Kisah Pemuda Pelestari Gamelan dari Boyolali: Merdunya Alunan Slendro Pelog Kini Jadi Rezeki Bersama
Inilah cerita kreatif Lilik Dwi Fajar Riyanto (32), perajin gamelan asal Boyolali, sang peraih SATU Indonesia Award 2021 dari Astra.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Nuryanti
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Suara merdu mengalun dari ruang resonansi di bawah bilah-bilah kayu yang tersusun rapi di atas kotak berukir.
Adalah alunan khas gambang, satu di antara instrumen gamelan Jawa dengan pakem slendro pelog.
Ukiran naga di sudut gambang dipoles dengan tinta warna emas, menambah kesan magis.
Ukiran-ukiran emas juga turut menghiasi instrumen gamelan lainnya.
Di sudut berbeda tampak sekitar tujuh perajin gamelan, luwes menggerakkan ujung kuas bertinta emas pada karya seni yang tengah mereka garap.
Nyaring celoteh mereka sembari berproduksi, saling berbalas lawakan satu sama lain hingga membuat suasana workshop siang itu terasa santai dan hangat.
Memang sejauh mata memandang, terhampar aneka alat musik gamelan, di sebuah workshop kreatif rumahan di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (30/8/2024).
Selain gambang ada juga bonang barung, rebab, kethuk kempyang, slenthem, gong laras nem, bonang penerus, gender, demung, saron hingga lainnya.
Tangan Kreatif Lilik Dwi Fajar Riyanto
Alat musik gamelan itu merupakan hasil produksi kreatif dari tangan dingin seorang perajin muda bernama Lilik Dwi Fajar Riyanto.
Usianya masih tergolong muda, 32 tahun, namun telah berpengalaman dalam seluk-beluk usaha produksi gamelan tradisional Jawa.
Gamelan-gamelan itu didatangkan setengah jadi dari perajin gamelan di Kecamatan Bekonang, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Baca juga: Gerakkan Gaya Hidup Sehat, Astra Half Marathon 2024 Digelar 10 November Mendatang
Lantas di workshop milik pria yang karib disapa Fajar itu kemudian diramu menjadi gamelan jadi, siap dijual dan dimainkan.
Diketahui Fajar telah menjalankan sendiri usaha produksi gamelan lewat CV Berkah Bopo sejak 2018.
Sebelum menjalankan secara mandiri, workshop produksi gamelan yang dijalankan Fajar ini merupakan pengembangan usaha yang digeluti sang ayah angkat, Suwaldi.
Suwaldi, semasa hidup merintis usaha gamelan itu sejak 2008.
“Dulu saya membantu beliau (Suwaldi), selama 10 tahun saya magang, bekerja mulai dari pengecekan stok bahan serta produksi harian hingga membantu mempromosikan gamelan ke dinas-dinas yang sedang melakukan pengadaan,” kata pria lulusan SMKI Solo ini kepada Tribunnews, Jumat (30/8/2024).
Kedekatan batinlah yang akhirnya membuat Suwaldi menjadikan Fajar sebagai anak angkat.
Hingga pada 2018, Suwaldi meninggal dunia, dan usaha gamelan sempat terhenti sejenak.
Kondisi itu membuat Fajar ‘mengencangkan ikat pinggang’ harus meneruskan usaha produksi gamelan milik Suwaldi.
“Ilmu yang diberikan beliau ke saya sayang kalau tidak dimanfaatkan, terlebih tidak ada keluarga beliau yang mau meneruskan (usaha produksi gamelan),” imbuhnya lagi.
Buka Lapangan Pekerjaan dengan Modal Tabungan 10 Tahun
Hingga kini, gamelan sudah menjadi bagian dari hidup Fajar, dirinya mengembangkan usaha gamelan Suwaldi menjadi Commanditaire Vennootschap (CV).
Dan terbentuklah CV Berkah Bopo, Fajar harus merogoh uang tabungan Rp 50 juta untuk modal pengembangan usaha tersebut.
Singkat cerita, uang Rp50 juta merupakan sebagian rezeki yang ia sisihkan saat bekerja dengan sang ayah angkat selama 10 tahun.
Kini bukan hanya untuk Fajar dan keluarganya, CV Berkah Bopo juga menjadi sumber rezeki untuk 8 warga lokal lainnya.
Bahkan, sebagian warga yang menjadi pekerja di CV Berkah Bopo merupakan tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Giyarto (60) salah satunya, yang sudah bekerja selama 4 tahun di CV Berkah Bopo.
Dirinya memiliki tugas bagian finishing dalam produksi instrumen gamelan.
Untuk upah yang didapat, Giyarto mengaku cukup untuk menghidupi keluarganya di rumah.
“Senang bikin gamelan, jadi kepuasan tersendiri, saya juga senang mendengarkan uyon-uyon (lagu Jawa yang diiringi gamelan),” ujar Giyarto.
Selain Giyarto, ada juga pemuda bernama Nardi (22), dirinya baru sekitar 3 bulan bekerja bersama Fajar.
Dalam memproduksi gamelan, Nardi juga memiliki tugas di bagian finishing.
"Ini pertama kali saya bekerja di bagian produksi gamelan, seru, bisa juga mengerti musik tradisional, dan dapat dibilang ikut serta menjadi bagian melestarikan," katanya.
Bangkit dari Pandemi Covid-19
Cerita ‘babak belur’ akibat pandemi Covid-19 turut serta menyertai perjalanan Fajar dan produksi gamelannya.
Paceklik pesanan, omzet sudah tentu turun, bahkan sampai 40 persen.
Dirinya sempat merugi di awal pandemi, lantaran pesanan-pesanan yang datang sebelum Covid-19 merajalela, harus di-hold saat itu.
Pesanan gamelan itu datang dari beberapa dinas, namun karena pandemi, membuat anggaran dikurangi, sehingga berdampak pada gamelan yang sudah diproduksi Fajar.
“Pandemi Covid-19, jadi cerita tersendiri bagi kami, kami sempat rugi, pesanan sedikit, bahkan merumahkan setengah karyawan, itu hal berat bagi kami,” ujar Fajar.
Namun tak patah arang, Fajar makin mengencangkan promosi lewat online, memanfaatkan media sosial seperti TikTok, Instagram hingga Facebook.
Segala rupa konten untuk sosial media dibuat, hasilnya efektif menambah nilai jual dan memperluas pangsa pasar.
Dirinya juga mendatangi dinas-dinas yang melakukan pengadaan gamelan, hingga mengajukan company profile CV Berkah Bopo.
Pesanan-pesanan pun berdatangan lagi dari dinas hingga perorangan, ada dalang juga seniman.
Omzet CV Berkah Bopo pun akhirnya berangsur membaik, walaupun belum genap 100 persen seperti sediakala.
Dan setidaknya, dirinya dapat mengantongi omzet sekitar Rp100 juta bahkan lebih dalam setahun.
“Sekarang kami baru mengerjakan pesanan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan, dinas di Kabupaten Semarang, juga ada perorangan,” kata Fajar.
Seperti diketahui Fajar memproduksi gamelan dari bahan besi, kuningan, dan perunggu.
Waktu proses pembuatan gamelan itu beragam tergantung bahan, 1 set gamelan bahan besi memakan waktu maksimal 1 bulan, 1 set gamelan kuningan memakan waktu produksi 1,5 bulan, sementara 1 set gamelan perunggu waktu pengerjaannya hingga 2 bulan.
Untuk harga, komoditi kerajinan gamelan bukanlah produk yang murah.
Harganya cukup tinggi, 1 set gamelan atau sebanyak 22 instrumen dengan bahan besi dibanderol mulai Rp55 juta, gamelan bahan kuningan Rp250 juta per 1 set, sedangkan gamelan berbahan perunggu harganya jauh lebih tinggi, 1 set mulai Rp370 juta.
Hingga saat ini pasar bagi produk kreatif Fajar sudah menyebar di Indonesia, dan tak hanya pasar dalam negeri, hasil karyanya juga merambah pasar luar negeri yakni di Jepang, Malaysia, New Zealand hingga Amerika Serikat (AS).
Berinovasi Lewat Gamelan Elektrik
“Untuk mempertahankan usaha ini upaya kami adalah selalu membuka ruang untuk berinovasi, bekerja sama dengan para musisi dan juga seniman, termasuk bikin gamelan robot atau gamelan elektrik,” tutur Fajar.
Gamelan elektrik merupakan kerja sama CV Berkah Bopo dengan Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) di Semarang, Jawa Tengah.
Pergerakan zaman modern dan pengembangan karya menjadi landasan kuat dalam merancang dan menciptakan gamelan elektrik bernama Sekar Nuswantoro ini.
Di sisi lain, menurut Fajar teknologi harus hidup berdampingan dengan tradisi yang melekat pada masyarakat.
Memproduksi gamelan Sekar Nuswantoro ini dilakukan bertujuan untuk mengemas gamelan semenarik mungkin, namun fungsi gamelan secara tradisi tidak dihilangkan.
“Kerja sama project gamelan Sekar Nuswantoro ini sudah terjalin selama 1,5 tahun, dan kami telah memproduksi sebanyak 5 set,” ungkapnya.
Fajar mengatakan pakem gamelan elektrik tidak melulu slendro pelog.
“Kami harmoniskan dengan musik etnik, digabungkan dengan keyboard dan alat musik lainnya,” katanya.
Gamelan Sekar Nuswantoro, lanjut Fajar, sudah mendapatkan apresiasi positif dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI, Sandiaga Uno.
Untuk harga gamelan elektrik ini terbilang cukup fantastis, per 1 set dibaderol Rp500 - 600 juta.
Semangat Lestarikan Gamelan
Bagi Fajar mempertahankan usaha kerajinan gamelan tidak mudah, selain juga pasarnya yang terbatas.
Namun, kecintaannya terhadap gamelan seolah menerabas setiap tantangan yang ia hadapi.
Terlebih 2021 lalu UNESCO telah menetapkan gamelan menjadi warisan budaya tak benda (WBTB), hal itu menambah semangat dan kebanggaan tersendiri bagi Fajar.
“Saya kadang prihatin, anak-anak muda zaman sekarang lebih paham musik K-Pop dibandingkan gamelan. Hal itu juga yang membuat kami para perajin gamelan berusaha berinovasi mengikuti arus modernisasi,” ungkapnya.
Berkat kegigihan Fajar dalam melestarikan tradisi, Fajar pun diganjar penghargaan SATU Indonesia Award 2021 dari Astra, bidang kewirausahaan dengan judul kegiatan Pemuda Pelestari Alat Musik Gamelan di Boyolali.
Ia berharap gamelan akan terus lestari dan tak lekang oleh zaman, berinovasi hingga masuk dalam budaya dari generasi ke generasi.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)