Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Kasus Pertamax Oplosan, Kejaksaan Dinilai Terlalu Fokus pada Kerugian Negara tapi Luput pada Korban

LBH Jakarta membuka pos pengaduan bagi masyarakat yang merasa menjadi korban "Pertamax oplosan". 

Editor: Dodi Esvandi
zoom-in Kasus Pertamax Oplosan, Kejaksaan Dinilai Terlalu Fokus pada Kerugian Negara tapi Luput pada Korban
Grace Sanny Vania
PERTAMAX OPLOSAN - Direktur LBH Muhammad Fadhil (kiri), Peneliti Celios Muhammad Saleh (tengah), dan Ekonom Celios Nailul Huda (kanan) memaparkan materi terkait bantuan hukum bagi masyarakat atas kasus “Pertamax Oplosan” di kantor LBH Jakarta, Jumat (28/2/2025). 

TRIBUNNEWS, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) membuka pos pengaduan bagi masyarakat yang merasa menjadi korban "Pertamax oplosan". 

Pembukaan posko pengaduan ini dilakukan sebagai respons terhadap pengungkapan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang oleh Kejaksaan Agung yang dinilai oleh LBH dan CELIOS terlalu fokus pada kerugian negara, namun mengabaikan korban terdampak langsung yaitu masyarakat.

"Kejaksaan berfokus pada kerugian negara, tetapi luput pada korban yang terdampak terhadap adanya penyalahgunaan kewenangan dan kasus korupsi ini,” kata Muhammad Saleh, peneliti CELIOS, di kantor LBH Jakarta, Jumat (28/2/2025).

Muhammad Saleh menyoroti kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam impor dan transaksi minyak sebagai akar masalah dari korupsi ini. 

"Data impor minyak dan transaksi pembelian itu juga tidak terbuka. Ada transaksi proses data impor minyak yang tidak transparan dan kita tidak tahu siapa saja pemain di belakangnya, perusahaan siapa saja dan prosesnya bagaimana. Ini juga menjadi momentum soal pentingnya transparansi proses data impor minyak,” ungkapnya.

“Kemudian kurangnya pengadaan akuntabilitas minyak juga kami melihat ini akan terus berdampak pada tata kelola perminyakan kedepan sehingga penting buat kita untuk melakukan pengawasan,” imbuhnya.

Baca juga: Kerugian Warga Imbas Pertamax Oplosan 2018-2023 Ditaksir Rp47,6 M Per Hari, 5 Tahun Rugi Rp84 T

LBH Jakarta dan CELIOS juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Berita Rekomendasi

"Fungsi supervisi yang harusnya bisa dijalankan Kementerian BUMN ternyata tidak berjalan baik. Padahal beberapa waktu lalu Presiden Prabowo sudah melaunching Danantara yang di antaranya Pertamina menjadi bagian dari Danantara. Sehingga kegagalan tata kelola di Pertamina ini tentu akan mengganggu trust publik terhadap pelembagaan dana investasi yang saat ini dibuat oleh pemerintah. Kemudian data impor minyak dan transaksi pembelian itu juga tidak terbuka,” katanya.

Menurut Saleh, meskipun Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan Dewan Energi Nasional memiliki kewenangan pengawasan, fungsi mereka tidak terlihat. 

"Ini menjadi momentum krusial bagi kita untuk meningkatkan pengawasan," lanjutnya.

Dalam mengawal kasus ini LBH Jakarta dan CELIOS akan melakukan upaya penegakan hukum dan kompensasi bagi masyarakat.

"Oleh karena itu pos pengaduan ini nantinya akan coba kita konstruksi mencari beberapa fakta dan data mengenai potensi kerugian masyarakat. Termasuk melihat cela-cela hukum lain dari sisi data impor minyak, pengawasan dari kelembagaan yang belum berjalan dengan baik, dan hal lain dari aspek hukum yang potensi akan kita lakukan pendekatan hukum,” jelasnya.(Grace Sanny Vania)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas