Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

PKB: Penerapan Sanksi Pidana dalam RUU Perkoperasian Perlu Klasifikasi Jelas

Baleg dari Fraksi PKB Habib Syarif Muhammad menilai perlu kejelasan klasifikasi jika sanksi pidana benar-benar diterapkan dalam pengelolaan koperasi

Tribun X Baca tanpa iklan
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in PKB: Penerapan Sanksi Pidana dalam RUU Perkoperasian Perlu Klasifikasi Jelas
HandOut/IST
REGULASI KOPERASI - Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi PKB Habib Syarif Muhammad. Ia menilai perlu ada kejelasan klasifikasi jika sanksi pidana benar-benar diterapkan dalam pengelolaan koperasi di tanah air. 

PKB: Penerapan Sanksi Pidana dalam RUU Perkoperasian Perlu Klasifikasi Jelas
 
Malvyandie Malvyandie/Tribunnews.com
 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penerapan sanksi pidana dalam RUU Perkoperasian terus menjadi perdebatan menarik.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi PKB Habib Syarif Muhammad menilai perlu ada kejelasan klasifikasi jika sanksi pidana benar-benar diterapkan dalam pengelolaan koperasi di tanah air.

“Penerapan sanksi pidana dalam pengelolaan koperasi merupakan langkah maju. Kendati demikian jika sanksi pidana ini diterapkan secara kaku (rigid), saya khawatir malah menurunkan partisipasi anggota serta pengurus koperasi. Bagi saya perlu klasifikasi jelas baik terkait subjek, besaran kerugian, hingga jenis pelanggaran dalam penerapan sanksi pidana pengelolaan koperasi,” ujar Habib Syarif Muhammad, Kamis (20/3/2025).

Dia menjelaskan pengelolaan koperasi memang membutuhkan penguatan regulasi hukum. Hal ini penting mengingat banyak kasus pidana dalam pengelolaan koperasi yang merugikan anggota.

“Hanya kasus hukum ini biasanya terjadi dalam koperasi skala besar dengan kerugian besar pula,” ujarnya.

Habib mencontohkan kasus penipuan Koperasi Simpang Pinjam Indosurya.

Berita Rekomendasi

Indosurya menawarkan produk simpanan dengan iming-iming bunga 9-12 persen per tahun. Bunga ini lebih tinggi daripada deposito bank umum.

Penipuan ini menimbulkan kerugian pada 23 ribu nasabah dengan besaran mencapai Rp 106 triliun.

“Tetapi banyak koperasi kecil yang dikelola dengan semangat gotong royong dan keikhlasan, sehingga ketentuan pidana yang terlalu berat bisa menjadi momok bagi pengurus dan anggota,” katanya.

Dia menilai penerapan pidana di koperasi seharusnya digunakan secara proporsional dan hanya sebagai jalan terakhir.

Menurutnya jangan sampai penerapan sanksi pidana malah menghambat pertumbuhan ekonomi kerakyatan.

“Tapi satu sisi sanksi pidana diperlukan agar tidak dimanfaatkan oknum tertentu karena tak adanya sanksi pidana pada perkoperasian dapat menimbulkan kerugian,” katanya.

Legislator dari Dapil Jabar I ini mengatakan Indonesia bisa mengadopsi penegakan hukum perkoperasian di di Filipina dan Malaysia.

Di Filipina misalnya peraturan perundang-undangan diatur di Pasal 140 yang mengatur bahwa jika ada pelanggaran hukum maka dihukum penjara 2 hingga 5 tahun. Untuk terkait pajak koperasi, jika ada penyelewengan maka diberikan sanksi penjara 1 tahun penjara.

UU Koperasi di Malaysia mengatur terkait kebocoran rahasia data. Pada Pasal 17 Anggaran Dasar UU Koperasi di Malaysia mengatur bahwa jika ada pelanggaran kebocoran rahasia data maka dipidana maksimal 6 bulan.

“Karena Malaysia adalah negara tetangga kita yang terdekat, saya setuju dengan penerapan hukum pidana di koperasi Indonesia. Jangan sampai kita kecolongan seperti kasus penipuan dan penggelapan uang nasabah yang terjadi pada KSP Indosurya,” katanya.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas