu di partai beringin itu sejak kemarin, Sabtu (10/8/2024).
Setelah itu, dia mengungkapkan pemilihan ketua umum yang baru bakal sesuai dengan AD/ART partai.
"Semua proses ini akan dilakukan dengan damai, tertib dan menjunjung tinggi marwah Partai Golkar.
Terlepas dari keputusan Airlangga untuk mundur, isu serupa juga sempat bergulir menjelang Pilpres 2024, tepatnya pada pertengahan tahun 2023 lalu.
Airlangga Didesak Mundur karena Diperiksa Kejagung dan Dukung Prabowo jadi Capres 2024
Pada pertengahan tahun 2023 lalu, desakan agar Airlangga mundur menjadi Ketua Umum Partai Golkar bergulir.
Baca juga: Mundur dari Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi Hingga Prabowo
Ada dua hal yang mendasari desakan sosok yang juga menjabat sebagai Menko Perekonomian itu bisa bergulir.
Pertama, saat dirinya diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah dan produk turunan tahun 2021.
Dikutip dari Kompas.com, dia diperiksa pada 24 Juli 2023 lalu sebagai saksi atas tiga tersangka korporasi yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Pemeriksaan ini pun menimbulkan desakan agar Airlangga mundur sebagai Ketua Umum Golkar.
Hal ini sempat disampaikan oleh anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan Hisjam.
Hisjam menganggap saat Airlangga diperiksa terkait kasus dugaan korupsi, meski masih berstatus saksi, maka dia sudah tidak bersih.
"Kalau sudah dipanggil oleh kejaksaan (selama) 12 jam, apa itu masih bisa dikatakan bersih?" kata Hisjam.
Saat itu, dia juga mengklaim banyak mendapatkan telepon dari beberapa Ketua DPD Golkar yang mengaku mendapatkan arahan dari DPP untuk terus mendukung Airlangga.
Dukungan ini, kata Hisjam, terjadi di tengah dorongan agar digelarnya musyawarah nasional luar biasa (munaslub).
"(Beberapa Ketua DPD Golkar) kan junior-junior saya semua itu. Jadi, jangan ada dusta di antara kita," tuturnya.
Kendati demikian, Hisjam justru menantang para Ketua DPD Golkar agar menentang kepemimpinan Airlangga.
Ketika itu, dia meyakini bahwa jika Golkar masih dipimpin Airlangga, maka akan mengalami penurunan suara saat Pemilu 2024.
"Ya silahkan dua pertiga (DPD Golkar) pertahankan Airlangga, hancur mereka semua. (Elektabilitas) Golkar bukan tiga sampai enam persen, tapi (bakal) turun di bawah empat persen, jadi partai gurem," jelasnya.
Lalu, desakan mundur selanjutnya adalah ketika Airlangga memutuskan untuk mendukung Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menjadi capres di Pilpres 2024.
Padahal, berdasarkan keputusan musyawarah nasional (Munas) Golkar, Airlangga ditetapkan sebagai capres.
Baca juga: Alasan Airlangga Hartarto Mundur dari Ketum Golkar: Demi Menjaga Stabilitas Transisi Pemerintahan
Hisjam, saat itu, menyebut bahwa keputusan untuk mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo tidak dimusyawarahkan terlebih dahulu lewat musyawarah nasional luar biasa (munaslub).
"Ya kan dukung-dukung saja, boleh saja. Tapi kan konsitusinya Golkar kan harus dilewatin, melalui yang namanya proses konstitusi di Golkar, yaitu melalui Munaslub," kata Hisjam pada 13 Agustus 2023 lalu.
Hisjam juga menganggap deklarasi bersama ketika itu antara Golkar dengan PAN, PKB, dan Gerindra di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta Pusat merupakan keputusan Airlanggan, bukan keputusan Golkar.
"Bahwa dia mau merubah (keputusan Airlangga menjadi capres Golkar), ya boleh. Mendukung Prabowo, boleh, dukung Ganjar boleh, dukung Anies boleh, dukung dirinya boleh."
"Tapi harus melalui satu prosedur, iya (munaslub). Aturannya tetap harus dilewati. Kalau enggak, bisa digugat itu sama anggota di Golkar karena tidak melalui proses administrasi konstitusi yang benar," jelas Hisjam.
Dengan adanya hal ini, munculah desakan agar Airlangga untuk diberhentikan menjadi Ketua Umum Partai Golkar.
Desakan itu salah satunya muncul dari politisi senior Golkar, Lawrence Siburian.
"Per hari ini, dia justru tidak melaksanakan rapimnas, tapi justru mendukung capres Bapak Prabowo Subianto. Persoalan dia berkoalisi tidak kami permasalahkan sama sekali, tapi Pak Airlangga mengambil sikap seperti itu (mendukung Prabowo jadi capres), kami anggap langkah pribadi dan tidak ada kaitan dengan Partai Golkar," kata Siburian.
Baca juga: BREAKING NEWS: Airlangga Akui Sudah Sampaikan Pengunduran Dirinya dari Ketua Umum Golkar Sejak Sabtu
Dia menganggap Airlangga telah melakukan penyalahgunaan wewenang karena mengatakan rapimnas Golkar memutuskan untuk mendukung Prabowo, padahal nyatanya dirinya dicalonkan sebagai capres di Pilpres 2024.
Siburian dengan politisi senior Golkar lainnya pun melaporkan Airlangga ke Dewan Etik Partai.
"Kami harap Pak Airlangga diberikan hukuman terberat yaitu pemberhentian menjadi Ketua Umum Golkar dan setelah itu direkomendasikan untuk digelar Musyawarah Luar Biasa," kata Siburian.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Igman Ibrahim)(Kompas.com/Tria Sutrisna/Tatang Guritno)
Artikel lainnya terkait Partai Golkar dan Dinamikanya
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.