Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisi IV DPR: PP Kesehatan Berdampak Luas Terhadap 2,3 Juta Tenaga Kerja Industri Hasil Tembakau

Daniel pun meminta pemerintah harus mempertimbangkan dampak besar yang diterima oleh rakyat kecil dari penerapan PP 28/2024. 

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Komisi IV DPR: PP Kesehatan Berdampak Luas Terhadap 2,3 Juta Tenaga Kerja Industri Hasil Tembakau
istimewa
Acara diskusi bertema 'PP Permenkes: Implikasi Pada Pendapatan Negara dan Target Ekonomi Jangka Panjang' di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (19/12/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan mengatakan bahwa implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan akan berdampak luas.

Ruang lingkup pengamanan Zat Adiktif yang termuat pada Pasal 429-463 dalam PP 28/2024 dinilai akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi kelangsungan industri kretek nasional legal di tanah air.

Daniel pun meminta pemerintah harus mempertimbangkan dampak besar yang diterima oleh rakyat kecil dari penerapan PP 28/2024. 

"Industri tembakau memegang peranan penting terhadap ekonomi nasional terutama cukai rokok setiap tahun sangat besar. Berdasarkan data menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir cukai dari rokok mencapai Rp 1.516,16 T sepanjang 10 tahun terakhir," kata Daniel dalam diskusi 'PP Permenkes: Implikasi Pada Pendapatan Negara dan Target Ekonomi Jangka Panjang', di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (19/12/2024). 

Diketahui salah satu pasal dalam PP 28/2024 yang dianggap dapat berdampak terhadap industri rokok ada pada Pasal 435 yang berbunyi 'Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau dan rokok elektronik harus memenuhi standardisasi kemasan yang terdiri atas desain dan tulisan'. 

Menurut Daniel, kebijakan tersebut dapat mengakibatkan penurunan permintaan bahan baku rokok.

Berita Rekomendasi

"Sedangkan sekitar 2,3 juta tenaga kerja di sektor industri hasil tembakau (IHT) dan produk turunannya, atau 1,6 persen dari total penduduk yang bekerja (Indef, 2024). Belum lagi pada sektor hulu dengan jumlah petani mencapai 6.172.482 orang dengan luas garapan kebun tembakau mencapai 247.064 ha yang tersebar di 15 provinsi (APTI, 2024)," sambungnya. 

Politisi PKB ini menilai perlu ada regulasi yang menguntungkan bagi industri ini. Bahkan, setiap tahun selalu dilakukan penyesuaian terhadap tarif cukai, hal ini berdampak pada industri tembakau.

Untuk itu, katanya, DPR RI mendorong adanya UU strategis nasional. Sebab UU ini penting karena mendorong agar ada perlindungan terhadap komoditas strategis nasional.

"Di mana komoditas ini memiliki peran penting dalam perekenomian nasional seperti penciptaan lapangan kerja, kontribusi terhadap pendapatan negara salah satu komoditas strategis adalah tembakau. Dulu sempat diusulkan dengan inisiatif DPR yakni RUU Pertembakauan, namun karena berbagai penolakan sehingga RUU pertembakauan tidak dilanjutkan," ujarnya. 

"Padahal dengan adanya UU ini kita memiliki payung kuat dalam melindungi petani kita, pekerja kita di industri manufaktur rokok. Padahal industri ini sangat berjasa dalam memberikan pendapatan bagi negara dan menopang ekonomi warga yang mencapai jutaan jiwa," sambung Daniel.

Di tempat yang sama Anggota Gaprindo, Estyo Herbowo mengatakan rokok ilegal akan menurunkan penjualan produk resmi, sehingga berdampak pada penurunan produksi.

Industri hasil tembakau (IHT) harus bisa terlindungi dari serangan rokok ilegal yang dapat mematikan industri. Terlebih harga jual eceran (HJE) rokok di Indonesia akan mengalami kenaikan meskipun tarif cukai hasil tembakau tetap tidak berubah.

"Pemerintah sendiri menetapkan bahwa tidak ada kenaikan tarif cukai, tapi HGE nya dinaikkan. Sekarang fenomenanya, yaitu kalau bagi dunia rokok, yaitu down trading. Jadi perusahaannya tear 1, konsumennya bergeser tear 2, baik itu gak apa-apa, karena itu keputusan yang legal," ungkapnya. 

"Nah rokok ilegal ini dampaknya sangat tinggi terhadap pemasukan negara sebagaimana kita ketahui, di tahun 2023 antara target dan penerimaan itu tidak tercapai. Tahun 2023 kalau gak salah sekitar Rp213,5 Triliun," tuturnya. 

Sementara, Wakil Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Andreas Hua menyoroti pasal-pasal eksesif terkait industri hasil tembakau yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) serta rencana aturan turunannya melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). 

Salah satunya potensi dampak rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tertera pada Rancangan Permenkes. 

"Kurang lebih warnanya hitam, semua tulisan mereknya juga hitam. Jadi apakah dengan hitam itu nanti pada beli rokok itu atau tidak. Itu yang nanti kita lihat. Jadi di beberapa forum kita sampaikan bahwa sebagai pekerja kita tidak anti regulasi, tapi tolong dong kita sebagai pihak yang selalu terkena dampak dari regulasi ini diajak ngomong juga supaya regulasi yang dibuat ini komprehensif," jelasnya. 

Analisis Kebijakan Ekonomi APINDO, Ajib Hamdani mengatakan pemerintah mempunyai sebuah kebutuhan yang sangat panjang. Khususnya soal industri tembakau dari hulu sampai hilir dan melibatkan begitu banyak pemangku kepentingan. 

Sehingga, kata dia, ketika pemerintah mendesain sebuah kebijakan, makan harus melihat kebutuhan masyarakat yang sedang berkembang dan bagaimana keuangan negara. 

"Kita kembali ke keuangan negara dari 230 triliun target 2025 yang nanti naik, sebenarnya kan kita melihat bahwa pemerintah itu juga punya harapan. Jadi kalau menurut saya, daripada pemerintah sibuk untuk mendegradasi tentang sebuah produk, lebih baik mereka itu lebih fokus pada penegakan hukum untuk memberantas rokok yang ilegal," terangnya.

Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia, Garindra pun menolak Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU 17/2023).

Dia menjelaskan cacat hukum pertama pada PP 28/2024 karena bertentangan dengan UU 17/2023. Mengacu pada Pasal 152 UU 17/2023, produk tembakau dan tembakau alternatif harus diatur dalam regulasi tersendiri.

Regulasi tersebut dinilai perlu direvisi karena berpotensi mengancam kelangsungan industri pelaku usaha hingga membatasi hak konsumen perokok dewasa mengakses produk tembakau alternatif.

Baca juga: Kementan Beberkan Dampak Negatif Aturan Kemasan Rokok Bagi Petani Tembakau

"Rokok elektrik Yang kami sangat kagetkan itu di PP-28 adalah kami diatur hampir serupa dengan pengaturan untuk rokok konvensional. Pemahamannya kenapa dibagi menjadi 2 ayat terpisah adalah bahwa memang kedua produk ini sebaiknya diatur terpisah," pungkasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas