Megawati Perintah Kepala Daerah PDIP Tunda Ikut Retret, Pengamat: Bentuk Perlawanan Terhadap Prabowo
Pengamat bicara instruksi Megawati Soekarnoputri kepada seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP untuk menunda mengikuti retret.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga, menilai instruksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kepada seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP untuk menunda mengikuti retret dapat dikatakan sebagai bentuk perlawanan terhadap Prabowo Subianto.
Menurutnya, perlawanan Megawati itu bisa jadi akibat rasa kecewanya atas ditahannya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh KPK.
"Perintah Megawati Sorkarnoputri kepada seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah sari PDIP untuk menunda mengikuti retret di Akmil Magelang dapat dikatakan sebagai bentuk perlawanan terhadap Prabowo Subianto," kata dia kepada Tribunnews.com Jumat (21/2/2025).
"Megawati tampaknya ingin menunjukkan, PDIP bisa bersikap berbeda bila pemerintahan Prabowo dinilainya tidak adil terhadap kadernya," lanjutnya.
Jamiluddin menyebut bahwa retret itu memang bukan kewajiban untuk diikuti.
Sebab menurutnya tidak ada aturan yang mengharuskan kepala daerah dan wakil kepala yang mengharuskan ikut retret.
"Jadi, perintah penundaan ikut retret itu bisa saja dinilai bukan sebagai pembangkangan. Megawati dapat dinilai tidak menabrak aturan apa pun dengan mengeluarkan perintah penundaan," ujarnya.
Namun dari sisi politis, ia berpendapat perintah Megawati itu sebagai sikap menentang keinginan Prabowo Subianto.
Apalagi kalau hal itu juga diberlakukan kepada gubernur dan wakil gubernur.
Sebab, gubernur dan wakil gubernur itu sebagai perwakilan pusat.
"Karena itu, gubernur dan wakil gubernur seharusnya seirama dengan keinginan pusat," ucapnya.
"Jadi, kalau dari awal gubernur dan wakil gubernur sudah diajari untuk membangkang, maka hal itu akan menjadi contoh yang tak baik. Gubernur dan wakil gubernur ke depannya akan berpeluang lagi untuk membangkang. Hal ini tentu sebagai preseden buruk sebagai wakil pusat," ucapnya.
Sebab itu, kata Jamiluddin kepala daerah, khususnya gubernur dan wakil gubernur, seharusnya tidak patuh kepada ketua umum partainya.
"Sebagai wakil pusat, gubernur dan wakil gubernur seharusnya lebih patuh pada presiden," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.