Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Bicara Pengunduran Diri Airlangga, Singgung Cawe-cawe Politik-Kasus yang Ditangani Kejagung

Ikrar menduga bahwa pengunduran diri Airlangga ada intervensi politik ataupun cawe-cawe politik dari kekuatan di atasnya.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pengamat Bicara Pengunduran Diri Airlangga, Singgung Cawe-cawe Politik-Kasus yang Ditangani Kejagung
TRIBUNNEWS
Pakar Ilmu Politik Ikrar Nusa Bhakti saat sesi wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Senin (12/8/2024) malam. Ikrar menduga bahwa pengunduran diri Airlangga ada intervensi politik ataupun cawe-cawe politik dari kekuatan di atasnya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti mengaku terkejut dengan kabar Airlangga Hartarto mundur sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Sebab, menurutnya, tidak ada peristiwa politik yang genting di internal Golkar sebelumnya.

Apalagi, Ikrar mengaku juga sebelumnya telah menanyakan kepada jajaran Partai Golkar soal wacana Munaslub Golkar yang bakal digelar pada Agustus atau September, mendatang.

Hal itu disampaikan Ikrar Nusa Bhakti saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Senin (12/8/2024) malam.

Baca juga: Agus Gumiwang Sebut Hubungannya dengan Airlangga Baik-baik Saja

"Saya terus terang sangat terkejut. Kenapa demikian? Itu kalau istilahnya itu out of the blue. Nggak ada angin, nggak ada hujan, nggak ada badai. Tiba-tiba dia mengundurkan diri," kata Ikrar.

"Karena malamnya itu sudah sudah ada santer mengenai isu itu. Dan ternyata benar, pagi-pagi itu pengumuman itu muncul," sambung dia.

Ikrar pun menduga bahwa pengunduran diri Airlangga ada intervensi politik ataupun cawe-cawe politik dari kekuatan di atasnya.

BERITA TERKAIT

Apalagi, lanjut dia, berita mundurnya Airlangga setelah bertemu Jokowi pada hari Sabtu selama kurang lebih satu jam lebih.

Dia juga mendapati informasi bahwa mundurnya Airlangga ada kaitannya dengan kasus yang tengah ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Namun, dia menyayangkan bahwa kasus itu tidak bergulir sejak awal sebelum ada gonjang-ganjing Partai berlambang pohon beringin tersebut.

"Dan kalau memang itu terkait dengan persoalan korupsi Airlangga, lalu pertanyaan saya, mengapa itu dibiarkan Airlangga itu kasusnya nggak berlanjut selama proses pemilu presiden dan pemilu legislatif itu berjalan?" tanya Ikrar.

Baca juga: AGK Pastikan Tak Mau Isi Kursi Kosong Ketum Golkar yang Ditinggalkan Airlangga

Dia pun menduga, bahwa Airlangga telah dipakai oleh Presiden Jokowi untuk Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif 2024, lalu.

Termasuk, memberikan 'karpet merah' untuk putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk mendapat tiket maju sebagai calon wakil presiden saat itu.

Ikrar juga menyoroti soal Rapat Pleno DPP Partai Golkar dalam penentuan Pelaksana Tugas Ketua Umum pengganti Airlangga.

Dia menyebut, jika teryata Agus Gumiwang Kartasasmita ditunjuk sebagai Plt Partai Golkar dan menyusun Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada Agustus ini, maka hal tersebut merupakan kesalahan besar yang dilakukan oleh partai Golkar.

Airlangga Hartarto dan Bahlil Lahadalia foto bersama di sela agenda kerja di Ibu Kota Nusantara atau IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (12 /8/2024). Pertemuan kedua menteri ini menjadi sorotan di tengah dinamika Partai Golkar.
Airlangga Hartarto dan Bahlil Lahadalia foto bersama di sela agenda kerja di Ibu Kota Nusantara atau IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (12 /8/2024). Pertemuan kedua menteri ini menjadi sorotan di tengah dinamika Partai Golkar. (Istimewa)

"Kalau kemudian nanti ternyata Bahlil Lahadalia itu kemudian benar terpilih menjadi Ketua Partai Golkar, itu lagi-lagi kesalahan besar bagi partai Golkar," kata Ikrar.

"Dan kemudian problem politik yang terjadi dalam partai Golkar itu ternyata disetujui oleh Prabowo Subianto, berarti Prabowo Subianto itu menggali kuburnya sendiri. Kenapa demikian? Karena dia tidak akan menjadi presiden terpilih, dan kemudian yang sebenar-benarnya presiden setelah dilantik," jelasnya.

Berikut petikan wawancara Ikrar Nusa Bhakti dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra terkait mundurnya Airlangga sebagai Ketua Umum Golkar:

Prof. Apakah Profesor terkejut ketika mendengar atau mengetahui Pak Airlangga Hartarto Sabtu lalu, tanggal 10 Agustus, mengajukan pengunduran diri dan sehari kemudian bikin video pengunduran diri. Terkejut nggak, Prof?

Baca juga: Doli Kurnia Akui Bahlil Lahadalia Punya Peluang Jadi Ketua Umum Golkar Gantikan Airlangga Hartarto

Saya terus terang sangat terkejut. Kenapa demikian? Itu kalau istilahnya itu out of the blue. Nggak ada angin, nggak ada hujan, nggak ada badai.

Tiba-tiba dia mengundurkan diri. Walaupun, lagi-lagi walaupun, saya selalu bertanya kepada teman-teman Golkar, termasuk mereka-mereka yang masih generasi muda Golkar.

Saya tanya apakah Golkar tetap akan mengadakan Munas pada Desember? Ataukah itu Munaslub sebelum 20 Oktober? Khususnya misalnya bulan September atau bulan apalah.

Dan teman Golkar itu selalu menyatakan pada saya nggak ada tuh mas, kita nggak ada tuh persiapan untuk itu. Nah makanya ketika kemarin hari Minggu Pagi, Minggu Pagi itu karena saya berada di dalam grup WA ya, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia. Dan di situ pagi-pagi itu saiful muzani, itu membuat satu info, menyebarkan info bahwa akan terjadi apa namanya itu, kejutan berita.

Dan akan disusul oleh tsunami politik. Terus saya tanya, ful emang bakalan ada apa? Itu mas, gue semalam tuh ketemu sama orang dekatnya Airlangga Hartarto, kenapa? Dia mau menyatakan mengundurkan diri hari ini. Oh, Minggu pagi ya.

Karena malamnya itu sudah sudah ada santer mengenai isu itu. Dan ternyata benar, pagi-pagi itu pengumuman itu muncul. Saya belum nonton videonya saat itu.

Saya kebetulan waktu itu diundang oleh senior GNMI, Bang Palar Batubara, yang kebetulan orang Golkar. Dia melangsungkan ulang tahun ke-75 dan kemudian bagi-bagi buku. Dan kemudian saya ngomong di situ, bahwa saya bersyukur Bang Palar panjang umur, walaupun Bang Palar itu orang Golkar dan saya bukan anggota partai, tapi persahabatan kita cukup baik.

Cuma hari ini saya terus-terusan mengalami kesedihan yang amat sangat. Apa itu? Karena ternyata Airlangga Hartarto mengundurkan diri. Dan ini sudah pasti ada intervensi politik ataupun cawe-cawe politik dari kekuatan di atasnya.

Apalagi berita yang kemudian beredar, Anda tahu ya, bahwa dia menyatakan mundur itu setelah bertemu sama Jokowi pada hari Sabtu itu. Kalau nggak salah, sampai ngobrolnya itu melebihi satu jam.

Dan kemudian saya juga baru tahu bahwa ini masih terjadi persoalan pelanggaran kasus korupsi yang dulu ditangani oleh Gedung Bundar. Gedung Bundar itu Kejaksaan Agung.

Walaupun kalau kita lihat, sebetulnya Kejaksaan Agung waktu itu sudah mendapatkan informasi yang sangat cukup dalam peristiwa itu. Dan kalau memang itu terkait dengan persoalan korupsi Airlangga, lalu pertanyaan saya, mengapa itu dibiarkan Airlangga itu kasusnya nggak berlanjut selama proses pemilu presiden dan pemilu legislatif itu berjalan?

Jadi yang ingin saya katakan di sini berarti Airlangga itu dipakai sama Jokowi selama pemilu presiden dan pemilu legislatif untuk kepentingan politik putra mahkotanya, yaitu Gibran Raka Bumi Raka.

Kenapa demikian? Karena tahu kan yang menjadikan Gibran bisa menjadi calon itu kan Partai Golkar. Terlepas dari dia bukan kemudian menjadi anggota Partai Golkar, tapi dia masuk ke dalam suatu institusi kepemudaan Partai Golkar.

Walaupun kalau kita perhatikan juga ya Golkar, maksud saya Gibran juga agak sombong juga ya, udah bagus dikasih kendaraan politik untuk jadi capres, tapi kenapa ketika ingin dipakaikan jaket kuning dia menolak? Apakah kemudian dia ingin mengatakan bahwa saya masih PDIP atau apa ya?

