Tinggal di Singapura Sejak 2012, Paulus Tannos Ternyata Berstatus Permanent Residence saat Ditangkap
Paulus Tannos ditangkap setelah tinggal di Singapura sejak 2012 lalu dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap.
Editor: Dewi Agustina

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi megaproyek KTP elektronik, Paulus Tannos berhasil ditangkap.
Paulus Tannos yang terjerat perkara korupsi dengan kerugian negara Rp 2,3 triliun ini ditangkap oleh otoritas Singapura di Bandar Udara Internasional Changi Singapura.
"(Ditangkap, red) di Changi," kata seorang sumber, Jumat (24/1/2025).
Menurut sumber, Paulus Tannos baru saja mendarat di Changi sehabis bepergian dari luar Singapura.
Baca juga: Perjalanan Kasus Paulus Tannos Tersangka Korupsi E-KTP, Hilang sejak 2019, Ditangkap di Singapura
Ihwal penangkapan Paulus Tannos di Singapura juga dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.
Otoritas Singapura menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu berdasarkan permintaan KPK.
"Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan, KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan," kata Fitroh.
Sudah Berstatus Permanent Residence
Paulus Tannos ditangkap setelah tinggal di Singapura sejak 2012 lalu dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap.
Paulus tinggal di Singapura bersama dengan keluarganya, termasuk anaknya Catherine Tannos yang terjerat kasus pengadaan e-KTP.
Ia memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana chip surat izin mengemudi (SIM).
Baca juga: Sosok Paulus Tannos, Buron KPK yang Ditangkap di Singapura, Tersangka Kasus E-KTP
Proses Ekstradisi
Pemerintah melalui Kementerian Hukum (Kemenkum) kemudian menyatakan tengah berupaya mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri terutama Interpol.
Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu.
"Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan," kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.