Rekam Jejak Kapolda Sumbar Suharyono: Dikritik di Kasus Afif, Didesak Dicopot Imbas Kasus Tambang
Kapolda Sumbar Suharyono kerap menjadi perbincangan publik dalam kasus yang menjadi sorotan. Setelah kasus Afif, kini di kasus polisi tembak polisi.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Nuryanti
"Dia harus (beri) testimoni, 'Apakah kamu benar melihat (kejadian), kamu kok ngomong begitu? Kamu, kan, sudah trial by the press, menyampaikan ke pers sebelum fakta yang sebenarnya cukup bukti atau tidak, atau kamu hanya asumsi dan ngarang-ngarang," jelasnya pada 26 Juni 2024.
Pernyataan Suharyono itu pun berbuntut kritik keras dari berbagai pihak yaitu Komnas HAM, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, dan pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.
Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan mengungkapkan pernyataan Suharyono yang akan mencari orang yang memviralkan Afif tewas karena disiksa polisi adalah intimidatif.
"Ya ini bentuk intimidasi," katanya dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat pada 25 Juni 2024 lalu, dikutip dari Kompas.com.
Hari mengatakan langkah Polda Sumbar tersebut membuat keluarga korban ketakutan, termasuk 18 korban penganiayaan lainnya yang masih hidup.
Dia mengungkapkan keluarga korban bakal merasa takut karena anaknya kemungkinan akan diproses hukum lantaran dianggap mendiskreditkan citra kepolisian.
Selain itu, Hari juga menambahkan adanya intimidasi itu bakal memengaruhi psikologi para korban.
Hal ini, imbuhnya, turut memengaruhi keterangan dari para korban karena merasa ketakutan.
"Bahkan (akibat intimidasi) bisa jadi nanti keterangan A jadi berubah jadi B. Ini yang kita minta upaya kami supaya segera mungkin untuk memberikan surat perlindungan bagi korban," kata dia.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso meminta agar Polda Sumbar tidak resisten atau menentang kritik masyarakat terkait adanya dugaan tewasnya Afif karena disiksa polisi.
Sugeng mengatakan narasi adanya dugaan polisi menyiksa AM menjadi bentuk kritik agar kepolisian bekerja sesuai dengan aturan.
"Polisi tidak boleh resisten terhadap kritik masyarakat seperti yang disampaikan di medsos bahwa diduga korban mati karena dianiaya polisi, itu adalah salah satu bentuk kritik kepada Polri agar aparaturnya bekerja menurut aturan undang-undang dan HAM," katanya kepada Tribunnews.com, Senin (24/6/2024).
"Jadi jangan diserang orang yang mengkritik lewat medsos," sambungnya.
Sementara, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri mengungkapkan pernyataan Suharyono itu dianggapnya bisa memunculkan persepsi upaya menutup-nutupi kesalahan anak buahnya.