Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Detik-Detik Ahmad Yani Tewas saat G30S: Rumah Tak Terkunci, sang Jenderal Diberondong Thompson

Sebelum wafat, rumah Ahmad Yani memang tidak dalam kondisi terkunci karena sang istri tengah pergi. Namun, hal ini menjadi awal malapetaka.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Febri Prasetyo
zoom-in Detik-Detik Ahmad Yani Tewas saat G30S: Rumah Tak Terkunci, sang Jenderal Diberondong Thompson
YouTube Tribunnews
Anak ketiga dan ketujuh Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Amelia Ahmad Yani dan Untung Mufreni Ahmad Yani saat menceritakan detik-detik sang ayah wafat dalam peristiwa berdarah yang dikenal Gerakan 30 September 1965. 

TRIBUNNEWS.COM - Anak ketiga dan ketujuh Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Amelia Ahmad Yani dan Untung Mufreni Ahmad Yani, menceritakan detik-detik wafatnya sang ayah dalam peristiwa berdarah yang dikenal dengan Gerakan 30 September atau G30S pada 59 tahun lalu.

Awalnya, Amelia menceritakan detik-detik sebelum sang ayah wafat di mana ibunya, Yayu Rulia Sutowiryo Ahmad Yani, meminta izin untuk beribadah Nyepi di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat pada pukul 21.00 WIB.

Perginya Yayu, cerita Amelia, dikawal oleh lima ajudan yang biasanya melekat bersama Ahmad Yani.

"Ibu saya mau Nyepi sama tante Tini temannya, sama ajudannya om Sandi, terus mas Ang saudara kita, lima orang lah kesana ke Taman Surapati."

"Sama pengawal internal Pak Yani, ada lima orang. Biasanya melekat itu, tapi semua itu seluruh ikut ibu," kata Amelia dalam wawancara eksklusif yang ditayangkan di YouTube Tribunnews, seperti dikutip pada Jumat (30/9/2024).

Sementara itu, pada saat yang bersamaan, Amelia mengungkapkan Ahmad Yani tidur sekitar pukul 22.00 WIB.

Ternyata, pada malam tersebut, seluruh pengawal Ahmad Yani dari batalion Yon Pomad Parra disuruh oleh sang jenderal untuk pulang.

BERITA REKOMENDASI

Ahmad Yani, kata Amelia, meminta para pengawalnya tersebut agar kembali ke rumahnya pada keesokan harinya karena ada pertemuan dengan Presiden pertama RI, Soekarno.

Adapun pengawal yang menjaga rumah Ahmad Yani saat itu hanya berjumlah 12 orang saja.

Baca juga: Cerita Anak Ahmad Yani Jelang Tewasnya sang Ayah dalam Peristiwa G30S: Sempat Ada Telepon Misterius

Ada 2 Kali Telepon dari Orang Misterius

Kemudian, sekitar pukul 23.00 WIB, Amelia mengungkapkan kakak pertamanya, Ruli Yani menerima telepon dari orang misterius yang menanyakan keberadaan sang ayah.

"Bapak ada nggak?" kata Amelia menirukan orang misterius tersebut.

"Dia (Ruli) bilang, ada tapi sudah tidur," jawab Ruli.

Lalu, beberapa menit kemudian, katanya, ada orang misterius kembali melakukan sambungan telepon.

Lagi-lagi, Amelia mengungkapkan orang misterius tersebut menanyakan keberadaan Ahmad Yani.

Namun, setelah dijawab oleh Ruli, sambungan telepon itu kembali ditutup.

"Mungkin sudah di-cut ya, dikuasai mereka," kata Amelia.

Rumah Ahmad Yani Tak Dikunci, 1 Kompi Pasukan Cakrabirawa Merangsek

Singkat cerita, Amelia menuturkan pada 1 Oktober 1965 sekitar pukul 04.15 WIB, anak Ahmad Yani lainnya, Irawan Sura Eddy, terbangun dari tidurnya karena mencari sang ibu.

Amelia menuturkan bahwa rumah tidak dalam kondisi terkunci karena pada saat yang bersamaan, ibunya belum pulang dari merayakan Nyepi.

Kendati begitu, Untung mengungkapkan ada pengawal Ahmad Yani yang menjaga tiap pintu rumah sang jenderal.

"Tapi tiap pintu itu ada yang jaga. Dari yang jaga di rumah sini. Titik-titik lah," cerita Untung pada kesempatan yang sama.

Lalu, pada saat Eddy menunggu kepulangan sang ibu, Untung menuturkan adiknya tersebut terkaget karena ada lima anggota Pasukan Cakrabirawa merangsek masuk ke kediaman Ahmad Yani lewat pintu belakang.

Tak cuma lima orang, Untung menyebut ada satu kompi yang turut datang ke kediaman sang ayah.

"Bangunlah Eddy, keluarlah dia dari kamarnya ke sini (ke ruang tamu -red). Ketemulah (Eddy) dengan Cakrabirawa, lima orang yang inti masuk ke belakang sini."

"Yang datang itu bukan dua kijang, (tapi) pakai bus, pakai truk. Kalau bisa dibilang satu kompilah," cerita Untung.

Setelah itu, Eddy disuruh anggota Pasukan Cakrabirawa untuk membangunkan Ahmad Yani.

Baca juga: Film Eksil Tayang 1 Februari 2024, Kisahkan Mereka yang Tak Bisa Pulang ke Indonesia Pasca G30S/PKI

Mereka, cerita Untung, berdalih bahwa Ahmad Yani dipanggil oleh Soekarno karena situasi negara sedang dalam kondisi genting.

"Pak, dijemput sama Cakrabirawa," cerita Untung menirukan perkataan Eddy.

"Lho, ngopo Cakrabirawa esuk-esuk wes teko? (kenapa Cakrabirawa pagi-pagi sudah datang?)" kata Untung menirukan perkataan Ahmad Yani.

Untung menyebut memang sebenarnya pada 1 Oktober 1965 pukul 08.00 WIB, Ahmad Yani memiliki agenda untuk bertemu dengan Soekarno.

Namun, dia tidak mengetahui maksud dari pertemuan tersebut.

Selanjutnya, Ahmad Yani pun keluar dari kamarnya bersama Eddy untuk bertemu Pasukan Cakrabirawa.

Pada momen tersebut, Untung mengungkapkan ayahnya yang merupakan jenderal TNI bintang tiga dibentak oleh personel TNI berpangkat sersan dan kopral.

Ahmad Yani, kata Untung, pun marah karena dibentak oleh anak buahnya tersebut.

"Siapa yang nggak marah? Dipanggil Presiden katanya, mau ganti baju nggak boleh, mau cuci muka nggak boleh."

"Siapa yang dengar? Eddy, saya di dalam (kamar)," cerita Untung.

Saat marah, Ahmad Yani sampai menampar salah satu anggota Pasukan Cakrabirawa menggunakan popor senjata.

"Begitu dibentak-bentak, dipukul lah salah satu, dipukul satu orang. Jelas marahlah," jelasnya.

"(Ahmad Yani marah) 'Kau, tentara tahu apa kau!" sambung Untung menirukan bentakan sang ayah.

Mau Kembali ke Kamarnya, Ahmad Yani Langsung Diberondong oleh Pasukan Cakrabirawa

Untung menceritakan Ahmad Yani pun berniat kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.

Namun, sambungnya, komandan dari Pasukan Cakrabirawa memerintahkan untuk menembak Ahmad Yani dengan senjata Thompson yang sudah dibawa.

"Begitu tutup pintunya, salah satu orang yang komandannya ini, 'Yani, tembak!'," cerita Untung.

Begitu terdengar suara berondongan tembakan, seluruh anak Ahmad Yani terbangun dari tidurnya.

Pada saat yang bersamaan, mereka pun melihat tubuh Ahmad Yani yang sudah tidak bernyawa dan bersimbah darah diseret oleh personel Pasukan Cakrabirawa ke luar rumah.

Baca juga: 5 Teori G30S 1965 soal Dalang Upaya Kudeta dan Pembunuhan Jenderal TNI AD

Lalu, Untung menyebut seluruh anak Ahmad Yani mengejar Pasukan Cakrabirawa yang menyeret tubuh ayahnya.

"Di sini, diseret-seret sampai depan situ. Taruhlah pinggir jalan situ. Kita ngejar dari sini," cerita Untung.

Bahkan, saat seluruh anak Ahmad Yani mencoba ingin melihat jasad sang ayah keluar, ada salah satu anggota Pasukan Cakrabirawa mengancam akan menembak siapapun.

"Kita cuma bisa nangis. Kita nggak tahu bapaknya dibawa pergi, nggak ngerti," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Artikel lain terkait Gerakan 30 September

 

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas