Bappebti: Perdagangan Kripto Terdaftar Pasti Ada Perlindungan bagi Investor
Bappebti menegaskan transaksi dan perdagangan aset kripto terdaftar memiliki jaminan sebagaimana regulasi yang ada.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti menegaskan transaksi dan perdagangan aset kripto terdaftar memiliki jaminan sebagaimana regulasi yang ada.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma menerangkan bahwa kripto yang disahkan di Indonesia bukan sebagai alat pembayaran, melainkan berperan sebagai komoditi.
Sehingga tidak ada potensi untuk merusak stabilitas keuangan. Hal itu, kata dia, sesuai Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang bahwa alat pembayaran yang sah di dalam negeri adalah Rupiah.
Baca juga: Krisis Rusia-Ukraina Tekan Harga Aset Kripto, Bitcoin Jatuh, Dogecoin Shiba Inu Naik Tipis
"Sehingga sistem keuangan nasional tetap menggunakan rupiah. Adapun aset kripto di dalam negeri dikategorikan sebagai komoditi sesuai Undang2 No 10 tahun 2011 tentang perdagangan berjangka komoditi,” ujar Tirta dalam keterangannya, Senin (14/2/2022).
Tirta menjelaskan bahwa sebagai komoditi untuk investasi, tiap aset kripto mempunyai karakter berbeda fluktuasinya.
"Maka kami menetapkan jenis aset kripto yang layak diperdagangkan yang sudah dilakukan penilaian sesuai ketentuan Peraturan Bappebti No. 7/2020," kata Tirta.
Baca juga: Harga Kripto Hari Ini, Bitcoin hingga Polkadot Menguat
Di sisi lain, lanjut dia, Bappebti sebagai otoritas yang mengawasi, berkomitmen memberikan jaminan keamanan perdagangan aset kripto, karena itu ada kewajiban pedagang aset kripto harus terdaftar.
“Sesuai Perbappebti No 8 Tahun 2021 termasuk nantinya pembentukan bursa kripto beserta kliring dan kustodi untuk memudahkan pelporan transaksi, penjaminan keuangan dan aset kriptonya sendiri,” jelas Tirta.
Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing mengklarifikasi bahwa OJK tidak melarang perbankan untuk melayani transaksi keuangan pedagang aset kripto.
Perbankan, menurut Tongam, tetap melayani transaksi jasa keuangan nasabahnya. Sebagai lembaga intermediasi, bank menghimpun dana dari masyarakat dan memberikan kredit.
"Pedagang aset kripto atau investor tetap difasilitasi bank untuk kelancaran transaksi keuangannya maupun untuk kebutuhan pendanaan," ujarnya.
Klarifikasi itu berkaitan dengan pernyataan sebelumnya yang dinilai merupakan pelarangan dari OJK kepada perbankan untuk tidak memfasilitasi transaksi kripto. Padahal, kata Tongam, maksud OJK adalah melarang bank menggunakan atau memfasilitasi perdagangan aset kripto.
Tongam menambahkan, larangan tersebut merupakan amanat UU Perbankan. Dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UU Perbankan diatur jenis usaha bank.
Baca juga: Manfaatkan Popularitas Kripto, Intel Meluncurkan Chip Blockchain
"Di sana tidak ada diatur kegiatan usaha perdagangan komoditi. Dalam Pasal 10 UU tersebut diatur juga bahwa bank dilarang melakukan kegiatan usaha selain yang diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7. Bank dilarang misalnya menjadi agen penjual bitcoin, atau menempatkan aset dalam bentuk bitcoin,” tutur Tongam.
Sebelumnya, beberapa pihak menyoroti keberadaan perdagangan kripto sebagai investasi berisiko dan bahkan marak penipuan. Satu di antaranya pernyataan dari Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati yang mengimbau kalangan milenial agar memilih opsi lain dalam berinvestasi.
Dia menyorot karakter fluktuatif dari kripto yang berpotensi merongrong stabilitas keuangan. Terlebih lagi, pengguna kripto mengalami lonjakan drastis dalam beberapa tahun belakangan.