Amnesty International Soroti Kasus Pembunuhan Pendeta Yeremia 4 Tahun Lalu, Keadilan Belum Terpenuhi
Pengusutan kasus pembunuhan Pendeta Yeremia oleh anggota TNI, kata Usman jauh dari kata tuntas.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyoroti kasus pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani (68) yang disiksa secara tragis di Papua, 4 tahun lalu.
Pengusutan kasus yang melibatkan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu, kata Usman jauh dari kata tuntas, keadilan belum terpenuhi, dan kekerasan masih berlangsung di Tanah Papua.
Baca juga: VIDEO Detik-detik Penangkapan Tersangka Pembunuhan Gadis Penjual Gorengan: Ngumpet di Loteng
"Nasib yang dialami Pendeta Yeremia menjadi satu dari sekian banyak kasus pembunuhan di luar hukum di Tanah Papua yang melibatkan aparat militer dan jauh dari penyelesaian yang benar dan efektif. Pengusutan kasus ini tidak tuntas dan tidak memenuhi rasa keadilan," kata Usman Hamid, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/9/2024).
Pada Sabtu (19/9/2020) sore, Pendeta Yeremia disiksa dan ditembak di kandang babi miliknya yang terletak di Kampung Bomba, Distrik Hitadipta, Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Kepada Amnesty, seorang pemimpin gereja di Papua yang berkomunikasi langsung dengan pihak keluarga korban.
Tak lama setelah kejadian itu, informasi menyebut kekerasan itu dilakukan oleh aparat TNI.
Pihak berwenang, baik polisi dan militer, awalnya membantah peristiwa tersebut.
Kepolisian Daerah Papua saat itu sempat mengatakan insiden tersebut dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang ingin memancing perhatian global menjelang sidang umum PBB pada akhir bulan September 2020.
Baca juga: Kronologi Penangkapan Pelaku Pembunuhan Gadis Penjual Gorengan, Sembunyi di Loteng Rumah Kosong
Setelah diselidiki oleh Komnas HAM, tim pencari fakta gabungan di bawah Menkopolhukam, dan tim investigasi independen aktivis dan tokoh masyarakat Papua--tergabung dalam Tim Kemanusiaan untuk Intan Jaya dan dibentuk oleh Gubernur Papua--semuanya menyimpulkan bahwa kasus pembunuhan itu dilakukan oleh aparat keamanan.
Hasil penyelidikan menyatakan Pendeta Yeremia meninggal akibat kehabisan darah setelah mengalami penyiksaan, berupa penembakan pada lengan kirinya dari jarak kurang dari 1 meter, dan atau tindak kekerasan lainnya.
Selain ditembak, Pendeta Yeremia juga mengalami tindak kekerasan berupa jeratan, baik menggunakan tangan ataupun alat, seperti tali, dan lain-lain untuk memaksa korban berlutut yang dibuktikan dengan jejak abu tungku yang terlihat pada lutut kanan korban.
Investigasi Komnas HAM menyatakan bahwa seorang anggota TNI bernama Alpius, Wakil Komandan Koramil Persiapan Hitadipta, berdasarkan keterangan dari istri korban dan saksi-saksi lainnya, diduga sebagai pelaku penembakan.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Tim Kemanusiaan untuk Intan Jaya.