Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK Hapus Presidential Threshold, Setara Institute: Membuat Demokrasi Kita Lebih Sehat

Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus aturan ambang batas pemilihan presiden.

Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Wahyu Gilang Putranto
zoom-in MK Hapus Presidential Threshold, Setara Institute: Membuat Demokrasi Kita Lebih Sehat
Tribunnews.com/Danang Triatmojo
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan sejumlah putusan perkara uji materiil citra diri peserta pemilu dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).  

TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus aturan ambang batas atau presidential threshold (PT) untuk pemilihan presiden dan wakil presiden.

Halili menilai, putusan MK patut diapresiasi lantaran akan membuat demokrasi di Indonesia lebih sehat.

"Secara umum, putusan tersebut patut diapresiasi, karena putusan tersebut akan membuat demokrasi kita lebih sehat, dengan mekanisme politik yang lebih memungkinkan terjadinya sirkulasi elite," ucap Halili Hasan saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (3/1/2024).

Kemudian, sambungnya, putusan itu akan lebih memberikan ruang bagi setiap partai politik untuk mengajukan kandidat presiden dan wakil presiden.

"Dengan demikian, rakyat akan makin memiliki banyak alternatif dalam memilih calon pemimpin politik mereka," terangnya.

Selain itu, Halili menyebut putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 ini akan mempersempit potensi kongkalikong elitis dan oligarkis.

"Partai-partai kecil akan lebih independen dalam menawarkan kandidat kepada rakyat, tanpa terkungkung oleh keharusan untuk bergabung pada koalisi dan utak-atik politik oleh elite serta oligarki agar bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden dengan syarat threshold seperti saat ini," ungkapnya.

Berita Rekomendasi

Diberitakan sebelumnya, MK memutuskan menghapus ambang batas dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo, di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis.

Baca juga: 5 Catatan Denny Indrayana Soal MK Hapus Presidential Threshold, Potensi Munculnya Politik Dinasti

MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas