6 Catatan Imparsial Menyikapi 100 Hari Kerja Pemerintahan Prabowo-Gibran di Bidang Pertahanan
Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menyampaikan sejumlah hal terkait bidang pertahanan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabumingraka memasuki 100 hari masa pertama.
Masa pemerintahan 100 hari pertama sebuah pemerintahan biasanya akan mencerminkan bagaimana proyeksi pola kepemimpinan dan pemerintahan ke depan.
Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menyampaikan sejumlah hal terkait bidang pertahanan pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Imparsial menilai 100 hari pertama pemerintahan ini, sektor pertahanan Indonesia menunjukkan tanda-tanda kemunduran serius yang mengarah pada menguatnya militerisme dan kembalinya Dwifungsi TNI," kata Ardi dalam keterangan yang diterima, Rabu (22/1/2025).
Menurutnya, hal ini dapat dilihat secara nyata dari beberapa hal; Pertama, Dwifungsi TNI menguat dengan penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil, sebagaimana terlihat dari pengangkatan Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretrais Kabinet (Seskab).
Ardi menjelaskan pengangkatan Mayor Teddy sebagai Sekretaris Kabinet merupakan bentuk pelanggaran nyata terhadap Undang-Undang No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terkait penempatan personel militer aktif di jabatan sipil dan keterlibatan prajurit TNI aktif dalam politik praktis.
"Pengangkatan Mayor Teddy yang merupakan seorang prajurit aktif TNI sebagai Sekretaris Kabinet jelas bertentangan dengan pasal 39 dan 47 UU TNI yang menyatakan bahwa prajurit TNI tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis serta prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan pemerintahan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan," ujarnya.
Mengacu pada Pasal 47 ayat (2) UU TNI, Sekretaris Kabinet tidak termasuk dalam instansi yang diperbolehkan untuk diduduki oleh prajurit TNI aktif.
Jabatan yang boleh diduduki oleh TNI aktif menurut pasal 47 ayat (2) adalah pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
"Lebih dari itu pengangkatan Mayor Teddy tersebut juga mencederai semangat reformasi TNI dan juga menunjukkan adanya pengabaian terhadap supremasi hukum di Indonesia," kata Ardi.
Kedua, Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional yang kewenangannya melampaui yang diatur dalam UU Pertahanan.
Dia menjelaskan, meskipun pembentukan Dewan Pertahanan Nasional ini sudah dimandatkan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Namun dalam Pasal 3 huruf F Perpres No. 202 Tahun 2024 yang menyatakan bahwa DPN memiliki fungsi lain yaitu fungsi yang diberikan oleh presiden memberikan kewenangan yang sangat luas terhadap DPN dan dapat menimbulkan multi interpretasi.
"Dengan adanya pasal karet tersebut DPN berpotensi menjadi lembaga superbody dan memiliki potensi penyalahgunaan wewenang yang sangat tinggi," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.