Eks Penyidik KPK Sebut Wacana Pengampunan Koruptor Lewat Pengembalian Uang Korupsi Tak Masuk Akal
Praswad Nugraha merespons wacana Presiden RI Prabowo Subianto yang ingin memaafkan koruptor apabila mengembalikan uang hasil korupsi ke negara.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochamad Praswad Nugraha merespons wacana Presiden RI Prabowo Subianto yang ingin memaafkan koruptor apabila mengembalikan uang hasil korupsi ke negara.
Praswad khawatir penyelenggara negara atau pejabat akan semakin masif melakukan tindak pidana korupsi dengan adanya wacana tersebut.
“Kalau misalnya tindak pidana korupsi itu bisa di-restorative justice dengan cara mengembalikan (uang korupsi), maka orang-orang akan menerapkan ‘gue lakuin aja dulu, nanti kalau ketahuan balikin’. Bayangin coba, kalau misalnya semua orang akan melakukan korupsi dengan catatan kalau ketahuan dibalikin, kalau enggak ketahuan alhamdulillah,” kata Praswad dalam keterangannya, Sabtu (21/12/2024).
“Tapi titik garis merahnya, semuanya akan selamat, enggak ada yang masuk penjara. Bisa kebayang mau jadi apa Republik Indonesia kalau seperti itu,” sambungnya.
Praswad menilai rekayasa sosial akan mengubah pola kehidupan masyarakat.
Baca juga: Mahfud MD: Pengampunan Koruptor Tak Jamin Akuntabilitas dan Transparansi
Prabowo dan para pembantunya di Kabinet Merah Putih, lanjut dia, harus berhati-hati alias tidak gegabah.
Praswad mengingatkan teori rekayasa sosial Roscoe Pound yang menyatakan hukum dapat digunakan sebagai alat untuk merekayasa masyarakat atau law as a tool of social engineering.
“Jangan sampai nanti justru kita melakukan arah rekayasa sosialnya menuju keruntuhan moral,” katanya.
Dosen hukum pidana Universitas Tarumanegara ini tidak menampik niat baik Prabowo untuk memulihkan aset hasil korupsi.
Baca juga: KPK Tunggu Detail Maksud Presiden Prabowo Soal Pengampunan Koruptor Untuk Tentukan Sikap
Namun, ia menegaskan rencana tersebut tidak bisa diimplementasikan.
Hal itu dikarenakan selama belasan tahun bekerja sebagai penyidik, Praswad belum menemukan ada koruptor yang secara sukarela mengembalikan uang korupsi.
“Niatan presiden itu bagus, serius saya ngomong begini, bukan karena saya mau ngejilat rezim, tapi enggak applicable, enggak masuk diakal. Kayak orang ngomong ‘Bang, saya pengin jadi profesor hukum tapi dia S1 saja belum’,” kata Praswad memberi analogi.
“Sebenarnya saya menghargai niatan Presiden, bagus banget kalau itu bisa dilaksanakan, orang pada mengembalikan duit korupsi semua, tapi kan enggak ada yang mau (mengembalikan secara sadar), enggak ada yang mau. Pengembalian uang itu harus pakai upaya paksa, harus pakai pidana,” imbuhnya.
Sebelumnya, di hadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024) waktu setempat, Prabowo mempertimbangkan kemungkinan untuk memaafkan koruptor asal mengembalikan uang hasil korupsi ke negara.
Prabowo mengesampingkan proses hukum dengan memberi kesempatan koruptor bertaubat.
"Saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi voor, apa voor, apa itu, memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk taubat," tutur Prabowo.
Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menjelaskan ide yang disampaikan Prabowo tersebut merupakan bagian dari amnesti—rencananya akan diberikan kepada 44.000 narapidana mulai dari kasus narkoba, UU ITE, tahanan politik hingga korupsi.
"Presiden mempunyai beberapa kewenangan terkait dengan apa yang beliau ucapkan di Mesir terkait penanganan kasus-kasus korupsi, yaitu kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apa pun dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara," kata Yusril dalam keterangannya, Kamis (19/12/2024).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.