Mahkamah Konstitusi Tegaskan Penculikan Anak oleh Orang Tua Kandung Merupakan Tindak Pidana
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan penculikan anak oleh orang tua kandung merupakan tindak pidana.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan penculikan anak oleh orang tua kandung merupakan tindak pidana.
Hal itu disampaikan oleh hakim konstitusi Arief Hidayat dalam sidang pengucapan putusan pengujian materiil Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap UUD 1945, Kamis (26/9/2024).
Permohonan ini teregistrasi dengan nomor perkara 140/PUU-XXI/2023.
"Sehingga, meskipun yang mengambil anak adalah orang tua kandung, jika dilakukan secara paksa tanpa hak atau izin maka tindakan tersebut termasuk dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP," kata Arief di ruang sidang Gedung MK, Jakarta.
Artinya, lanjut Arief, jika pengambilan anak oleh orang tua kandung yang tidak memiliki hak asuh atas putusan pengadilan dilakukan dengan tanpa sepengetahuan dan seizin dari orang tua pemegang hak asuh, terlebih dilakukan dengan disertai paksaan atau ancaman paksaan maka tindakan tersebut dapat dikategorikan melanggar Pasal 330 ayat (1) KUHP.
"Oleh karena itu, dalam menerapkan Pasal 330 ayat (1) KUHP harus terdapat bukti bahwa kehendak untuk mengambil anak tanpa seizin orang tua pemegang hak asuh benar-benar datang dari pelaku yang sekalipun hal tersebut dilakukan oleh orang tua kandung anak," jelasnya.
Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh Aelyn Halim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani.
Para Pemohon seluruhnya memiliki kesamaan, yakni setelah bercerai memiliki hak asuh anak namun saat ini tidak mendapat hak tersebut karena mantan suaminya mengambil anak mereka secara paksa.
Mulai dari Aelyn Halim selaku mengaku tidak mengetahui keberadaan anaknya karena telah disembunyikan oleh mantan suaminya yang dibawa tanpa sepengetahuan sejak tiga tahun lalu. Ia sudah melaporkan ke pada pihak kepolisian namun tidak diterima
dengan alasan yang membawa kabur adalah ayah kandungnya.
Begitu pula Shelvia, mantan suaminya melakukan pemalsuan identitas anak dalam pembuatan paspor tanpa seizinnya untuk pergi ke luar negeri.
Nasib yang sama juga dialami Nur, anak keduanya diculik oleh mantan suami pada akhir Desember lalu yang hingga saat ini terlapor belum dijadikan tersangka dan tidak ada kejelasan mengenai keberadaan anak keduanya.
Selanjutnya Angelia Susanto yang memiliki mantan suami warga negara asing masih belum menemukan keberadaan anaknya hingga saat ini. Mantan suaminya menculik anak mereka pada Januari 2020.
Terakhir, Roshan Kaish Sadaranggani ketika anaknya diambil oleh mantan suami telah berupaya melapor ke KPAI dan mengajukan eksekusi melalui Pengadilan Negeri. Akan tetapi, hingga saat ini masih tidak mendapat akses untuk menemui anak-anak.
Namun permohonan untuk seluruhnya ini ditolak. Mahkamah menilai persoalan yang dihadapi oleh para pemohon, yaitu tidak diterimanya laporan para pemohon bahwa terlapor bukan sebagai pelaku tindak pidana dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP, bukan menjadi kewenangan Mahkamah untuk menilainya.
Akan tetapi di satu sisi, Arief menekankan seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum, khususnya penyidik Polri untuk menerima setiap laporan berkenaan dengan penerapan Pasal 330 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Seorang Wanita Lukai Ibu Kandungnya Pakai Parang hingga Nyaris Tewas, Cuma karena Tak Terima Disuruh
Sebab unsur barang siapa yang secara otomatis dimaksudkan adalah setiap orang atau siapa saja tanpa terkecuali, termasuk dalam hal ini adalah orang tua kandung anak baik ayah atau ibu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.