Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Prabowo Tak Setuju Koruptor Dihukum Mati, Ini Penjelasan Yusril Ihza Mahendra

Menurut Yusril pernyataan Presiden Prabowo sah dan sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

Tribun X Baca tanpa iklan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Prabowo Tak Setuju Koruptor Dihukum Mati, Ini Penjelasan Yusril Ihza Mahendra
Tribunnews/Taufik Ismail
HUKUMAN KORUPTOR - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (20/2/2025). Yusril Ihza Mahendra merespons pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai ketidaksetujuannya terhadap penerapan hukuman mati bagi koruptor. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, merespons pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai ketidaksetujuannya terhadap penerapan hukuman mati bagi koruptor.

Menurut Yusril pernyataan Presiden Prabowo sah dan sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

“Apa yang dikatakan oleh Presiden Prabowo mengenai hukuman mati bagi tindak pidana korupsi itu benar dilihat dari segi hukum positif yang berlaku. Undang-Undang (UU) Tipikor memang membuka kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati bagi terdakwa korupsi yang terbukti melakukan kejahatan tersebut 'dalam keadaan tertentu'," ujar Yusril melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (8/4/2025).

"Itu disebut dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 yang saya sendiri ketika itu mewakili presiden membahas RUU tersebut dengan DPR," ujar Yusril.

Dalam keadaan tertentu itu, Yusril mengatakan  adalah keadaan-keadaan yang luar biasa seperti keadaan perang, krisis ekonomi maupun bencana nasional yang sedang terjadi.

"Meskipun UU telah membuka kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati dalam keadaan seperti itu, sampai saat ini belum pernah ada penjatuhan hukuman mati terhadap terdakwa korupsi,” kata Yusril.

Berita Rekomendasi

Ia menambahkan meskipun hakim menjatuhkan hukuman mati dan telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, masih terbuka ruang bagi presiden untuk memberikan grasi dan amnesti.

“Kalaupun grasi atau amnesti tidak diberikan, kapan eksekusi hukuman mati akan dilaksanakan, hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung. Sekarang memang cukup banyak narapidana mati yang eksekusinya belum dilaksanakan. Ada yang WNI dan ada yang WNA,” kata Menko Yusril.

Yusril juga menyoroti bahwa Indonesia saat ini sedang dalam masa transisi dari KUHP lama peninggalan Belanda menuju KUHP Nasional yang akan mulai berlaku awal 2026.

Dalam KUHP Nasional ini, Yusril mengatakan hukuman mati yang dijatuhkan tidak dapat langsung dilaksanakan.

"Terpidana mati lebih dahulu harus ditempatkan dalam tahanan selama 10 tahun untuk dievaluasi apakah yang bersangkutan benar-benar sudah taubatan nasuha dalam arti amat menyesali perbuatannya atau tidak. Jika dinilai dia telah tobat, maka hukumannya dapat diubah menjadi hukuman seumur hidup," katanya.

Menurut dia ketentuan ini berlaku bagi napi hukuman mati WNI atau WNA.

"Itu garis besarnya. Pelaksanaan hukuman mati dalam KUHP Nasional pelaksanaannya harus diatur dengan undang-undang tersendiri. Pemerintah kini sedang mempersiapkannya,” ujarnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
asd
Video Player is loading.
Current Time 0:00
Duration 0:00
Loaded: 0%
Stream Type LIVE
Remaining Time 0:00
Â
1x
    • Chapters
    • descriptions off, selected
    • subtitles off, selected
      Advertisement
      ×

      Ads you may like.

      © 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
      Atas