Broker Eksi Anggraeni Kelabui Pegawai Antam Soal Pembayaran 100 Kg Emas, Tak Kirim Uang Hingga Sore
Saksi Sutarjo menyebut eks pegawai Antam dikelabui Eksi Anggraeni soal penyerahan 100 kilogram emas.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Asisten Security Manager UBPP LM PT Antam Tbk Sutarjo mengaku sempat melakukan pemeriksaan internal terhadap pegawai dan Kepala Butik BELM Surabaya 01 terkait pengiriman 100 kilogram emas.
Adapun orang-orang yang diperiksa yakni Kepala BELM Surabaya 01 Antam Endang Kumoro, General Trading Manufacturing and Service Senior Officer Ahmad Purwanto, dan tenaga administrasi BELM Surabaya 01 Antam Misdianto.
Dalam pemeriksaan itu, Ahmad Purwanto, kata Sutarjo mengakui telah menerima pengiriman emas 100 kilogram dari UBPP LM Pulo Gadung atas permintaan broker Eksi Anggraeni.
Permintaan itu Eksi lakukan karena ia menjanjikan bakal membayar pengiriman 100 Kg emas itu kepada PT Antam.
Baca juga: Usut Kasus Dugaan Korupsi Emas, Kejagung Periksa Kadiv Akuntansi dan Perpajakan PT Antam
Akan tetapi pada kenyataannya tidak ada pembayaran dan tanda terima untuk 100 kilogram emas tersebut.
Pernyataan itu Sutarjo terangkan saat hadir sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi rekayasa jual beli emas Antam dengan terdakwa crazy rich Surabaya Budi Said dan eks General Manager PT Antam Tbk Abdul Hadi Avicena di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Informasi itu bermula ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami pengetahuan Sutarjo perihal informasi lengkap dari pemeriksaan yang dilakukan terhadap ketiga orang tersebut.
Dari hasil pemeriksaan itu, terdapat pengakuan dari Ahmad Purwanto bahwa pada 10 November 2018 Butik Surabaya 01 mendapat kiriman emas 100 kilogram dari UBPP LM Pulogadung.
Baca juga: Gaya Hidup Kepala Butik Penjualan PT Antam Disebut Berubah usai Terima Duit Korupsi Emas
"Jadi berdasarkan hasil pemeriksaan yang ketiga orang ini ada pengakuan dari Ahmad Purwanto di poin 8 pengakuan Ahmad Purwanto tanggal 10 November 2018 ButiK Surabaya menerima pengiriman barang dari logam mulia Pulogadung sebanyak 100 kilogram," kata Sutarjo.
Hanya saja ketika Jaksa mendalami soal keperluan pengiriman 100 kilogram emas ke Butik Surabaya itu, Sutarjo mengaku tidak tahu.
Kepada Jaksa, Sutarjo menyebut hanya mengetahui pengiriman emas 100 kilogram itu untuk stok penjualan di Butik Surabaya 01.
"Kalau untuk keperluannya apa tidak tahu Pak. Yang jelas untuk stok di sana stok penjualan di Butik, pengiriman barang untuk stok penjualan di Butik pak," kata dia.
Kemudian gantian Hakim Ketua Toni Irfan mempertanyakan seputar 100 kilogram emas itu kepada Sutarjo.
Hakim mencoba mempertegas apa hasil yang didapatkan Sutarjo dari pemeriksaan terhadap ketiga orang itu perihal pengiriman 100 kilogram emas.
"Anda melakukan pemeriksaan terhadap Ahmad Purwanto, Misdianto, endang Kumoro, apa yang di dapatkan dari hasil emas yang 100 kilogram itu?" tanya Hakim.
Sutarjo pun menjelaskan, pada 12 November 2018 emas tersebut dikeluarkan Ahmad Purwanto dan Misdianto untuk kemudian diserahkan ke broker Eksi Anggraeni.
Akan tetapi pada saat penyerahan emas tersebut sejatinya belum ada pembayaran yang dilakukan oleh Eksi kepada pihak Antam.
Ahmad Purwanto dan Misdianto nekat menyerahkan 100 kilogram emas itu lantaran dijanjikan Eksi akan dilakukan pembayaran pada sore harinya.
"Dasar penyerahan barang terjadi karena dapat info dari saudara Eksi bahwa sore nanti akan ada uang masuk dan ternyata uang tidak masuk tanpa ada tanda terima," kata Sutarjo.
Didakwa Rugikan Negara Rp 1,1 Triliun
Terkait hal ini sebelumnya diberitakan, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said atas dugaan korupsi pembelian emas PT Antam sebanyak 7 ton lebih.
Dakwaan itu dibacakan jaksa penuntut umum dalam persidangan perdana Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Pembelian emas dalam jumlah besar dilakukan Budi Said ke Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam pada Maret 2018 sampai dengan Juni 2022.
Menurut jaksa, pembelian emas dilakukan Budi Said dengan cara berkongkalikong dengan Eksi Anggraeni selaku broker dan beberapa oknum pegawai PT Antam yakni Kepala BELM Surabaya 01 Antam bernama Endang Kumoro, General Trading Manufacturing and Service Senior Officer bernama Ahmad Purwanto, dan tenaga administrasi BELM Surabaya 01 Antam bernama Misdianto.
Dari kongkalikong itu, kemudian disepakati pembelian di bawah harga resmi dan tidak sesuai prosedur Antam.
Total ada dua kali pembelian emas yang dilakukan Budi Said.
Pertama, pembelian emas sebanyak 100 kilogram ke BELM Surabaya 01.
Namun saat itu BELM Surabaya tidak memiliki stok tersebut, sehingga meminta bantuan stok dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulo Gadung PT Antam.
Harga yang dibayarkan Budi Said untuk 100 kilogram emas Rp 25.251.979.000 (dua puluh lima miliar lebih). Padahal, harga tersebut seharusnya berlaku untuk 41,865 kilogram emas.
Kemudian pembelian kedua, Budi Said membeli 7,071 ton emas kepada BELM Surabaya 01 Antam.
Saat itu dia membayar Rp 3.593.672.055.000 (tiga triliun lebih) untuk 7.071 kilogram atau 7 ton lebih emas Antam. Namun dia baru menerima 5.935 kilogram.
Kekurangan emas yang diterimanya itu, sebanyak 1.136 kilogram atau 1,13 ton kemudian diprotes Budi Said.
Rupanya dalam pembelian 7 ton lebih emas Antam tersebut, ada perbedaan persepsi harga antara Budi Said dengan pihak Antam.
Dari pihak Budi Said saat itu mengaku telah menyepakati dengan BELM Surabaya harga Rp 505.000.000 (lima ratus juta lebih) untuk per kilogram emas. Harga tersebut ternyata lebih rendah dari standar yang telah ditetapkan Antam.
Adapun berdasarkan penghitungan harga standar Antam, uang Rp 3,5 triliun yang dibayarkan Budi Said semestinya berlaku untuk 5,9 ton lebih emas.
Akibat perbuatannya ini, negara melalui PT Antam disebut-sebut merugi hingga Rp 1,1 triliun.
Dari pembelian pertama, perbuatan Budi Said bersama pihak broker dan BELM Surabaya disebut merugikan negara hingga Rp 92.257.257.820 (sembilan puluh dua miliar lebih).
Kemudian dari pembelian kedua, negara disebut-sebut telah merugi hingga Rp 1.073.786.839.584 (satu triliun lebih).
Dengan demikian, Budi Said dalam perkara ini dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.