Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Petuah Sesepuh Dayak Iban Apai Janggut di Hadapan Menteri AHY dan Delegasi ASEAN

Apai Janggut mengawali petuahnya dengan memberikan salam Dayak Iban yang bermakna bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Petuah Sesepuh Dayak Iban Apai Janggut di Hadapan Menteri AHY dan Delegasi ASEAN
Gita Irawan/Tribunnews.com
Pegiat lingkungan komunitas adat Dayak Iban Sungai Utik, Bandi Anak Ragai atau Apai Janggut dalam International Meeting On Best Practice Of Ulayat Land Regristration In Indonesia And Asean Countries di Trans Luxury Hotel Bandung pada Kamis (5/9/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Pegiat lingkungan komunitas adat Dayak Iban Sungai Utik, Bandi Anak Ragai atau Apai Janggut, memberikan petuahnya terkait pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

Petuah itu disampaikannya di hadapan Menteri ATR/Kepala BPN Agus Harimurti Yudhoyono dan sejumlah delegasi negara ASEAN yang hadir dalam International Meeting On Best Practice Of Ulayat Land Regristration In Indonesia And Asean Countries di Trans Luxury Hotel Bandung pada Kamis (5/9/2024).

Baca juga: Buka Konferensi Internasional, Menteri AHY Sebut 24 Sertifikat HPL Tanah Ulayat Telah Diterbitkan




Apai Janggut mengawali petuahnya dengan memberikan salam Dayak Iban yang bermakna bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Berpidato dalam bahasa Dayak, Apai Janggut juga menyampaikan pesan leluhur mereka untuk tetap menjaga wilayah adat sampai ke anak cucu.

Baca juga: DPR Soroti Tanah Adat yang Diserobot Pengusaha, Sebut Warga Papua Masih Sulit Mencari Keadilan

Ia kemudian menyampaikan bahwa bagi mereka hutan adalah bapak. 

Hal itu karena 80 persen kehidupan sehari-hari masyarakat Iban tidak lepas dari hutan. 

BERITA TERKAIT

Hutan dianggap seperti Bapak karena hutan yang memberikan tempat bagi mereka mencari nafkah.

"Tanah itu merupakan ibu. Karena dari tanah itu kita bisa bercocok tanam dan dari tanah itu juga kami bisa mengelola untuk kehidupan kami," kata Apai Janggut yang diterjemahkan penerjemah di sampingnya.

"Dan kemudian sungai itu kami anggap seperti darah kami. Apabila sungai sudah tercemar, lingkungan sudah tidak lagi lestari maka darah itu seperti air. Air kalau lingkungan sudah tidak bagus lagi itu akan keruh. Dan demikian diumpamakan dengan manusia. Berarti ada yang tidak bagus buat manusia," sambung dia.

Ia pun menyampaikan sejumlah pengakuan yang telah diraihnya dan masyarakat Dayak Iban Sungai Utik atas upaya mereka dalam melestarikan lingkungan.

Pertama, kata dia, adalah sertifikat ekolabel yang diserahkan mantan Menteri Kehutanan Menteri MS Kaban pada 7 Agustus 2008.

Baca juga: PBNU Keberatan Jika Dapat Konsesi Tambang di Wilayah Tanah Adat

"Kemudian diikuti desa teladan peduli hutan tingkat nasional waktu itu penghargaan Wanalestari itu diserahkan oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2011," kata dia disambut hujan tepuk tangan dari para hadirin.

"Kemudian tahun 2019 juga kita mendapat Kalpataru dalam kategori penyelemat lingkungan. Kemudian dilanjutkan dengan prestasi yaitu Apai diutus untuk mendapat Equator Prize di UNDP di New York. Kemudian terakhir yaitu Gulbenkian Prize. Apai juga menerima piagam penghargaan ini di Portugal," sambung dia.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas