Mardani Maming Ajukan PK, Pakar Hukum Soroti Novum
Hudi menegaskan, para hakim harus mandiri dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk terpidana dalam mengambil setiap keputusan yang ada
Penulis: Erik S
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf menanggapi langkah peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus korupsi IUP Mardani H Maming.
Mardani mendaftarkan PK pada 6 Juni 2024, bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004.
“PK itu harus ada novum (bukti baru) jika dalilnya lemah memang selayaknya PK harus tidak diterima oleh MA. Apalagi dalam pengadilan tingkat pertama, banding dan kasasi sudah kalah (tiga nol) artinya majelis hakim sebelumnya pasti sudah mendalami Judex facti dan Judex yuris yang mendukung putusannya,” tegas Hudi, Kamis,(29/8/2024).
Hudi lantas juga mengingatkan, keputusan Majelis Hakim menolak peninjauan kembali atau PK Mardani H Maming tidak dapat diintervensi oleh siapapun.
Hudi menegaskan, para hakim harus mandiri dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk terpidana dalam mengambil setiap keputusan yang ada.
“Hakim sebagai aparat penegak hukum yang digaji oleh negara seyogyanya berpihak kepada negara bukan kepada perorangan, semua demi kepentingan negara, apalagi pelaku korupsi itu mantan aparatur negara seyogyanya hukuman lebih berat dari sekedar 12 tahun penjara,” ungkap Hudi.
Baca juga: Terkait Peninjauan Kembali Mardani H Maming, Ini Kata Mahkamah Agung
Dalam kesempatan itu, Hudi menyoroti, langkah eks Bendum PBNU tersebut kembali mengajukan PK ke Mahkamah Agung (MA).
Hudi mengatakan, kerap kali peninjauan kembali atau PK yang diajukan terpidana hanya mencari peluang untuk membebaskan diri dengan mengajukan novum yang mengada-ngada.
“Kebanyakan dari kasus PK itu hanya cari peluang untuk 'membebaskan' diri dengan cara mengajukan novum yang dikaitkan (mengada-ngada) dengan fakta sidang. Seyogyanya semua bukti telah disampaikan saat sidang ditingkat pertama disanalah 'pertempuran' sesungguhnya untuk mendapatkan keadilan,” tandas Hudi.
Sekadar mengingatkan, Mardani sendiri awalnya divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada 10 Februari 2023 terkait perkara suap pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) saat masih menjabat sebagai Bupati Tanahbumbu.
Selain itu, Majelis Hakim yang diketuai oleh Heru Kuntjoro juga menjatuhkan denda sebesar Rp 500 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Tidak hanya itu, terdakwa Mardani H Maming juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 110.601.731.752 (Rp 110,6 M).
Jika tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, harta bendanya akan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Kemudian jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama dua tahun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.