KPK Cecar Eks Komisaris Pertamina soal Pengadaan LNG Tak Berizin
Komisaris PT Pertamina (Persero) tahun 2013–2014 diperiksa soal pegadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) tanpa ada izin
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) tanpa ada izin dan persetujuan komisaris serta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Hal itu didalami penyidik KPK ketika memeriksa Komisaris PT Pertamina (Persero) tahun 2013–2014 A. Edy Hermantoro, Kamis (17/10/2024).
Edy Hermantoro diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina tahun 2011–2021.
"Saksi didalami terkait dengan pengadaan LNG tanpa ada izin dan persetujuan komisaris dan RUPS," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Jumat (18/10/2024).
KPK diketahui mengembangkan perkara korupsi LNG yang sebelumnya telah menghukum mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan sembilan tahun penjara.
Lembaga antirasuah itu menetapkan dua tersangka dalam pengembangan kasus LNG, yakni mantan Senior Vice President (SPV) Gas and Power PT Pertamina Persero Yenni Andayani (YA) dan eks Direktur Gas PT Pertamina Persero Hari Karyuliarto (HK).
Keduanya adalah bawahan Karen yang diberikan kuasa untuk menandatangani perjanjian jual beli LNG Train 1 dan Train 2 dari anak usaha Cheniere Energy, Inc., Corpus Christie Liquefaction, LLC.
Baca juga: KPK Selisik Penjualan LNG Pertamina ke PPT Energy Trading Singapore
Diberitakan, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta tetap menghukum Direktur Utama PT Pertamina periode 2009–2014, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, dengan pidana penjara sembilan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis banding menilai Karen Agustiawan terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dalam kasus korupsi terkait pengadaan LNG tahun 2011–2021.
“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN.JKT. PST, tanggal 24 Juni 2024 untuk selain dan selebihnya,” bunyi amar putusan banding dikutip dari laman Direktori Putusan PT DKI Jakarta, Rabu (11/10/2024).
Perkara nomor: 41/PID.SUS-TPK/2024/PT DKI Jakarta ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Sumpeno dengan hakim anggota Brmargareta Yulie Bartin Setyaningsih dan Gatut Sulistyo. Panitera pengganti Haiva. Putusan dibacakan pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Majelis hakim memutuskan sejumlah barang bukti dikembalikan kepada jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk digunakan dalam perkara lain atas nama tersangka Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani.
Selain itu, majelis hakim meminta Karen agar tetap berada dalam tahanan.
“Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” kata hakim.
“Membebankan biaya perkara kepada terdakwa dalam dua tingkat pengadilan yang dalam tingkat banding sejumlah Rp 7.500,00,” imbuhnya.
Sebelumnya, jaksa KPK mengajukan banding lantaran putusan majelis hakim tingkat pertama tidak membebankan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti kepada Karen.
Pembayaran uang pengganti dibebankan kepada Corpus Christi Liquefaction LLC.
Berdasarkan keterangan-keterangan saksi, alat bukti, barang bukti, keterangan ahli dan keterangan terdakwa, telah ditemukan dari hasil pengadaan tersebut uang yang dihitung sebagai kerugian negara adalah 113.839.186,60 dolar AS justru mengalir kepada korporasi Corpus Christi sebagai harga pengadaan pembelian LNG yang menyimpang ketentuan, yang seharusnya tidak dilakukan pencairan oleh PT Pertamina.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.