Profil Eko Aryanto, Hakim Pengadilan Tipikor yang Tuai Sorotan Usai Vonis Ringan Kasus Harvey Moeis
Berikut profil Profil Hakim Eko Aryanto, Hakim Pengadilan Tipikor yang menuai sorotan usai vonis ringan kasus korupsi Rp 300 Triliun
Penulis: Falza Fuadina
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto, menuai sorotan usai menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Harvey Moeis.
Selain itu, Hakim Eko Aryanto juga menjatuhkan vonis denda Rp 1 miliar dan diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar.
Diketahui, Harvey Moeis terlibat kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di IUP PT Timah Tbk yang merugikan negara sebesar Rp 300 triliun.
Vonis ini dinilai terlalu ringan dibandingkan dengan skala kerugian yang ditimbulkan.
Hal tersebut juga membuat publik bertanya-tanya tentang sosok Eko Aryanto hingga jumlah harta kekayaannya.
Lantas seperti apa sosok Hakim Eko Aryanto?
Berikut profil Eko Aryanto.
Profil Eko Aryanto
Eko Aryanto, S.H., M.H. memiliki latar belakang pendidikan di bidang hukum.
Dikutip dari pn-tulungagung.go.id, ia menyelesaikan studi jenjang Sarjana di Universitas Brawijaya, Malang pada tahun 1987.
Pada 2002, Eko Aryanto berhasil menyandang gelar Magister di IBLAM School of Law.
Baca juga: Politikus Demokrat Kritik Vonis 6,5 Tahun Bui Harvey Moeis: Menghina Akal Sehat
Tak hanya itu, ia juga berhasil menyelesaikan studi S3 di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) pada tahun 2015.
Memulai karier sebagai CPNS pada 1988, Eko Aryanto telah memimpin di sejumlah Pengadilan Negeri, di antaranya adalah Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, serta Nusa Tenggara Barat.
Saat ini, ia tercatat sebagai Hakim Utama Muda di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas I A Khusus.
Eko Aryanto juga pernah mengadili kasus-kasus besar lainnya, seperti kasus kelompok kriminal John Kei, Bukon Koko, dan Yeremias Farfarhukubun terkait kasus kematian Yustis Corwing (Erwin).
Harta Kekayaan
Hakim Eko Aryanto tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp2,82 miliar.
Hartanya itu terdaftar di dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilaporkannya pada 29 Januari 2024 untuk periodik 2023.
Harta terbanyak Eko Aryanto berasal dari tanah dan bangunan yang ia miliki di Kota Malang, Jawa Timur senilai total Rp1,3 miliar.
DATA HARTA
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 1.350.000.000
1. Tanah dan Bangunan Seluas 200 m2/100 m2 di KAB / KOTA KOTA MALANG , HASIL SENDIRI Rp. 1.350.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 910.000.000
- MOBIL, HONDA CR-V MINIBUS Tahun 2013, HASIL SENDIRI Rp. 300.000.000
- MOBIL, HONDA CIVIC SEDAN Tahun 2013, HASIL SENDIRI Rp. 300.000.000
- MOTOR, KAWASAKI NINJA SEPEDA MOTOR Tahun 2013, HASIL SENDIRI Rp. 50.000.000
- MOTOR, KAWASAKI KLX SEPEDA MOTOR Tahun 2013, HASIL SENDIRI Rp. 20.000.000
- MOBIL, TOYOTA INNOVA REBORN G 2.0 AT Tahun 2016, HASIL SENDIRI Rp. 240.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 395.000.000
D. SURAT BERHARGA Rp.---
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 165.981.000
F. HARTA LAINNYA Rp.---
Sub Total Rp. 2.820.981.000
III.HUTANG Rp.---
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 2.820.981.000
Baca juga: Sosok Eko Aryanto, Hakim yang Vonis Harvey Moeis 6,5 Tahun Penjara, Dipantau KY & Dikritik Mahfud MD
KY akan Dalami Putusan Vonis Harvey Moeis
Komisi Yudisial (KY) menyatakan akan mendalami putusan vonis Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terhadap Harvey Moeis.
Diketahui, Harvey Moeis divonis 6,5 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Hukuman dianggap terlalu ringan meskipun Harvey Moeis terbukti merugikan negara mencapai Rp 300 triliun.
Putusan ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (23/12/2024).
Terkait hal itu, Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengungkapkan, pihaknya akan mengevaluasi apakah Ketua Majelis Hakim yang memutus perkara, Eko Aryanto, telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Meski demikian, Mukti menyampaikan bahwa pendalaman ini tidak akan menyentuh substansi putusan.
“Merespons hal itu, Komisi Yudisial (KY) menyadari bahwa putusan ini akan menimbulkan gejolak di masyarakat."
“(Evaluasi) ini sebagai upaya agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensinya agar bisa memutus perkara dengan adil,” kata Mukti, dikutip dari Kompas.com, Jumat (27/12/2024).
Pihak KY menegaskan upaya mengubah putusan hanyalah dengan banding.
“Adapun forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding,” ujar Mukti.
Untuk itu, ia juga mengajak masyarakat untuk melapor jika mengetahui adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam perkara Harvey Moeis.
“KY meminta agar laporan tersebut disertai bukti-bukti pendukung agar dapat diproses,” tambah Mukti.
Putusan Dianggap Tak Adil
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, turut menyoroti kasus ini.
Ia menilai putusan hakim tidak logis dan mencederai rasa keadilannya.
Ungkapan itu disampaikan Mahfud MD dalam akun X @mohmahfudmd pada Kamis (26/12/2024).
"(Hukuman harvey Moeis) tak logis, menyentak rasa keadilan. Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU Rp300T. Oleh jaksa hanya dituntut 12 tahun penjara dengan denda 1 M dan uang pengganti hanya dengan Rp210 M."
"Vonis hakim hny 6,5 tahun plus denda dan pengganti dengan total Rp212 M. Duh Gusti, bagaimana ini?" demikian tulis @mohmahfudmd.
(Tribunnews.com/Falza/Galuh Widya Wardani/Wahyu Aji)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.