Tangis Haru Petani Bali Jelang Made Urip Tinggalkan Senayan
rekam jejak MU, panggilan akrab I Made Urip, membuat rakyat Bali, terutama kaum petani yang sering berinteraksi langsung dengannya, menitikkan tangis.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. I Made Urip meninggalkan Senayan? Mewariskan "track records" atau rekam jejak yang membanggakan.
Dan rekam jejak MU, panggilan akrab I Made Urip, membuat rakyat Bali, terutama kaum petani yang sering berinteraksi langsung dengannya, menitikkan air mata haru.
Mereka tak mau politikus PDI Perjuangan itu meninggalkan Senayan, Jakarta, tempatnya mengabdi sebagai wakil rakyat asal Bali selama ini.
Ibarat anak ayam, para petani Bali serasa kehilangan induknya. Sebab semasa MU menjadi anggota Komisi IV DPR RI lima periode (1999-2004, 2004-2009, 2009-2014, 2014-2019 dan 2019-2024), nasib para petani Bali terentaskan.
Aspirasi mereka selalu diperjuangkan. MU rajin menyalurkan bantuan dari pemerintah pusat, juga dari koceknya sendiri, kepada para petani Bali.
Setelah nyaris 25 tahun mengabdi di Senayan sebagai anggota DPR RI, MU harus menanggalkan keanggotaannya dan meninggalkan Kompleks DPR/DPD/MPR RI pada 1 Oktober nanti bersamaan dengan dilantiknya anggota DPR RI periode 2024-2029.
Berat bagi MU untuk meninggalkan Senayan. Bukan karena politikus asal Kabupaten Tabanan itu ingin duduk lebih lama lagi di sana, tapi karena perjuangannya untuk petani Bali belum selesai. Para petani pun bersedih hati.
Banyak petani dan Krama Subak di Bali kini merasakan kesedihan mendalam setelah MU dipastikan tidak menjabat sebagai anggota DPR RI lagi, karena tidak dicalonkan kembali oleh partainya pada Pemilu 2024 lalu.
Keputusan DPP PDIP itu membuat para petani kehilangan sosok yang selama ini dekat dan peduli terhadap nasib mereka. Selama menjabat, MU dikenal sebagai Wakil Rakyat Sejuta Traktor, karena rajin membagikan traktor dan menjadi tokoh yang selalu hadir di tengah petani.
Dia tak hanya mendengarkan keluhan, tetapi juga aktif mencarikan solusi atas masalah yang dihadapi para petani. Karakter rajin dan rendah hati membuatnya menjadi panutan di kalangan petani dan Krama Subak.
Banyak petani yang mengungkapkan kekecewaan atas keputusan PDIP yang tidak mencalonkan MU kembali.
“Sangat sulit mencari sosok seperti beliau yang mau terjun langsung dan memahami betul apa yang kami butuhkan,” kata Ketua Kelompok Masyarakat Gerakan Menjaga Sungai dan Hutan Desa Adat Suwat, Ngakan Made Budiasa yang juga salah satu penerima bantuan yang diperjuangkan MU, saat Sosialisasi Program Pemulihan Lahan di Suwat Waterfall, Gianyar, Bali, Senin (23/9/2024), yang diceritakan kembali oleh MU di Jakarta, Kamis (26/9/2024).
Bantuan yang diberikan tersebut, seperti 755 bibit pohon produktif, pembangunan gapura dan 2 unit tower air serta pupuk yang dikelola langsung oleh Kelompok Masyarakat Gerakan Menjaga Sungai dan Hutan Desa Adat Suwat.
Bantuan program penanaman dan pemulihan lahan yang diguyurkan senilai total Rp600 juta itu berkat perjuangan dan uluran tangan MU, yang juga Ketua DPP PDIP yang membidangi Koperasi dan UMKM, bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun anggaran 2024.
Oleh karena itu, mereka sepakat bahwa MU telah memberikan kontribusi signifikan bagi pengembangan pertanian di Bali.
“Kami merasa kehilangan seorang wakil rakyat yang benar-benar mengerti dan peduli,” jelas Ngakan Made Budiasa seperti ditirukan MU.
Keputusan PDIP tak mencalonkan lagi MU juga menuai kritik dari berbagai kalangan. Banyak yang menilai PDIP keliru dalam strategi politiknya, mengabaikan sosok yang telah membangun hubungan baik dengan rakyat.
Sebagai sosok wakil rakyat yang terpilih lima periode dan identik dengan pertanian dan Subak, MU juga konsisten untuk membangun sektor pertanian Bali agar semakin maju dan berkembang.
MU berharap ada wakil rakyat lain yang bisa meneruskan perjuangannya, dan lebih penting lagi, para petani ingin suara mereka tetap didengar dalam setiap pengambilan kebijakan.
Saat ini kesedihan mendalam memang melanda rakyat Bali. Namun harapan akan masa depan pertanian yang lebih baik tetap hidup di hati mereka, khususnya Krama Desa Adat Suwat yang kini tengah menjadi sorotan dalam upaya pemulihan lahan dan pelestarian lingkungan.
"Kami sangat berterima kasih kepada Pak Made Urip yang selalu berjuang di pusat untuk masyarakat Bali,” ucap Ngakan ditirukan MU lagi.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Ni Made Mirnawati mengakui tidak salah masyarakat Bali, khususnya Kabupaten Gianyar memilih MU sebagai wakil rakyat yang selalu berjuang untuk masyarakat bawah, terutama para petani dan Krama Subak.
“Kita di Gianyar sangat banyak dibantu oleh Pak Made Urip, sehingga rakyat tidak salah memilih beliau,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Direktorat Pengendalian Kerusakan Lahan KLHK yang diwakili Safrudin selaku Koordinator NSPK menyampaikan, program pemulihan lahan dari KLHK ini setiap tahunnya selalu dialokasikan dari 14 lokasi lahan di seluruh Indonesia, salah satunya Desa Suwat di Gianyar, Bali.
Desa Suwat satu-satunya yang dialokasikan di Bali atas perjuangan MU. Desa Suwat paling memenuhi syarat dan kriteria untuk program pemulihan lahan, setelah dilakukan survei di tiga lokasi di Bali.
MU yang kembali turun gunung untuk menambah wawasan masyarakat, menyampaikan apresiasinya terhadap upaya pelestarian lingkungan di Desa Suwat.
Selain itu, MU juga mendorong inovasi dan kreativitas pihak desa adat dalam mengembangkan potensi lokal yang ada.
“Lingkungan di sini luar biasa, masih natural, sangat cocok untuk pengembangan destinasi wisata berbasis lingkungan hidup dan agro. Kita berharap ke depan Desa Suwat bisa menjadi desa wisata petik buah Manggis yang diminati wisatawan. Bendesa adat perlu terus berinovasi agar Desa Suwat tidak hanya menjadi destinasi wisata yang natural tetapi juga religius, menjadi kebanggaan Kabupaten Gianyar,” ujar MU.
Dalam sosialisasi ini, MU menekankan pentingnya menjaga lahan pertanian di Bali dari ancaman alih fungsi lahan yang kian masif.
Setiap tahun, sekitar 700 hektare lahan pertanian di Bali hilang akibat beralihnya fungsi lahan menjadi pembangunan hotel, vila, dan perumahan.
“Alih fungsi lahan di Bali sangat masif, dan tanpa perlindungan yang ketat lahan-lahan Subak kita akan habis,” ujarnya dengan penuh keprihatinan.
MU juga mengingatkan masyarakat Desa Adat Suwat untuk tidak mudah tergoda oleh tawaran pengembang.
“Sekali Bapak kasih pengembang masuk, Subak itu hanya akan tinggal kenangan. Ini yang harus kita jaga agar aset budaya dan pertanian kita tidak hilang,” sarannya.
MU pun menekankan bahwa pemulihan lahan harus dimulai dengan menanam pohon. “Ada pohon, ada air, ada kehidupan. Dengan menanam, kita menjaga ekosistem dan lingkungan hidup kita. Ini modal penting bagi Bali, apalagi di tengah tantangan perubahan iklim dan ancaman kerusakan lingkungan,” tegas pria low profile itu.
MU juga menegaskan pentingnya menjaga kelestarian Subak di Bali sebagai warisan leluhur. Baginya, Subak bukan hanya sistem irigasi, tetapi juga simbol kehidupan sosial dan budaya masyarakat Bali. "Dengan melindungi Subak, masyarakat Bali dapat mempertahankan ketahanan pangan di tengah krisis global," tukasnya.
MU yang pada Pemilu 2019 terpilih dengan 255.130 suara atau terbanyak di Dapil Bali dan ranking 7 nasional, menyatakan bahwa sektor pertanian Bali harus diperkuat sebagai sektor unggulan di luar pariwisata.
Program pemulihan lahan di Desa Suwat ini ia harap tidak hanya melindungi lahan pertanian, tetapi juga memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi lokal melalui pengembangan wisata agro.
Dukungan dari pemerintah pusat, DPR RI, serta masyarakat desa adat MU harap dapat memastikan keberlanjutan program ini di masa depan.
Baca juga: Anggota DPR I Made Urip Ingatkan “Pedang Bermata Dua” Dampak El Nino di Indonesia
“Bali tidak bisa hanya mengandalkan pariwisata. Pertanian, terutama yang berbasis ekosistem seperti di Desa Suwat, harus menjadi sektor andalan Bali,” tandasnya.