KY Minta MA Pecat Hakim Kasus Ronald Tannur
Joko mengungkapkan ada sejumlah temuan pelanggaran kode etik yang dilakukan tiga hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) mengusulkan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur.
Hal itu disampaikan Kabid Waskim dan Investigasi KY, Joko Sasmita dalam rapat konsultasi dengan Komisi III DPR pada Senin (26/8/2024).
"Menjatuhkan sanksi berat terhadap terlapor 1 saudara Erintuah Damanik, terlapor 2 saudara Mangapul, dan terlapor 3 saudara Heru Hanindyo berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun. Mengusulkan para terlapor diajukan ke majelis kehormatan hakim," kata Joko dalam rapat.
Baca juga: Breaking News: Komisi Yudisial Usulkan Pemecatan Tiga Hakim PN Surabaya yang Bebaskan Ronald Tannur
Ada beberapa alasan mengapa KY mengusulkan sanksi pemecatan terhadap tiga hakim itu.
Joko mengungkapkan ada sejumlah temuan pelanggaran kode etik yang dilakukan tiga hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur.
Yang pertama, kata Joko, KY menemukan ketiga hakim itu telah membacakan fakta-fakta hukum yang berbeda antara yang dibacakan di persidangan dengan fakta-fakta hukum yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/ Pid.B/2024/ PN.Sby.
“Pertama, bahwa terlapor telah membacakan fakta-fakta hukum yang berbeda antara yang dibacakan di persidangan dengan fakta-fakta hukum yang tercantum dalam salinan putusan No. 454 dan seterusnya,” kata Joko.
Selanjutnya, ia menambahkan, ketiga hakim itu juga telah membacakan pertimbangan hukum tentang penyebab kematian korban Dini Sera Afrianti yang berbeda dengan hasil visum et repertum dan keterangan Ahli dr. Renny Sumino, Sp.F.M., M.H. dari RSUD Dr. Soetomo yang disampaikan di persidangan serta berbeda juga dengan yang tercantum dalam salinan putusan.
Ia menuturkan, ketiga hakim dalam sidang pembacaan putusan tidak pernah mempertimbangkan, menyinggung dan/atau memberikan penilaian tentang barang bukti berupa CCTV di area parkir basement Lenmarc Mall yang diajukan oleh Penuntut Umum, tetapi pertimbangan bukti berupa CCTV dimaksud muncul dalam pertimbangan hukum Terlapor. Padahal, CCTV itu sudah menjadi barang bukti yang diajukan oleh JPU.
Baca juga: Ronald Tannur Divonis Bebas, Peradi Surabaya Kritisi Putusan dengan Ajukan Amicus Curiae
"Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Sidang Pleno berpendapat pelanggaran yang dilakukan oleh Para Terlapor masuk dalam klasifikasi pelanggaran berat dan Majelis Sidang Pleno Komisi Yudisial RI telah bermusyawarah dan sepakat menjatuhkan sanksi berat oleh karena itu terhadap Para Terlapor," ucap Joko.
Putusan KY ini hanya bersifat rekomendasi. Selanjutnya, KY akan bersurat kepada Ketua Mahkamah Agung RI, perihal Usul Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim (MKH), yang ditembuskan kepada Presiden, Ketua DPR-RI, Ketua Komisi III DPR-RI, dan Para Terlapor.
Joko menyebut KY juga akan mengawasi usulan penjatuhan sanksi yang diusulkan ke MA tersebut.
"Komisi Yudisial juga akan memonitor usul penjatuhan sanksi MKH yang telah diusulkan kepada Mahkamah Agung," tuturnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membebaskan Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan hingga menewaskan seorang perempuan Dini Sera Afriyanti (29).
Ronald yang merupakan anak anggota DPR RI partai PKB, Edward Tannur ini, dianggap tak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan korban tewas.
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP," kata Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik.
Majelis hakim PN Surabaya menyatakan kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur.
Hakim juga menilai, Ronald dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis. Hal itu dibuktikan dengan terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.(tribun network/igm/ibr/dod)