Tapi yang jelas kalau Anda perhatikan ya, saya nggak akan lupa lho ya terlepas dari apa rahasianya itu, apa yang dia umumkan mungkin saya lupa, tapi dia seperti bapaknya ya, kalimatnya tuh selalu bulet ya kalau ditanya sama wartawan, dan kan nggak pernah bisa berdialog dengan wartawan, face to face seperti Anda dengan saya.

Jadi tidak ada yang kita sembunyikan, tapi kan dia selalu menyembunyikan, mana saya ngurus SKCK, nggak ada coba tanya kepolisian, macem-macem gitu kan.

Terus kemudian dia nempel apa istilahnya itu? Ganjar Pranowo sebagai calon presiden PDIP di pintu-pintu rumah, walaupun saya lihat ya, ini kayaknya dia nggak serius deh, ini cuma bagian dari pencitraan politik lah.

Jadi itu yang terjadi ya, samalah sekarang juga kayak Kaesang kan, nggak saya juga belum tentu maju, yang jelas saya akan menemani istri saya ngambil S2 di Amerika Serikat gitu kan, tapi tidak ada pernyataan yang tegas apakah dia akan maju pilkada atau tidak, baik itu di Jakarta ataupun di Jawa Tengah gitu kan.

Dan Anda bisa bayangkan ya, bagaimana juga ini ya, pat gulipat dari Koalisi Indonesia Maju bersama koalisi yang dulu mendukung Anies ya, untuk kemudian memborong kekuatan-kuatan partai politik ya, sehingga kemudian menihilkan kesempatan tokoh-tokoh yang terus serang, masih punya dukungan besar di Jakarta ya, untuk maju sebagai calon gubernur ya, yaitu siapa? Anies Baswedan dan juga Basuki Tjahja Purnama.

Jadi itu, dan mereka yang berada di Gerindra atau pendukungnya Jokowi dan juga Pak Prabowo selalu berkilah, mana kita nggak menyiapkan kotak kosong kok, itu masih ada calon independen, tapi anda tahu ya, calon independennya sendiri aja belum lolos, jadi masih nanti perlu verifikasi.

Bahkan Ahok dulu waktu mau maju jadi calon independen aja juga nggak berhasil-berhasil. Jadi itulah politik yang buat saya sangat anti-Pancasila.

Prof, menurut analisa profesor, mengapa partai sekuat Golkar, yang punya pengalaman panjang dengan track record yang demikian pernah berkuasa lama, bisa dengan mudah diintervensi oleh kekuasaan?

Ini yang terus terang kita masih belum tahu. Kenapa demikian? Saya akan ngomong terus terang aja ya.

Kalau nanti ternyata Gumiwang Kartasasmita itu benar menjadi Plt partai Golkar, dengan tugas melaksanakan Munaslub pada Agustus ini, ini buat saya kesalahan besar yang dilakukan oleh partai Golkar.

Kedua, kalau kemudian nanti ternyata Bahlil Lahadalia itu kemudian benar terpilih menjadi ketua partai Golkar, itu lagi-lagi kesalahan besar bagi partai Golkar.

Dan yang ketiga, kalau kemudian problem politik yang terjadi dalam partai Golkar itu ternyata disetujui oleh Prabowo Subianto, berarti Prabowo Subianto itu menggali kuburnya sendiri.

Kenapa demikian? Karena dia tidak akan menjadi presiden terpilih, dan kemudian yang sebenar-benarnya presiden setelah dilantik.

Kenapa demikian? Karena berarti dia membuka kesempatan pada Jokowi, itu untuk tetap menjadi dalam tanda kutip 'bos dia'.

Kenapa demikian? Karena dia yang akan misalnya memberikan direksi politik, dia akan yang kemudian mengamat-amati apakah apa yang menjadi legasinya Jokowi ini dilanjutkan atau tidak.

Kemudian dia juga yang nanti membiarkan si Samsul ini untuk kemudian maju menjadi calon presiden menantang Prabowo pada 2029.

Nah Prof, menurut Profesor make sense nggak bahwa para tokoh Golkar ini manut-manut saja diintervensi karena punya masalah-masalah hukum?

Begini, anda tahu ya, kita selalu mengatakan kita harus, satu, berdasar pada asa praduga tidak bersalah.

Kedua, kita juga harus memegang teguh ya, bahwa semua warga negara Indonesia mau anak presiden, mau presidennya itu sendiri, wakil presiden, menteri, ataupun kemudian rakyat jelata, ataupun politisi, itu adalah equality before the law. Mereka sejajar di muka hukum.

