Aset yang Telah Disita pada Kasus Korupsi Timah Bisa Dikembalikan? Ini Pandangan Ahli
Yunus pun menjelaskan sejatinya negara bisa melakukan penyitaan aset jika dalam perjalanannya terdakwa mengikhlaskan barang tersebut
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yunus Husein menyebut negara mesti mengembalikan aset yang sebelumnya dilakukan penyitaan jika pemiliknya mengajukan bantahan setelah 30 hari putusan pengadilan.
Hal itu diungkapkan Yunus saat hadir sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi tata niaga timah yang menjerat Harvey Moeis Cs di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Baca juga: Korupsi Timah, Harvey Moeis Sebut Dana CSR Ratusan Miliar Disimpan di Brankas dan Ludes Saat Pandemi
Pernyataan Yunus bermula ketika Hakim Anggota Suparman Nyompa bertanya terkait mekanisme penyitaan barang hasil tindak pidana korupsi bercampur dengan aset yang diperoleh dari hasil halal.
"Bagaimana pandangan menurut ahli menyangkut ini, apakah bisa dilakukan perampasan atau penyitaan aset dari pelaku atau gimana?" tanya Hakim.
Baca juga: Sidang Kasus Korupsi Timah, Saksi Ahli Sebut Aset Halal yang Bercampur Hasil Korupsi Bisa Disita
Yunus pun menjelaskan sejatinya negara bisa melakukan penyitaan aset jika dalam perjalanannya terdakwa mengikhlaskan barang tersebut dan tidak lakukan perlawanan.
Akan tetapi jika seseorang tersebut melakukan perlawanan disertai bukti maka negara mesti mengembalikan.
"Tapi kalau dia mengajukan bantahan atau perlawanan dia berhak, negara yang tidak berhak. Justru dia yang berhak," kata Yunus.
Hanya saja kata Yunus seseorang itu bisa mendapat kembali barang berharganya jika dalam melakukan bantahan menyertai bukti yang kuat.
Nantinya seseorang tersebut bisa mengajukan bantahan setelah 30 hari pasca adanya putusan dari Majelis Hakim.
"Setelah dia mengajukan bantahan atau mengajukan perlawanan harus dikembalikan kalau dia bisa buktikan itu punya dia. Biasanya untuk kasus korupsi ini 30 hari setelah putusan diberikan kesempatan," pungkasnya.
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Baca juga: Mantan Dirjen Minerba Sebut Timah dalam IUP yang Belum Dibayarkan Royalti Bukan Milik PT Timah
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.