Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sengketa Perusahaan Batu Bara dengan Asuransi, OJK Diminta Turun Tangan

Pengacara PT Rajawali Bara Makmur (PT RBM), Fatiatulo Lazira mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi

Editor: Dodi Esvandi
zoom-in Sengketa Perusahaan Batu Bara dengan Asuransi, OJK Diminta Turun Tangan
HANDOUT
Suasana sidang sengketa PT Rajawali Bara Makmur (PT RBM) dengan PT Great Eastern General Insurance Indonesia (PT GEGII). Fatiatulo Lazira saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara PT Rajawali Bara Makmur (PT RBM), Fatiatulo Lazira, mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi kepada PT Great Eastern General Insurance Indonesia (PT GEGII).

Ia mendesak OJK membekukan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya; atau pencabutan izin produk dan/atau layanan PT GEGII.

“OJK sebagai lembaga representasi negara yang dibentuk agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, harus melakukan tindakan hukum terhadap PT GEGII, agar tidak menjadi preseden yang menimbulkan semakin banyak korban di sektor asuransi seperti yang sering terjadi,” pintanya lewat keterangannya di Jakarta, Senin (4/11/2024).

Desakan itu dilontarkan Fatiatulo setelah PT GEGII menuduh kliennya menyembunyikan fakta material dalam proses penutupan asuransi. 

Ia mengecam tuduhan itu dan menyebut tuduhan itu tidak berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.

“Kami menilai PT GEGII memutarbalikkan fakta. Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dalam Perkara No. 209/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst, terbukti PT GEGII tidak menerapkan tata kelola perusahaan yang baik pada saat penutupan asuransi. Atas pertimbangan itu, pengadilan menyatakan PT GEGII terbukti melakukan perbuatan wanprestasi (ingkar janji) dan menghukumnya membayar klaim asuransi klien kami,” kata Fatiatulo.

Menurutnya, penolakan klaim asuransi PT GEGII karena terjadi perbedaan penafsiran fakta meterial tentang penghitungan rasio kerugian (loss ratio) dan loss record (pengalaman klaim).

BERITA REKOMENDASI

Di mana loss ratio dapat dihitung dari klaim asuransi yang dibayarkan (incurred claim) ditambah biaya penyesuaian (adjustment expenses) kemudian dibagi dengan total premi yang diperoleh (total premium earned). 

PT GEGII beralasan PT RBM yang diwakili PT Sukses Utama Sejahtera (PT. SUS) tidak mengungkap informasi/fakta material terkait peristiwa kecelakaan kandasnya Kapal BG Charles 209 yang mengangkut muatan batu bara milik PT RBM yang terjadi pada 24-25 Desember 2022.

Sehingga mengakibatkan tumpahnya muatan batu bara milik PT RBM ke lautan. 

Faktanya, PT RBM belum mendapat konfirmasi pembayaran klaim atas kecelakaan pada 24-25 Desember 2022 sehingga penghitungan rasio kerugian (loss ratio) pada saat penutupan asuransi adalah nol.

“Perbedaan penafsiran ini seharusnya tidak terjadi, kalau dari awal pada saat penutupan asuransi PT GEGII sudah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana diwajibkan ketentuan hukum yang berlaku. Di mana berdasarkan Pasal 32 POJK 22/2023, mewajibkan PUJK memberikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas, akurat, jujur, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian, baik pada saat melakukan kegiatan pemasaran dan sebelum menandatangani perjanjian,” jelasnya.


Menurut Fati, PT RBM selaku tertanggung yang diwakili PT SUS selaku broker telah mengungkapkan fakta material secara jujur kepada PT GEGII selaku penanggung.

Termasuk di antaranya rasio kerugian (loss ratio) PT RBM selama 5 (lima) tahun terakhir dan diperbaharui menjadi 3 (tiga) tahun adalah nol.

Dan bahwa PT RBM juga memiliki asuransi dengan perusahaan asuransi lain saat itu.

“Pada saat penutupan asuransi, klien kami sudah mengungkapkan informasi yang benar sesuai formulir placing slip, dan PT GEGII tidak pernah melakukan identifikasi dan verifikasi informasi tersebut (customer due diligence), baik dalam bentuk wawancara maupun survei, sehingga klien kami merasa informasi yang disampaikan sudah cukup. Giliran klien kami mengajukan klaim, baru sekarang dicari-cari kesalahan untuk menolak klaim,” jelas Fati.

Ia pun menegaskan pada saat penutupan asuransi, menurut hukum perusahaan asuransi wajib menerapkan identifikasi dan verifikasi atas dokumen pendukung (customer due diligence) terhadap konsumen, sebagai wujud penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer/KYC) serta dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen. 

Secara teknis, merujuk pada POJK 22/2023, contoh menelaah kesesuaian dokumen yang memuat informasi calon konsumen dan/atau konsumen dengan fakta yang sebenarnya antara lain mencocokkan kesesuaian tempat tinggal konsumen dengan data pada identitas konsumen, melakukan survei yang memadai, dan wawancara terhadap konsumen untuk meneliti dan meyakini kebenaran informasi yang terdapat dalam dokumen yang disampaikan oleh konsumen. 

“Kalau perusahaan asuransi sudah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik sesuai dengan hukum asuransi dan hukum di sektor jasa keuangan, perbedaan penafsiran terkait loss ratio mapun loss record, seharusnya tidak terjadi. Ketidakcupkan proses seleksi risiko yang dilakukan oleh pada saat penutupan asuransi, maka tindakan tersebut dikualifikasi sebagai risiko asuransi dan tidak dapat menjadi alasan penolakan klaim asuransi," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas