PK Terpidana Korupsi Izin Usaha Pertambangan, Pengamat Sebut Ada Mekanisme Eksaminasi
Hal ini ditujukan agar Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) agar dapat independen dalam memutus PK tersebut.
Penulis: Erik S
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi (PSKE) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Ari Wibowo meminta publik mengawasi peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming.
Hal ini ditujukan agar Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) agar dapat independen dalam memutus PK tersebut.
“Publik harus terus mengawasinya agar majelis hakim memutus perkara secara independen dan tidak memihak atau imparsial,” kata Ari, Selasa (10/9/2024).
Ari mengingatkan mengacu Pasal 263 ayat (2) KUHAP telah ditentukan alasan pengajuan PK secara limitatif yaitu novum atau keadaan baru, pernyataan yang bertentangan satu sama lainnya dan kekhilafan atau kekeliruan nyata. Ari menegaskan, jika tidak ada salah satu dari ketiga alasan itu maka peninjauan kembali (PK) selayaknya ditolak.
“Jika salah satu dari ketiga alasan tersebut tidak ada, majelis hakim seharusnya menolak permohonan PK Mardani Maming,” jelas Ari.
Ari melanjutkan, dari pengamatan dirinya sejauh ini peninjauan kembali atau PK yang diajukan Mardani H Maming tidak memiliki sebuah alasan bagi para Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) untuk menerima.
“Kalau (pada akhirnya) ternyata majelis hakim mengabulkan, putusannya bisa dieksaminasi apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Hasil eksaminasi nantinya bisa menjadi pintu masuk bagi Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan memeriksa apakah ada dugaan pelanggaran etik,” tandas dia.
Divonis 12 tahun penjara
Sekadar mengingatkan, Mardani awalnya divonis 10 tahun penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada 10 Februari 2023 terkait perkara suap pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) saat masih menjabat sebagai Bupati Tanahbumbu.
Selain itu, Majelis Hakim yang diketuai oleh Heru Kuntjoro juga menjatuhkan denda sebesar Rp 500 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Tidak hanya itu, terdakwa Mardani H Maming juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 110.601.731.752 (Rp 110,6 M).
Jika tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, harta bendanya akan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Kemudian jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama dua tahun.
Tak terima atas putusan tersebut, Mardani pun mengajukkan banding, dan Jaksa KPK pun tak mau kalah, karena juga ikut mengajukkan banding ke PT Banjarmasin.
Oleh PT Banjarmasin, hukuman Mardani pun justru diperberat melalui putusan dengan nomor 3/PID.SUS-TPK/2023/PT BJM menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh PT Banjarmasin.