Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Agung Gazalba Saleh Tak Laporkan Alphard dan Harta Lainnya ke LHKPN

Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh disebut tidak melaporkan secara lengkap harta kekayaannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Hakim Agung Gazalba Saleh Tak Laporkan Alphard dan Harta Lainnya ke LHKPN
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung Gazalba Saleh berjalan mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/7/2024). Sidang lanjutan Hakim Agung nonaktif itu beragendakan mendengar keterangan 3 orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Gazalba Saleh disebut tidak melaporkan secara lengkap harta kekayaannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh disebut-sebut tidak melaporkan secara lengkap harta kekayaannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Hal itu diungkapkan saksi Deny Setianto yang merupakan pemeriksa LHKPN pada Direktorat LHKPN KPK dalam persidangan lanjutan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Gazalba Saleh sebagai terdakwa.

Di dalam persidangan, jaksa penuntut umum KPK menggali soal beberapa harta milik Gazalba, di antaranya Mobil Alphard.

Namun saksi Deny mengungkapkan bahwa Gazalba tidak pernah melaporkan memiliki Alphard.

Untuk mobil, Gazalba disebut sebut hanya melaporkan Toyota Avanza, Honda City, dan Toyota Fortuner.

"Tadi kami cross check untuk pelaporan beliau dari 2010, 2016, 2017, sampai terakhir 2020 mobil yang pernah dilaporkan ada Toyota Avanza. Kemudian Honda City itu sudah dilepas, kemudian terakhir Toyota Fortuner itu pernah dilaporkan LHKPN atas nama Bapak Gazalba Saleh," ujar saksi Deny dalam persidangan Senin (12/8/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

"Enggak ada Alphard?" tanya jaksa penuntut umum.

BERITA REKOMENDASI

"Tidak ada," jawab Deny.

Kemudian jaksa juga menggali soal aset-aset tanah dan bangunan yang diduga tak dilaporkan Gazalba Saleh ke dalam LHKPN. Di antaranya, terdapat aset tanah dan bangunan di Tanjung Barat.

"Kemudian kepemilikan aset 2020 beralamat di Tanjung Barat?" tanya jaksa penuntut umum.

"Kami tidak menemukan adanya kepemilikan tanah dan bangunan di Tanjung Barat itu di 2020 karena kalau seharusnya beliau memiliki itu di 2020, maka laporannya masuk ke periodik 2020 atau 2021," kata Deny.

Baca juga: KPK Respons Hakim Agung Gazalba Saleh Kirim Pesan ke Wadirut RSUD Pasar Minggu dari Dalam Sel

Aset tanah dan bangunan lainnya yang diduga tak dilaporkan ialah vila di Bogor dan rumah di Citra Grand

Padahal tanah dan bangunan tersebut terungkap di persidangan sebelumnya, dibeli Gazalba Saleh.

"Vila di Cariu Bogor perolehan Juni 2021?" ujar jaksa.

"Untuk perolehan Juni 2021 seharusnya masuk di periodik 2021 dan kami tidak mencatat kepemilikan aset di wilayah Bogor," kata Deny.

"Kemudian untuk Citra Grand?"

"Di data kami tidak ada kepemilikan Citra Grand."

Lalu jaksa juga mendalami kepada saksi Deny mengenai rumah di Sedayu City Kelapa Gading.

Deny mengungkapkan bahwa rumah tersebut tidak pernah ada di LHKPN Gazalba Saleh.

"Kemudian rumah di Sedayu City Kelapa Gading perolehan Agustus 2019?"

"Di 2021 tidak ada. Di 2020 untuk Kelapa Gading juga tidak ada, di 2019 juga tidak tercatat."

Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dalam sidang lanjutan kasus gratifikasi dan pencucian uang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (12/8/2024)
Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dalam sidang lanjutan kasus gratifikasi dan pencucian uang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (12/8/2024) (Tribunnews.com/ Ashri Fadilla)

Pada persidangan yang sama, Gazalba Saleh berdalih bahwa ketidak lengkapan pengisian LHKPN karena dia merasa rumit.

"Pengisian LHKPN ini kan rumit menurut saya karena saya tidak punya dasar pengetahuan tentang statistik apa dan sebagainya," kata Gazalba saat diberi kesempatan Majelis Hakim berbicara di persidangan.

Dalam perkara ini, Gazalba Saleh dijerat atas dugaan penerimaan gratifikasi 18.000 dolar Singapura dari pihak berperkara, Jawahirul Fuad.

Jawahirul Fuad sendiri diketahui menggunakan jasa bantuan hukum Ahmad Riyad sebagai pengacara.

Selain itu, Gazalba Saleh juga didakwa menerima SGD 1.128.000, USD 181.100, dan Rp 9.429.600.000 dari pengurusan perkara-perkara lainnya di lingkungan MA.

Total nilai penerimaan gratifikasi dan TPPU yang dilakukan Gazalba Saleh senilai Rp 25.914.133.305 (Dua puluh lima miliar lebih).

"Bahwa terdakwa sebagai Hakim Agung Mahkamah Agung RI, dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, telah menerima gratifikasi sebesar 18.000 dolar Singapura sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa 1.128.000 dolar Singapura, 181.100 dolar Amerika serta Rp 9.429.600.000,00," kata jaksa KPK dalam dakwaannya.

Baca juga: Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh Beli Kaca Rp 13 Juta untuk Rumah Teman Perempuan

Akibat perbuatannya, dia dijerat Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian Hakim Agung itu juga diduga menyamarkan hasil tindak pidana korupsinya, sehingga turut dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dalam dakwaan TPPU, Gazalba Saleh dijerat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas