Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jerit Hati Guru Supriyani Dipaksa Bayar Uang Damai: Kenapa Harus Membayar, Saya Kan Tidak Bersalah

Supriyani mengaku tak habis pikir, dirinya diminta membayar uang jutaan rupiah demi "berdamai" dengan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya.

Penulis: Malvyandie Haryadi
zoom-in Jerit Hati Guru Supriyani Dipaksa Bayar Uang Damai: Kenapa Harus Membayar, Saya Kan Tidak Bersalah
TribunnewsSultra.com/ Samsul
Guru honorer Supriyani. Ia merupakan guru honorer di SDN 4 Baito Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Ia dilaporkan ke polisi karena dugaan menganiaya anak seorang polisi ketika di sekolah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Supriyani mengaku tak habis pikir, dirinya diminta membayar uang jutaan rupiah demi "berdamai" dengan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya.

Guru Supriyani merupakan guru honorer di SDN 4 Baito Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Ia dilaporkan ke polisi karena dugaan menganiaya anak seorang polisi ketika di sekolah.

Dalam perjalanan kasus itu, guru Supriyani mengungkapkan soal adanya permintaan uang damai terkait kasusnya.

"Setelah selesai penyidikan kedua itu, ada intimidasi lagi disuruh membayar uang Rp2 juta yang menyuruh Kapolsek. Itu hari cuma punya uang Rp1,5 juta tapi mintanya dia Rp2 juta," ujar Supriyani dalam wawancara khusus dengan Tribun Sultra di akun Youtube Tribunnews Sultra Official.

"Saya benar-benar menyerah di situ. Kenapa saya harus membayar kan saya nggak salah. Di situ saya sudah pasrah apapun yang terjadi saya akan tetap jalani sampai ada titik terakhir," sambungnya.

Beriku ini pengakuan Supriyani saat wawancara eksklusif TribunnewsSultra.com bersama Supriyani di kediamannya di Kecamatan Baito, Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra, Senin (28/10/2024).

Kronologi kasus ini seperti apa? 

BERITA REKOMENDASI

Awalnya itu hari Jumat, 26 April 2024 kiranya pukul 12.30 Wita. Siang itu saya ditelepon penyidik Polsek Baito yang bernama Pak Jefri. 

Saya sempat bertanya," Maaf ini siapa?" Dia memperkenalkan dirinya adalah Jefri dari Polsek Baito. 

Dia menanyakan saya ada di mana dan meminta saya untuk datang ke kantor polisi saat itu juga,

Karena jaraknya tidak terlalu jauh, saya pun mengiyakan permintaan itu.

Saya langsung bergegas datang ke kantor, sampai di kantor itu sudah ada penyidik, Pak Kapolsek, kedua orangtua korban, dan korban di situ sudah duduk.


Saya langsung didudukkan di situ dekat orangtua korban.

Dia bertanya," Ibu tahu nggak tujuan ibu saya panggil ke sini?

"Nggak tahu pak."

"Ibu datang ke sini saya mau mintai keterangan karena ibu telah dilaporkan sama orangtua."

"Kebetulan anak itu ada di sekolah di sekolahnya ibu mengajar, dan kebetulan orangtua korban juga bertugas di Polsek sini."

Terus saya tanya, dilaporkan apa pak?

Pak Jefri penyidik lalu bilang, ibu telah dilaporkan menganiaya ananda D, memukul pakai sapu ijuk.

Di situ saya kaget. Demi Allah, Pak saya tidak melakukan itu.

Saya bantah begitu karena itu anak bukan muridku. Anak itu di kelas 1A, saya mengajar di kelas 1B.

Katanya kejadiannya itu hari Rabu, 24 April 2024. Pada hari Rabu itu saya mulai pagi sampai anak-anak pulang saya ada di dalam kelas.

Di dalam kelas 1A pun begitu, ada gurunya Ibu Guru Lilis Serlina Dewi yang mengajar mulai pagi sampai jam pulang sekolah ada di kelas. 

Sekitar jam 9 pagi, Ibu Lilis memang sempat izin ke kantor tapi itu antara ruangannya Bu Lilis kelas 1A dengan kantor itu nggak jauh, mungkin cuma sekitar tiga menit baru kembali lagi ke kelasnya.

Tidak ada kejadian apa pun ketika itu.

Di situ saya bilang sama Kapolsek, penyidik, dan kedua orangtuanya saya tidak melakukan perbuatan itu, karena memang tidak ada kejadian pada hari itu.

Terus orangtua korban bilang, mereka tidak terima kalau seperti cara saya menyikapinya. Mereka akan membawa saya ke jalur hukum.

Terus saya disuruh pulang sama penyidik untuk kalau memang ada berita lanjutan saya hubungi ibu.

Selang dua hari setelah pertemuan di Polsek, saya menerima surat panggilan.

Sebelum saya menghadiri surat panggilan, malam itu ada telepon dari Pak Penyidik Jefri mengintimidasi saya.

"Ibu datang saja di rumahnya Pak Bowo untuk meminta maaf mengakui kesalahan supaya semua masalah ini tidak berlanjut."

Di situ saya langsung bilang tidak mau pak, karena saya nggak bersalah, saya tidak melakukan perbuatan itu, saya bilang begitu.

Kemudian pukul 14.00 di tanggal 28 April 2024, saya memenuhi panggilan penyidik.

Sekitar jam 2 siang sampai jam 7 malam.

Kemudian paginya gantian Ibu Lilis yang dipanggil, yang dipertanyakan itu kejadian hari Rabu ada di mana dari pagi sampai pulang sekolah.

Terus hari ketiganya giliran Pak Kepala Sekolah (KS) waktu mau dipanggil, Pak KS didatangi Pak Penyidik lagi waktu di rumahnya.

Di situ, Pak KS pun diajak datang di rumahnya mengajak saya untuk datang di rumahnya Pak Bowo meminta maaf mengakui kesalahan.

Awalnya Pak KS juga tadinya tidak mau ya. Kemudian datang ke rumah. Kami berunding termasuk dengan teman-teman (guru) di sekolah, bagaimana baiknya supaya ini masalah nggak berlanjut.

Dapat keputusan dari teman sekolah katanya jalani saja supaya ada jalan keluar. 

Begitu saya jalan ke sana ke rumah Pak Bowo bersama suami dan Kepala Sekolah tapi nggak ada hasil.

Sampai di sana saya minta maaf. Namun bukan mengakui (memukul) tapi meminta maaf apabila selama anaknya sekolah di situ ada Kepala Sekolah atau guru lain atau saya cara mengajarnya kurang berkenan di hati orangtuanya.

Tetapi di sana tidak diterima seolah-olah tetap saya yang dituduh memukul anak itu.

Sampai dua kali itu diintimidasi sama tim penyidik.

Kemudian, setelah sepekan berlalu ada panggilan lagi yang kedua.

Di situ masih sama, tapi penyidiknya sudah berganti.

Penyidik baru namanya Pak Amirudin. 

Dalam penyidikan itu sama yang dipertanyakan itu awal mula kejadian.

Saya ada di mana, kegiatan apa yang dilakukan di kelas, seperti penyidikan awal.

Setelah selesai penyidikan kedua itu, ada intimidasi lagi. Saya disuruh membayar uang Rp2 juta yang menyuruh Kapolsek.

Hari itu saya cuma punya uang Rp1,5 juta. Namun dia mintanya dia Rp2 juta.

Kekurangannya sebesar Jadi Rp500 ribu itu Pak (Kepala) Desa yang kasih.

Katanya supaya saya nggak ditahan, di situ saya kasih Rp2 juta.

Namun tetap nggak ada hasil. Kasus ini tetap dilanjutkan.

Malah sampai ada juga dari perlindungan anak yang menelepon penyidik tapi nggak tahu siapa dari perlindungan anak mana. Dia meminta uang juga Rp15 juta untuk kejaksaan supaya tidak ditahan juga di situ.

Tapi saya menyerah di situ, kenapa saya harus membayar kan saya nggak salah.

Di situ saya sudah pasrah apapun yang terjadi saya akan tetap jalani sampai ada titik terakhir.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas