Pemberantasan Korupsi jadi Tantangan Paling Berat Pemerintahan Prabowo-Gibran
Dalam konteks ini, kabinet yang akan dibentuk harus berisi individu-individu yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki integritas tinggi.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Acos Abdul Qodir
Dia menyinggung soal banyaknya tokoh politik dari partai pendukung maupun oposisi yang hadir dalam pertemuan di Kertanegara tersebut.
Pieter menilai jika hal itu jelas menimbulkan spekulasi publik, apakah Prabowo akan berkompromi dengan mengakomodasi kepentingan politik dalam susunan kabinetnya.
"Di tengah kondisi seperti ini, apakah janji zaken kabinet akan tetap terjaga, ataukah kompromi politik akan menjadi penentu utama?" ujarnya.
Baca juga: Lemahnya Kultur Oposisi Hingga Pendanaan Parpol Jadi Penyebab Gemuknya Kabinet Prabowo
Di sisi lain, Pieter Zulkifli berpandangan jika kompromi politik, terutama dalam pembentukan kabinet adalah praktik yang wajar dalam demokrasi.
Sebab, mengelola negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan beragam tantangan politik memerlukan stabilitas yang seringkali dicapai melalui perjanjian politik.
Namun, dia mengingatkan bila rakyat berharap kompromi itu dilakukan demi kepentingan bangsa, bukan untuk segelintir elite.
"Sayangnya, sejarah panjang Indonesia yang diwarnai oleh praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme, masih membekas hingga kini. Sementara, biaya hidup yang tinggi, pendidikan mahal, dan lapangan pekerjaan yang sulit ditemukan merupakan realitas yang menghantui banyak rakyat kecil. Janji-janji perubahan seringkali terkikis oleh kepentingan pribadi dan politik sempit," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.