Undip Benarkan Ada Iuran Bulanan hingga Rp30 Juta di PPDS Anestesi: Untuk Makan Dokter Residen
Guru Besar FK Undip Prof Zainal Muttaqin membenarkan soal adanya iuran hingga Rp 30 juta untuk para mahasiswa PPDS Anestesi Undip.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Prof. Zainal Muttaqin menanggapi kabar adanya iuran bulanan hingga jutaan rupiah bagi mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip.
Zainal pun membenarkan adanya iuran bulanan hingga Rp30 juta tersebut.
Namun, Zainal menegaskan iuran ini hanya berlaku bagi mahasiswa PPDS Anestesi Undip semester satu.
Karena itu, Zainal menilai apa yang dialami oleh almarhum dr. Aulia Risma Lestari (ARL) bukan termasuk pemalakan.
Itu adalah bentuk uang iuran dari teman-teman seangkatannya di PPDS Anestesi Undip.
Ditambah lagi, Aulia adalah penanggung jawab iuran angkatan tersebut.
Zainal menambahkan uang iuran yang terkumpul itu nantinya akan digunakan untuk uang makan para mahasiwa PPDS Anestesi Undip.
“Si R kebetulan dia pengelola, penanggung jawab angkatan, dia mengumpulkan uang sebesar Rp30 juta per bulan dari teman-temannya, bukan untuk seniornya, tapi untuk makan mereka sendiri,” kata Zainal dilansir Kompas.com, Selasa (3/9/2024).
Lebih lanjut, Zainal menegaskan iuran uang puluhan juta itu menjadi kewajiban mahasiswa semester awal.
Kemudian, pada semester berikutnya, mereka tidak diwajibkan membayar iuran lagi karena ada mahasiswa baru.
Penerimaan PPDS dibuka setiap semester, bukan setahun.
Baca juga: Dukungan Warga Tegal untuk Aulia Risma, Minta Menkes Tuntaskan Kasus PPDS Undip
"Penerimaan PPDS itu setiap semester bukan setiap tahun. Jadi mereka yang semester 1 iuran ada 10 sampai 12 orang."
"Tiap bulan Rp 3 juta untuk biaya makan 84 orang, itu hanya dilakukan selama 1 semester atau 6 bulan. Satu angkatan, bukan per orang," kata Zainal.
Zainal menekankan uang iuran tersebut murni digunakan untuk membeli makan para dokter residen, mengingat jadwal mereka yang padat.
Selain itu, tidak semua nakes anestesi mendapatkan waktu istirahat yang sama.
"Uang itu mereka kelola sendiri kok, bukan dikelola seniornya, atau departemennya, dan itu kesepakatan tiap bagian akan berbeda karena siklus kerja tiap departemen tidak sama."
"Nanti kalau mereka tahun kedua itu tidak lagi, giliran yang tahun pertama, mereka mendapatkan uang yang mereka tabung itu," ungkap dia.
Atas dasar itulah Zainal lantas menyayangkan pernyataan Kemenkes yang tiba-tiba menyebut iauran itu sebagai pemalakan.
Baca juga: DPR Sebut Bullying di PPDS Undip Perbuatan Kriminal: Bukan Lagi soal Fisik & Mental, tapi Pemerasan
Selanjutnya tentang dugaan bullying, Zainal tidak menyangkalnya, tetapi menurutnya itu merupakan perilaku individu, bukan institusi.
"Jadi Menteri ini ngerusak tata kelola yang sudah ada. Bullying itu bukan enggak ada, bullying itu ada, tapi bullying itu perilaku salah, sampai mungkin jadi pidana seseorang individu, bukan perilaku institusi."
"Kalau individu ya yang dihukum individu bukan intitusi. Masa ada polisi korupsi seluruh institusi dihentikan, Ketua KPK korupsi KPK jalan, Ketua MK melanggar etik tetap jalan."
"Ada akpol mati itu yang dihukum oknum, bukan Akpolnya yang ditutup," kata Zainal.
Baca juga: Bukti Awal Dugaan Bullying PPDS Undip Telah Dikantongi, Menko PMK Minta Publik Percayakan ke Polisi
Rektor Undip Klaim Kooperatif dalam Investigasi
Rektor Undip Prof. Dr. Suharnomo menyebut, pihaknya akan membuka diri dalam proses investigasi kasus kematian mahasiswi PPDS Anestesi, dr Aulia Risma Lestari.
Suharnomo menyebut pihaknya menyerahkan sepenuhnya masalah perundungan hingga tindakan pemalakan oleh senior kepada aparat yang berwenang.
“Kami kooperatif, untuk apa kami menutupi-nutupi, Undip itu badan hukum milik negara. Ini milik kita bersama, jadi buat apa kita menutupi sesuatu."
"Ini era digital dimana semua orang bisa berekspresi di ruang digital. Yang kita harapkan di ruang publik yang produktif, yang edukatif, bermanfaat,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin (2/9/2024).
Baca juga: 16 Tahun Mengabdi, Dekan Undip Diberhentikan Sementara dari RSUP Kariadi Imbas Kasus Bullying PPDS
Suharnomo mengatakan kasus dokter muda asal Tegal ini menjadi momentum evaluasi bersama, tidak hanya terkait penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis, namun juga untuk semua pemangku kepentingan.
Dia berharap semua pihak dapat mengakhiri perdebatan yang tidak produktif dan bisa melakukan evaluasi bersama untuk kepentingan Undip.
“Dengan segala hormat, tanpa bermaksud mendahului semua proses pemeriksaan yang dilakukan kepolisian dan kementerian, kami berharap peristiwa ini menjadi momentum evaluasi bersama."
"Tidak bijaksana kalau peristiwa ini menjadi wacana dan polemik serta perdebatan semata. Jangan pula menjadi bahan untuk menyalahkan satu dan lainnya,” ungkap Suharnomo.
Baca juga: Polda Jateng Akan Selidiki Terkait Pungli hingga Rp40 Juta Terhadap Mahasiswa PPDS Undip
Suharnomo menyatakan bahwa apa yang diwacanakan terkait kematian mahasiswa PPDS Undip sekarang menjadi pekerjaan rumah bersama yang harus diselesaikan.
Sebagai institusi pendidikan tinggi milik negara, Undip membuka diri dalam upaya perbaikan PPDS di Indonesia.
“Kalau memang dikehendaki, silakan DPR, pers dan kampus lain datang ke Undip untuk secara bersama mencari solusi atas masalah yang ada. Kami open, terbuka, kolaboratif, dan pasti kooperatif,” tegasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rina Ayu Panca Rini)(Kompas.com/Titis Anis Fauziyah)
Baca berita lainnya terkait Calon Dokter Spesialis Meninggal
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.