PBNU Sayangkan Ahmad Iman Sukri Ikut Cawe-Cawe Polemik PKB-NU
Ketua DPP PKB, Ahmad Iman Sukri nilai tidak memiliki kapasitas bersuara di polemik antara PKB dengan PBNU
Penulis: Reza Deni
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Umarsyah menganggap Ketua DPP PKB, Ahmad Iman Sukri tidak memiliki kapasitas bersuara di tengah polemik antara PKB dengan PBNU.
Kata dia, Iman bukan bagian dari nahdliyin yang jatuh bangun dalam pembentukan PKB.
Status Iman politikus Partai Rakyat Demokratik (PRD) saat PKB resmi menjadi partai politik.
"Tak hanya Iman, Ketua DPP PKB Dita Indah Sari dan Ketua OC Muktamar PKB Faisol Reza juga mantan politikus PRD," kata Umarsyah di Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Menurut dia, ketiga nama tersebut baru bergabung menjadi kader PKB setelah PRD mengalami kegagalan dalam Pemilu 1999.
Sebab itu, Umarsyah menegaskan Iman tidak pantas bersuara lantaran berjarak saat pembentukan PKB dan tidak mengetahui lebih dalam cita-cita pendirinya.
"Tidak pada koridornya, tidak pantas," ujar Umarsyah.
Menurut Umarsyah, posisi Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya untuk membenahi PKB sudah benar.
Pasalnya, dikatakan Umarsyah, Gus Yahya sudah diberi mandat penuh dari Rais Aam PBNU KH Miftachul Ahyar.
"Lebih kacau kalau menolak mandat kiai-kiai," ujarnya.
Baca juga: Politikus PKB Enggan Spekulasi Soal Peran Penguasa di Balik Tensi Panas dengan PBNU
Umarsyah memandang, saat ini yang paling utama adalah bersatunya pengurus wilayah (PW) dan pengurus cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) untuk sama-sama membenahi PKB.
"Sebagai warga nahdliyin atau yang melahirkan PKB, sudah menjadi tanggung jawab bersama membenahi PKB yang sudah melenceng dari khittahnya," kata Umarsyah.
Adapun Gus Yahya mendapatkan mandat setelah ratusan kiai sepuh NU berkumpul di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Senin 12 Agustus 2024.
Pertemuan itu membahas perbaikan PKB yang dibidani organisasi keagamaan terbesar di Indonesia tersebut.
Dari pertemuan itu, terdapat pembahasan tentang melencengnya struktural PKB yang kini wewenangnya dipegang Ketua Umum PKB.
Dalam desain PKB saat didirikan nahdliyin melalui banyak kiai besar pada 1998, seharusnya pengendali kebijakan PKB dipegang Dewan Syura.
Pemberian mandat dari KH Miftachul Akhyar kepada Gus Yahya disampaikan langsung di Pesantren Miftahussunnah Surabaya, pada Selasa 13 Agustus 2024.
“Saya tadi mendapatkan perintah langsung dari Rais Aam untuk menindaklanjuti laporan dari para kiai,” kata Gus Yahya.
Sebelumnya, Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ahmad Iman Sukri, menolak tegas upaya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mencampuri urusan internal PKB.
Baca juga: Tindaklanjuti Mandat Tebuireng, Rais Aam PBNU Beri Mandat Khusus ke Gus Yahya untuk Perbaiki PKB
Hal ini disampaikan Iman usai Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, mengklaim telah mendapatkan mandat dari Rais Aam PBNU, KH Miftachul Ahyar, dari Tebuireng, Jawa Timur, untuk memperbaiki PKB.
Iman mengatakan, sejarah kelahiran PKB memang lekat dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Namun, partai berlambang sembilan bintang itu dan PBNU merupakan dua entitas yang berbeda.
Hubungan PKB cuma dengan Nahdlatul Ulama sebagai wadah aspirasi politik warga NU, bukan dengan PBNU. Ngaco itu (klaim Gus Yahya)," kata Iman dalam keterangannya, Rabu (14/8/2024).
Hubungan baik PKB dan NU, lanjut Iman, terjalin hingga saat ini.
Terbukti pada saat Pilpres 2024 ketika Ketua Umum DPP PKB, Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin maju sebagai calon wakil presiden, restu dari kiai-kiai hingga masyayikh NU mengalir deras.
"Jadi jangan asal klaim punya mandat, apalagi sampai mau mencampuri urusan internal. PBNU dan PKB secara perundang-undangan entitasnya berbeda. PKB di bawah UU Partai Politik, PBNU di bawah UU Organisasi Kemasyarakatan," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.