Kenapa demikian? Karena kita tahu ya, Jokowi ini tebang pilih.

Kenapa tebang pilih? Saya beri contoh ya, kalau dia memang benar-benar ingin menegakkan hukum, atau kemudian membiarkan baik itu kejaksaan agung, atau KPK, ataupun kepolisian negara Republik Indonesia, menangani kasus-kasus hukum, harusnya kemudian itu yang tadi saya katakan bahwa, jangan kemudian ditunda waktunya.

Kenapa waktu kejaksaan agung atau gedung bundar itu sedang menyidik kasus itu, lalu tiba-tiba dihentikan menjelang Pilpres dan Pileg itu. Satu.

Kedua, kenapa cuma menteri-menteri dari Partai Nasdem aja, yang kemudian persoalan kasus hukumnya terus berlanjut, pada saat Pileg berlangsung, ataupun pemilu Presiden berlangsung.

Apa yang saya katakan di sini, berarti ada kebijakan yang berbeda terhadap menteri-menteri, walaupun itu sama-sama di dalam Kabinetnya Jokowi.

Politik sandera kan memang sengaja dipakai bagi mereka yang tidak manut?

Iya, tidak manut. Tapi buktinya sekarang terhadap Airlangga Hartato, akhirnya juga dia menjadi orang yang seperti habis manis setelah dibuang. Khususnya bagi Jokowi.

Kenapa demikian? Karena buat saya, Jokowi kok nggak terima kasih sama Airlangga Hartato yang udah ngasih kendaraan khusus buat Gibran, dan karpet merah pula buat Gibran. Ini yang harus dilihat. Berarti ini orang benar-benar Machiavelli from Java, seperti yang dikatakan oleh Sukidi.

Bukan kata saya. Sukidi kan berapa kali menulis di majalah Tempo ataupun di Koran Kompas, bahwa ini ada Machiavelli from Java, dan juga orang yang lupa apa istilahnya itu, asal-usulnya, seperti yang juga saya tulis waktu itu, kekuasaan itu memanggil lupa. Dan ini yang terjadi dengan Jokowi.

Dan saya dengar ini bukan cuma Airlangga Hartato aja yang akan diajukan kasus-kasus hukumnya. Termasuk juga nanti, kalau nggak salah, Zulkifli Hasan. Kalau itu terjadi, buat saya menarik juga.

Karena anda tahu, Zulkifli Hasan itu adalah ketua partai politik yang boleh dikatakan menggebu-gebu menegakkan apa yang disebut dengan Koalisi Indonesia Maju, menjilat-jilat Jokowi.

Dan kemudian juga Anda tahu, yang kemudian juga memiliki ide untuk membangun Koalisi Indonesia Maju Plus. Tapi ternyata bukan mustahil. Ini juga akan kemudian diajukan kembali kasus-kasus hukumnya.

Baik sekarang ketika dia menjadi Menteri Perdagangan, atau dulu ketika dia menjadi Menteri yang terkait juga persoalan kayu ataupun lahan.

Jadi termasuk juga yang saya dengar, namanya juga akan masuk adalah Khofifah Indar Parawansa. Kalau memang ini terjadi, menarik.

Kenapa menarik? Karena buat saya, anda tahu, itu Jokowi pasti mendapatkan keuntungan dari manutnya Khofifah terhadap dia dalam pemilu presiden 2024 yang lalu. Apa yang saya katakan, Prabowo-Gibran bisa menang di Jawa Timur dengan telak itu karena faktor Khofifah Indra Parawansa. 65 persen lho di Jawa Timur.

Justru itu. Padahal kita tahu Pak Mahfud itu, masa orang Madura nggak ada yang memilih dia. Padahal tadi saya pikir gitu.

Atau masa orang NU nggak ada yang milih Khofifah. Atau kemudian, eh maksud saya nggak ada yang memilih Muhaimin ataupun Mahfud MD.

Jadi, itu yang pertanyaan-pertanyaan besar. Jadi, apa yang ingin saya juga katakan ya, ini kalau melihat gelagat beberapa orang dari PKB atau partai lain yang tadinya mendukung Ganjar-Mahfud, kemudian mengubah menjadi Prabowo-Gibran, ternyata juga akhirnya bertemu juga dengan KPK setelah Pileg atau Pilpres itu selesai, nah ini juga harus menjadi satu pelajaran besar bagi para politisi yang bermasalah ya.

Bahwa jangan anda nurut kepada kekuasaan yang ada di atas untuk kemudian anda bisa bebas dari kasus-kasus korupsi. (Tribun Network/Yuda)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas