Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK Tolak Uji Materi UU Pemilu Soal Aturan Hak Presiden & Wakil Presiden Kampanye

Gugatan uji materi UU 7/2017 tentang Pemilu terkait aturan hak presiden dan wakil presiden melaksanakan kampanye ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK)

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in MK Tolak Uji Materi UU Pemilu Soal Aturan Hak Presiden & Wakil Presiden Kampanye
Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
Hakim Konstitusi Arief Hidayat. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gugatan uji materi UU 7/2017 tentang Pemilu terkait aturan hak presiden dan wakil presiden melaksanakan kampanye ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 

Posita atau alasan permohonan dan petitum dinilai tidak jelas. Mahkamah menegaskan, petitum sebagai representasi dari posita seharusnya mencerminkan hal-hal dimohonkan yang berasal dari alasan-alasan yang menjadi dasar permohonan.

“Dengan kata lain, antara posita dan petitum harus terdapat persesuaian dan konsistensi, in casu uraian adanya pertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 terhadap norma undang-undang yang dimohonkan pengujian yang diuraikan dalam posita permohonan juga secara konsisten harus pula mempresentasikan adanya pertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dalam petitumnya,” ujar Arief Hidayat dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Oleh sebab itu, meskipun dalam uraian posita permohonan telah disampaikan alasan adanya pertentangan norma yang dimohonkan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, tetapi para pemohon tidak menyebutkan tentang hal-hal apa saja yang menjadi pokok permohonan yang dimohonkan terhadap objek permohonan yang dimohonkan pengujian.

Sehingga hal ini menunjukkan adanya kekurangcermatan dan ketelitian dalam menyusun permohonan oleh para pemohon.

Sebab, hal-hal yang diuraikan di atas merupakan aspek krusial karena selain terkait dengan keterpenuhan syarat formil prosedural hukum acara, juga untuk memastikan rangkaian uraian fakta hukum dan argumentasi serta tujuan dari permohonan agar dapat dipahami dengan jelas.

BERITA REKOMENDASI

Sebagai informasi, dalam sidang sebelumnya, permohonan yang teregistrasi dalam perkara nomor 55/PUU-XXII/2024 menegaskan petitumnya agar ketentuan dimaksud dimaknai mahkamah bahwa presiden dan atau wakil presiden harus berstatus petahana (incumbent) dan berkampanye untuk dirinya sendiri. 

Selengkapnya, dalam petitum permohonan para pemohon memohon kepada mahkamah agar menyatakan ketentuan Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut:

Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu: “Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:

1. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
3. Presiden dan/atau Wakil Presiden harus berstatus petahana (incumbent) dan berkampanye untuk dirinya sendiri.”

Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu: “Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye dengan syarat berstatus petahana (incumbent) dan berkampanye untuk dirinya sendiri.”

Permasalahan presiden dan/atau wakil presiden berkampanye menimbulkan keresahan seperti yang terjadi di Pemilu 2024 bahkan menjadi berbagai polemik yang alot, serius, dan menjadi isu penting dalam sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK. 

Para pemohon berharap apabila permohonan ini dikabulkan permasalahan dimaksud tidak terjadi lagi di pemilu-pemilu berikutnya.

Menurut para pemohon, sangat tidak etis dan patut jika presiden dan/atau wakil presiden terlibat dalam kampanye pemilu dan/atau mendukung pasangan calon presiden dan/atau calon wakil presiden lain pada agenda-agenda kepemiluan. 

Sebab, hal tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang berkeadilan dan persamaan di hadapan hukum bagi kompetitor lainnya di pemiihan presiden padahal kepastian hukum yang adil dan persamaan di hadapan hukum merupakan perintah konstitusi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas