Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Pengamat Kecam Penangkapan Demonstran di Depan Gedung DPR/MPR

Ceko mengatakan aksi demonstrasi mahasiswa itu merupakan bentuk kritik terhadap pemerintah dan DPR yang terlalu bernafsu berkuasa.

Penulis: Erik S
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengamat Kecam Penangkapan Demonstran di Depan Gedung DPR/MPR
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah pengunjuk rasa bersitegang dengan aparat kepolisian saat menyampaikan aspirasinya di Gerbang Pancasila (belakang) kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Aksi tersebut sebagai penolakan terhadap revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dianggap sebagai ancaman terhadap demokrasi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK) Cecep Handoko mengecam tindakan represif Kepolisian RI (Polri) terhadap para demonstran yang berada di depan gedung DPR/MPR pada Kamis (22/8/2024) malam.

Apalagi tindakan represif aparat Polri itu dinilai buntut dari tindakan pemerintah dan DPR yang memaksakan kehendak soal pengesahan revisi UU Pilkada.

"Tentunya merasa prihatin, karena polisi dan mahasiswa serta masyarakat ini korban atas tindakan pemerintah dan DPR yang memaksakan kehendak. Tetapi, aksi kekerasan tidak perlu terjadi," kata pria yang biasa disapa Ceko ini kepada wartawan saat dihubungi, Kamis (22/8/2024) malam.

Ceko mengatakan aksi demonstrasi mahasiswa itu merupakan bentuk kritik terhadap pemerintah dan DPR yang terlalu bernafsu berkuasa.

"Akhirnya yang benturan sesama anak bangsa, aku yakin teman-temen aparat keamanan jika karena bukan tugas enggak akan mau ribut dengan para demonstran," kata Ceko.

Karena itu, kata Ceko, pihaknya mendorong anggota DPR untuk turun ke lapangan menyelamatkan peserta demonstran dari serangan aparat Polri.

Apalagi aksi demonstran ini bagian dari penolakan terhadap RUU Pilkada yang pada akhirnya batal disahkan.

Berita Rekomendasi

"Karena sejatinya ruang eksekutif dan legislatif itu berbeda, jadi sudah seharusnya anggota DPR berpihak kepada rakyat yang demo," tandas Ceko.

Tindakan represif aparat Polri terhadap peserta demonstrasi terjadi di depan Gedung DPR/MPR, Kompleks Senayan, Jakarta pada Kamis (22/8/2024) malam.

Tindakan represif aparat Polri itu memaksa mundur massa demo pembatalan pengesahan RUU Pilkada.

Personel polisi dan tentara serta sejumlah kendaraan taktis (rantis) dikeluarkan dari gerbang dekat halte MPR 2 untuk membubarkan aksi demo itu.

Ketika para personel mulai membubarkan massa, mendadak aksi lempar batu terjadi.

Aparat pun terus memukul mundur para peserta aksi dengan menembakkan water canon dan gas air mata ke arah massa aksi.

Mahasiswa terluka, aktivis ditangkap

Aksi di Jakarta mengakibatkan dua mahasiswa dilarikan ke Rumah Sakit Bhakti Mulia di Palmerah, Jakarta Barat.

Menurut salah satu demonstran, Mazzay Makarim, kedua korban adalah presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari Universitas Brawijaya dan Universitas Indonesia, yaitu Satria Naufal dan Verrel Uziel.

Satria mengalami luka di bagian perut bawah, sedangkan Verrel terluka di tangan kiri dan harus menjalani 11 jahitan.

"Ada dua presiden yang dirawat di rumah sakit karena represif aparat, yaitu Satria Naufal (Koordinator Pusat BEM SI dan Presiden BEM Universitas Brawijaya) dan Verrel Uziel (Presiden BEM UI)," ujar Mazzay saat dihubungi Kompas.com, Kamis.

Di Semarang, laporan dari Komite Aksi Kamisan Iqbal Alma, sebanyak 26 mahasiswa mengalami luka-luka, dengan 18 di antaranya harus dibawa ke rumah sakit. Sementara itu, Tim hukum aksi, Arif Syamsudin mengatakan, mahasiswa sudah berusaha masuk secara damai di DPRD Provinsi Jawa Tengah.

Namun, polisi menghalang-halangi massa aksi yang ingin masuk gedung.

"Sampai akhirnya kami (massa aksi) bisa masuk dan di situlah ada satu orang diciduk sama polisi, kami sekarang masih coba tracking bagaimana kondisinya," kata Arif.

Beberapa aktivis juga dilaporkan ditangkap, termasuk Asisten Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Iqbal Ramadhan, dan Direktur Lokataru Delpedro Marhaen.

Mereka ditangkap saat mengikuti unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI. Pengacara publik LBH Jakarta M. Fadhil Alfathan mengungkapkan, keduanya dipukul sehingga mengalami patah tulang hidung dan luka-luka di wajah.

“Kabarnya dipukul. Patah tulang hidung dan bonyok,” tutur Fadhil, Kamis.

Polisi tangkap 301 orang

Polda Metro Jaya menangkap 301 peserta aksi demonstrasi Kawal Putusan MK dan Tolak Revisi UU Pilkada di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Kamis (22/8/2024).

"Dari proses pengamanan ada 301 orang yang telah diamankan oleh jajaran Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat, Polres Jakarta Timur, dan beberapa Polsek dan Polres Jakarta Barat,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jumat (23/8/2024).

Secara rinci, Polda Metro Jaya menangkap 50 orang, Polres Polres Metro Jakarta Timur 143 orang, Polres Jakarta Pusat 3 orang dan Polres Metro Jakarta Barat 105 orang.

Dari jumlah total massa yang ditangkap, termasuk tiga orang di antaranya yang membakar mobil patroli polisi di Pejompongan, Jakarta Pusat.

Ade mengatakan mereka yang ditangkap diduga mengganggu ketertiban. Beberapa di antara mereka juga melakukan perusakan hingga menyerang petugas.

"Orang-orang yang diamankan ini diduga mengganggu ketertiban, diduga merusak, diduga tidak mengindahkan peringatan petugas kami di lapangan, ada juga yang diduga melakukan kekerasan terhadap petugas," ujarnya.

Beberapa orang yang ditangkap di antaranya sudah dipulangkan dan beberapa orang lainnya masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

"Jadi untuk yang di Jakarta Barat semuanya sudah selesai. Di Polda itu 7 yang sudah dipulangkan, 6 anak dan satu wanita. Sebanyak 43 masih dilakukan pedalaman. Di Jakarta Timur dan Jakarta Pusat masih dilakukan pedalaman," ungkap dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas