Terungkap, Pembayaran Program Jemput Bola PT Timah Berubah Sejak Tetian Wahyudi Jadi Pemasok
Terungkap sejak Tetian Wahyudi jadi pemasok bijih timah ke PT Timah pembayaran program jemput bola PT Timah berubah.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Divisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi PT Timah Ichwan Azwardi mengatakan sejak Tetian Wahyudi jadi pemasok bijih timah ke PT Timah pembayaran program jemput bola PT Timah berubah.
Awalnya pembayaran jasa jadi pembayaran bijih timah.
Adapun hal itu disampaikan Ichwan pada sidang perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2024).
Ia bersaksi untuk terdakwa eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra dan bos smelter swasta MB Gunawan dan pemilik money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim.
“Saudara saksi tadi awal mengungkapkan terkait dengan jemput bola ini awalnya pembayaran jasa kerja. Lalu kemudian berubah jasa kerja itu pembayarannya dihitung dari mana? Apa saja yang diperhitungkan?” tanya hakim Ida Ayu dalam sidang.
Baca juga: Cerita Sespri Bos Smelter Disuruh Tukar Uang Rp 7,8 M ke Money Changer Helena Lim, Ada Hal Janggal
Menjawab hal itu, Ichwan menerangkan hal itu berubah setelah dilakukan sosialisasi kemudian dibuat prosedur operasi standar atau SOP.
“Dalam SOP itu jasa kerjanya dihitung dari biaya item yang digunakan masyarakat. Seperti alat kerja, mesin yang digunakan, kemudian transport. Itu yang dibayarkan PT Timah,” jelas Ichwan.
Menurut Icwan pihak yang menghitung biaya untuk pembayaran bijih timah berasal dari pengawas PT Timah.
“Pengawas PT Timah,” jawab Ichwan.
Ichwan pun menegaskan kembali soal sistem pembayarannya saat dicecar hakim.
Baca juga: Korupsi Timah, Perusahaan Smelter Setor Uang Rp 2,1 Miliar ke Money Changer Milik Helena Lim
“Betul Yang Mulia setelah instruksi 30 keluar. Itu yang saya ketahui awalnya masih jasa. Walaupun kompensasi masih dalam bentuk jasa,” kata Ichwan.
Ichwan melanjutkan sepengetahuannya sekitar bulan April 2018 terjadi perubahan pola pembayaran.
“Kemudian waktu koordinasi dengan kepala unitnya Pak Haspani, menyampaikan sejak adanya orang yang namanya Tetian itu. Menjadi pemasok bijih timah ke PT Timah. Dia mengambil bijihnya itu dari para kolektor kemudian dibawa. Dan dibayarkan PT Timah dalam rupiah per ton,” jelasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.