Larang Fasilitasi Kripto, Pengamat: OJK dan Bappebti Ngobrol Dulu Lah
Nailul memandang, kripto telah dirancang sebagai komoditas oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait larangan memfasilitas transaksi kripto memantik kontroversi.
Menurutnya, hal ini menandakan adanya ketidakselarasan antar instansi pemerintah.
Nailul memandang, kripto telah dirancang sebagai komoditas oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) di bawah Kementerian Perdagangan.
Tidak hanya itu, Bappebti juga telah merancang aturan terkait perdagangan dan pedagang kripto secara resmi.
Baca juga: Legalkan Uang Digital, Venezuela Akan Bebankan Pajak hingga 20 Persen Untuk Transaksi Kripto
Artinya, selama transaksi dilakukan oleh pedagang aset kripto terdaftar dan diawasi Bappebti, skema perdagangan kripto laiknya komoditas ataupun produk derivatif lainnya.
“Di sisi Bappebti berupaya memfasilitasi industri ini, tapi di sisi lain ada institusi lain yang punya pandangan lain. OJK dan Bappebti ini ngobrol dululah, tren aset kripto ini kan sudah jalan beberapa tahun terakhir,” ungkap Nailul, Selasa (8/2/2022).
Dia memahami sudut pandang OJK yang masih mempersepsikan bahwa aset kripto berpotensi sebagai alat tukar layaknya uang fiat, karena namanya adalah cryptocurrency.
Sedangkan alat tukar resmi adalah rupiah sebagaimana diatur perundang-undangan.
Baca juga: Harga Kripto Terbaru, Dogecoin dan Bitcoin Pimpin Penguatan
“Tapi kan sejak awal ketika Bapppebti memfasilitasinya, kesepakatannya di Indonesia hanya boleh digunakan sebagai aset investasi. Bukan alat transaksi,” jelas Nailul.
Karena itu, dia menilai ada kejanggalan dengan imbauan dari otoritas agar perbankan tidak memfasilitasi transaksi aset kripto, padahal sejak awal Bappebti merumuskan kripto sebagai komoditas investasi.
“Bagaimana bisa investor membeli atau berinvestasi aset kripto kalau tidak bisa menggunakan rekening bank sebagai jembatan untuk beli atau jual aset kripto ke pedagang kriptonya? Kan ini aset digital, masa iya beli dan jualnya lewat pedagang langsung secara offline,” tegas Nailul.
Baca juga: Imbas Badai Musim Dingin, Operasi Kripto di Texas Terancam Diberhentikan
Lebih jauh, dia sepakat bahwa otoritas dan Satgas Waspada Investasi (SWI) berhak melarang sejauh perdagangan itu bersifat ilegal, termasuk dilakukan oleh pedagang kripto yang tidak terdaftar.
“Selama ini Bappebti sudah merilis mana saja pedagang kripto dan koin kripto yang terdaftar dan berizin resmi di Bappebti. Seharusnya itu sudah cukup jadi acuan untuk melakukan pengawasan dan mengendalikan keterlibatan bank,” tambah Nailul.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan gesekan dengan OJK akan berdampak pada telatnya peluncuran bursa kripto.
Baca juga: Harga Kripto Hari Ini, Bitcoin dan Ethereum Kembali Menguat
Sebab, fungsi lembaga keuangan, dalam hal ini bank nantinya akan sebagai kustodian untuk perdagangan aset kripto. Kustodian ini paling penting posisinya.
“Jadi saya tidak heran kenapa launching bursa kripto ini molor terus dari semester II/2021 lalu, rupanya ada deadlock antara Bappebti dan OJK dalam melaksanakan perdagangan aset kripto yang diakui negara, dalam hal ini bursa kripto,” ungkap Ibrahim.