Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Peringati Hari Konstitusi, Ketua MPR: Konstitusi Jangan Hanya Dimaknai Lembaran Dokumen Hukum

Dalam konteks tersebut, dinilainya tidak berlebihan bahwa setelah 26 tahun era reformasi berhasil dijalani, kini sudah saatnya konstitusi untuk direnu

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Peringati Hari Konstitusi, Ketua MPR: Konstitusi Jangan Hanya Dimaknai Lembaran Dokumen Hukum
Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyampaikan pidato saat acara Peringatan Hari Konstitusi dan HUT ke-79 MPR RI di Gedung Nusantara IV MPR/DPR, Jakarta Pusat, Minggu (18/8/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengungkapkan peringatan Hari Konstitusi setiap 18 Agustus menjadi momentum penting untuk menyegarkan kembali memori kolektif bangsa dalam mengevaluasi praktik penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan.

Bamsoet menegaskan, konstitusi jangan hanya dimaknai sebagai lembaran dokumen hukum.

Adapun hal itu disampaikan Bamsoet dalam pidatonya pada acara Peringatan Hari Konstitusi dan HUT ke-79 MPR RI di Gedung Nusantara IV MPR/DPR, Jakarta Pusat, Minggu (18/8/2024).

“Peringatan hari konstitusi adalah momentum penting untuk menyegarkan kembali memori kolektif bangsa untuk mengevaluasi praktik penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan. Serta merefleksikan perjalanan kehidupan bangsa. Apakah sudah selaras dengan tujuan kita dalam negara sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi,” kata Bamsoet dalam pidatonya.

Bamsoet minta konstitusi tidak sekadar lembaran dokumen hukum karena sejatinya konstitusi mengandung pandangan hidup cita-cita falsafah dan nilai-nilai luhur bangsa yang hanya akan bermakna ketika membumi dalam ruang realita. 

“Sepanjang perjalanan bangsa Indonesia implementasi konstitusi sebagai dasar negara telah melewati pergumulan sejarah dan dinamika peradaban mulai dari pemberlakuan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Serikat. Kemudian Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang Dasar NRI atau negara Republik Indonesia 1945 hasil dekrit Presiden 5 Juli 1958. Hingga saat ini Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945 yang telah diamandemen pada periode 1999-2002,” jelasnya. 

Baca juga: Kubu Anies Bakal Pidanakan Aktor Pencatutan NIK untuk Dharma-Kun, Ini Sederet Pasal Dilanggar 

Berita Rekomendasi

Pengalaman sejarah tersebut kata Bamsoet, mengisyaratkan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perubahan adalah sebuah keniscayaan.

“Kita tidak akan mungkin berhenti stagnan pada satu titik terminal sejarah. Setiap pemerintahan akan dihadapkan pada tantangan zamannya masing-masing. Baik yang dilahirkan oleh perubahan sosial, politik, ekonomi, kemajuan teknologi maupun yang disebabkan dari perbedaan cara pandang kita dalam memaknai arus perubahan,” sambungnya. 

Dalam konteks tersebut, dinilainya tidak berlebihan bahwa setelah 26 tahun era reformasi berhasil dijalani, kini sudah saatnya konstitusi untuk direnungkan kembali. 

“Dan dalam momentum hari konstitusi dan hari ulang tahun MPR pada hari ini. Sudah waktunya bagi kita untuk merenungkan kembali, bermawas diri dan evaluasi," kata Bamsoet. 

"Bagaimana konstitusi sebagai sumber tertib hukum yang fundamental diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Serta bagaimana kita memaknai kembali peran dan kedudukan MPR khususnya pasca amandemen konstitusi yang keempat,” jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas